Kehilangan Penciuman? Waspada Gejala COVID-19

(Business Lounge Journal – Medicine)

Gejala COVID-19 terus berkembang menurut penelitian para ahli dan diyakini juga terjadi mutasi dari awalnya. Hari ini, Rabu (01/4/2020) data dunia menunjukkan telah terkonfirmasi positif 856.891 kasus dengan 42.097 kematian, yaitu 4,9%. USA menempati urutan tertinggi yaitu 187.321 kasus dan 3.850 kematian. Diikuti oleh Italia dan Spanyol yang juga memiliki kasus terbanyak. Total sudah 202 negara menurut worldodometers.com yang terjangkit pandemi ini.

Berdasarkan bukti yang konsisten yang dikumpulkan dari seluruh dunia, maka ditemukan bahwa salah satu gejala yang signifikan dari COVID-19 adalah hilangnya penciuman dan perasa. Memang ada 200 virus penyebab flu biasa yang mengakibatkan hal yang sama namun tidak ada salahnya diwaspadai dan di-screening.

Apa Gejalanya?

Ada tiga kategori gangguan terhadap penciuman akibat COVID-19 yaitu:

  1. Tidak bisa mencium bau apapun (Anosmia)
  2. Penurunan kemampuan penciuman (Hyposmia)
  3. Gangguan dalam kemampuan sensitivitas perasa (Dysgeusia).

Penelitian telah menyatakan hal sebagai berikut:

  • 40% kasus terjadi anosmia pasca infeksi sehingga sulit didiagnosis di awal.
  • 30% pasien positif COVID-19 di Korea Selatan, Tiongkok, Italia kehilangan penciuman
  • Inggris, Iran, AS, Prancis juga melaporkan peningkatan gejala anosmia secara signifikan
  • Anosmia lebih sering muncul sebagai satu-satunya gejala pada orang yang positif COVID-19 tanpa ada gejala lainnya. Mereka adalah orang yang nampak sehat.
  • Kriteria gejala ini adalah tidak muncul bersamaan dengan adanya penyakit Rhinitis (radang hidung) akibat alergi, Rhinosinusitis akut (radang hidung dan sinus) atau kronis
  • Umumnya dialami oleh orang usia muda.
  • Dapat juga menjadi salah satu gejala dari beberapa gejala yang dialami orang yang positif COVID-19

Dr. Nirmal Kumar, presiden ENTUK, sekelompok spesialis telinga, hidung dan tenggorokan (THT) Inggris mengatakan pada 20/03/20 “Dalam 48 jam terakhir, atau mungkin 72, kami telah mendengar dari sekitar 500 pasien yang kehilangan indera penciumannya. Tidak pernah sesering sekarang,” katanya. “Dan ini hanya puncak gunung es.”. Kondisi puncak gunung es ini artinya masih banyak kasus dengan gejala serupa yang belum ditemukan. Agak sulit karena orang yang merasa tidak bergejala tidak akan melaporkan diri untuk diperiksa. Itu sebabnya diperlukan “awareness” pada masyarakat untuk mengetahui adanya gejala ini.

Para ahli THT dunia telah mengusulkan agar anosmia, hypsomia, dan dysgeusia ini ditambahkan ke daftar skrining untuk melihat adanya kemungkinan terinfeksi COVID-19.  Apalagi melihat kemungkinan bahwa hal ini dapat terjadi pada orang  carrier,  yang positif walau tidak ada gejala. Virus menyebar tanpa disadari karena orang merasa sehat. Orang seperti ini seringkali juga disebut sebagai hidden carrier. Hidden Carrier dapat menjadi penyebar virus kemana-mana (super spreader) apabila tetap beraktivitas tanpa melakukan isolasi mandiri.

Alasan mengapa timbul gejala Anosmia menurut para ahli adalah karena virus SARSCOV2 yang masuk ke hidung menghancurkan sel reseptor di dalam hidung. Virus juga dapat bekerja mempengaruhi otak melalui saraf sensorik olfaktori di mukosa dalam rongga hidung. Saraf Olfaktori adalah saraf pertama dari 12 saraf otak yang bertanggung jawab terhadap indra penciuman. Namun sekali lagi hal ini belumlah diketahui secara pasti dan masih terus diselidiki.

Dapatkah Gejala ini Hilang?

Pada penelitian yang dilakukan atas orang positif COVID-19 dengan gejala ini mereka dapat memperoleh kembali kemampuan penciuman dan perasa setelah sembuh. Dr. Hendrik Streeck dari Heinsberg mengatakan bahwa 2/3 dari pasiennya mengalami gejala ini selama beberapa hari.

Lalu Apa yang Harus Dilakukan?

Para ahli menyarankan solusinya bagi mereka yang merasakan gejala ini untuk melakukan isolasi mandiri, tinggal di rumah dan tidak ke mana-mana selama 7 hari. Itu sebabnya karena Anda tidak pernah tahu apakah orang sekeliling Anda adalah carrier atau bukan, melakukan physical distancing dan rajin mencuci tangan adalah solusi yang terbaik untuk menjaga diri sendiri pada masa-masa ini.  Sedangkan bagi yang merasakan gejala ini jangan panik tetapi patuhi untuk tetap tinggal di rumah saja.

dr. Vera Herlina,S.E.,M.M/VMN/BL/Senior Editor, Coordinating Partner of Management & Technology Services, Vibiz Consulting

1
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x