(Jagad Gallery X Sekolah Seni Tubaba) Beyond Elasticity: Rubber and Materiality

(Business Lounge Journal – Event)

Beyond Elasticity: Rubber and Materiality, sebuah pameran yang digelar Jagad Gallery berkolaborasi dengan seniman di Tubaba (Tulang Bawang Barat), Lampung. Pameran yang diselenggarakan sejak 17 Mei hingga 30 Juni 2024 ini berlokasi di Jagad Gallery, Menteng. Menampilkan seniman-seniman Agus Suwage, Ausapati, Catur Nugroho, Dolorosa Sinaga, Elyezer, Handiwirman, Iwan Yusuf, Maharani Mancanegara, Septian Harriyoga, Suvi Wahyudianto, Titarubi dan Yuli Prayitno, pameran ini menerapkan karet alam sebagai material berkarya. Sejumlah dua belas seniman dari jakarta, Bandung, dan Yogyakarta didatangkan untuk berkarya dengan menggunakan karet alam (lateks cair dan lembaran karet). Bahan ini juga dimungkinkan untuk dipadu dengan material lain.

Karya-karya yang dipamerkan ini pun menunjukkan bagaimana keberadaan  karet dapat menjadi kekuatan bentuk, konten, dan konteks. Penggunaan karet alam sebagai material akan menyentuh perbincangan mengenai rematerialisasi (sebagai antitesa dematerialisasi dalam seni konseptual) dan medium di era pos-medium dalam seni rupa kontemporer. Konteks menjadi bagian penting dari karya-karya yang dipamerkan, dan berkaitan dengan konten, yang menjadi refleksi kritis dari implikasi sejarah, sosial, politik dan ekonomi keberadaan karet sebagai komoditas perkebunan di Indonesia. 

Umar Ahmad yang pernah menjadi Bupati Tubaba pada tahun 2017 hingga 2022 memaparkan sebuah fakta bahwa perkebunan karet di kawasan Tubaba diyakini mulai tumbuh sejak tahun 1970-an. Ketika itu pemerintah memberikan dua pilihan komoditi utama: singkong atau karet? Kemudian masyarakat cenderung memilih karet untuk ditanam pada lahan trasmigrasi. Maka, sejak saat itulah karet menjadi primadona. Pada kurun waktu tertentu, setidaknya sampai satu dekade silam, para petani masih sempat berjaya. Namun kini situasinya berubah: hampir tidak mungkin lagi kita menemukan seorang petani karet (skala warga) mampu membeli kendaraan baru,  bahkan kini petani sulit menutupi biaya produksi. 

Saat otoritas dan stakeholder  belum juga memberikan solusi pada masalah para petani karet, Umar menambahkan tentang Tubaba Art Festival – yang menjadi festival tahunan – pada tahun lalu mengajak petani, pengepul karet, dan seniman untuk merefleksikan narasi-narasi kecil di seputar persoalan karet. Secara konkret pelukis Catur Nugroho membuat sebuah karya berukuran besar dengan material utama lembaran karet (rubber sheet). Lukisan yang dikerjakan sungguh-sungguh tersebut, bisa dibilang sebagai awal mula percobaan kami secara kolaboratif dalam menciptakan karya seni dari material utama karet. “Kebahagiaan saya berlanjut saat kawan-kawan perupa melakukan residensi di Tubaba. Selain Catur Nugroho dan Suvi Wahyudianto, yang memang sudah saya kenal dan biasa menemani anak-anak di Sekolah Seni Tubaba (SST) belajar menggambar, kebahagiaan saya semakin besar saat nama-nama lain terlibat dalam pameran ini: Agus Suwage, Anusapati, Dolorosa Sinaga, Elyezer, Handiwirman, Iwan Yusuf, Maharani Mancanegara, Septian Harriyoga, Tita Rubi dan Yuli Prayitno. Sungguh teribatnya para perupa yang saya sebutkan berada dalam jangkauan pemikiran saya,” terang Umar Ahmad..