(Business Lounge – Special Report)
Indoestri Makerspace, makerspace khusus artisan, pengrajin, dan entrepreneur yang pertama di Indonesia, dibangun pada tahun 2015 oleh Leonard Theosabrata. Dengan fasilitas dan peralatan mutakhir untuk keperluan woodworking, metalworking, 3D Printer, dan berbagai kerajinan design lainnya, Indoestri telah popular di kalangan makers dan artisan di Indonesia, terutama bagi kaum mudanya. Berbagai workshop diadakan setiap akhir pekan, dan setiap weekday para pengrajin bertemu untuk berdiskusi, berkolaborasi, maupun mempersiapkan rancangan-rancangan design baru. Suatu tempat yang sangat dinanti-nantikan oleh para entrepreneur muda dari generasi Y Indonesia.
Businesslounge.co.id berkesempatan untuk berbincang dengan Leonard Theosabrata yang ingin berbagi pengalamannya tentang visi dan misi dari Indoestri, pandangan tentang generasi muda Indonesia, masa depan inovasi, dan pentingnya “Good Governance” di dalam perusahaan.
BL: Business Lounge
LT: Leonard Theosabrata
BL: Apakah masa depan dari suatu makerspace?
LT: What we do now, is barely scratching the surface. We have a bigger ideas ke depannya untuk lebih menjangkau lagi, expansion menjadi salah satu planning. Tapi expansion yang seperti apa, honestly, it’s still very much on paper. Karena ini masih something new. Well, Makerspace is not something new, But how to grow a makerspace in Indonesia. Di negara yang kita tahu culture-nya itu bertolak belakang sebenarnya dengan prinsip-prinsip dari innovation.
BL: Mengapa begitu?
LT: Because i think there’s a difference between naturally gifted and being innovative. We are naturally gifted and we are naturally blessed with abundance. And because of that, we are spoiled. And because of that, kita juga jadi lacking untuk nurturing and utilizing what we have.
Innovation usually comes when you actually don’t have much. When you’re forced in a situation when you really have to think. It’s a survival thing. It’s a survival mode. Kita sebenernya tidak pernah susah-susah banget, as a country. Nah makanya orang-orangnya jadi begitu, and i say this all the time, makanya kita jadi males.
BL: What did you see in this naturally gifted people?
LT: Kalau Anda pernah ke Jepara, atau mungkin ke Bali atau mungkin ke manalah, ke pelosok mana pun di Indonesia, orang-orang Indonesia itu naturally gifted. Cara kulminasi dari talentanya itu yang kurang. Karena mungkin diawal-awal, maksudnya dimasa-masa pembangunan kita, ya sifatnya kita lebih banyak mengeksploitasi, instead of culminating our resources, including our human resources. Karena gampang sih, tinggal jual natural resources sudah kaya gitu kan, You sign a contract, that’s it, you make an easy money.
BL: Jadi apa yang diajarkan di makerspace ini untuk menggali potensial?
LT: The thing i always emphasize is more about mentality, rather than technical skills. Kalau kita sering dengar istilah revolusi mental, memang itu yang dibutuhkan sama Indonesia. Anything technical you can learn it. But mental, it has to evolved, it has to change, only time can nurture, only time can tell, itu tuh prosesnya jauh lebih lama daripada belajar skill. So, di indoestri, itu gak penting buat menjadi skilful, karena the goal, is not for you to become a craftsmen. Is never about you becoming a craftsmen, it’s about you becoming a better person.
BL: Better dalam hal apa?
LT: Let’s say kalau misalnya kamu jadi entrepreneur nanti, you become a better person as a director, as an owner, as an entrepreneur. Let’s say you mentally aware, atau misalnya kalian sudah punya suatu sikap yang jelas terhadap good governance. When we talk business nowadays, there’s a lot of talking about good governance. Bagaimana caranya kamu jadi pemilik yang baik, owner yang baik. Kalau kamu sudah tahu susahnya kerja di pabrik, memotong bahan, mencari alat, atau bahkan membuat proses, mungkin nantinya dia akan menjadi bos yang baik.
BL: Maksud Anda aware?
LT: Aware! Tidak sembarangan lagi men-judge, menyuruh pun akan berbeda. Bedakan ya antara menyuruh dengan memberi instruksi, juga dengan passing on knowledge. If you have the skill yourself, yang terjadi kan inovasi. Kalau kamu cuma menyuruh saja tetapi kamu sendirinya tidak ‘becus’, I don’t think the worker would even listen to you. Mendengarkan pun tidak. They will not respect you at all dan jika tidak ada respect, tidak akan terjadi apa-apa. Malah yang akan terjadi hanyalah menghambat efisiensi, menghambat inovasi, dan menghambat advancement overall. This is a problem. “Bos-bos” disini kan maunya tau beres aja.
That’s why the name “Self-Made”, it harks back. Balikin lagi ke jaman-jaman ketika orang-orang mulai dari nol yang belajar sendiri. Work their way up. Until they become true entrepreneur. Bukan Cuma so-called, ‘boong-boongan’ saja jadi entrepreneur. That’s what happening now! Ya anak-anak ini bilang “I’m an entrepreneur”. I don’t think so, dude. I don’t think you’re an entrepreneur. A true entrepreneur, there’s no tips. There’s nothing whatsoever that would help you become an entrepreneur, except, kalau lu udah pernah ngelewatin hal-hal yang lu perlu lewatin.
BL: You mean the process?
LT: Exactly ! The process ! Makanya kita disini emphasizenya itu.
Mengenal Lebih Dekat Leonard Theosabrata
BL: “Jam berapa Anda bangun tidur?”
LT: “I have three kids, so i wake up at 3 in the morning.”
BL: “Kegiatan setelah bangun tidur?”
LT: “My morning is pretty long. Biasanya anak saya sudah berangkat sebelum jam 7 pagi ke sekolah. Lalu quality time saya start setelah itu, dan saya pergi ke kantor jam 10.”
BL: “Gadget apa yang anda pakai?”
LT: “iPhone 5S dan Galaxy 6.”
BL: “Anda sedang baca buku apa?”
LT: “Sedang tidak baca buku.”
BL: “Leadership Anda bagaimana?”
LT: “Jujur, I’m temperamental. But I can also be your best friend. And I will be your biggest supporter. Tapi buat saya, kalau semua kerjaan sudah selesai, at the end of the day, we will all have a good time.”
BL: “Tim apa yang anda inginkan?”
LT: “Skillfull team, of course!”
BL: “Kita dapat lebih banyak pengetahuan dimana? MBA atau dalam pekerjaan?”
LT: “Kalau menurut saya, itu tergantung masing-masing.”
BL: “Anda punya gaya berpakaian khusus?”
LT: “Casual.”
BL: “Tiga barang apa saja yang tidak bisa anda tinggalkan?”
LT: “My smartphone, my ring, and , and a good shoe. Because I have a condition.”
Michael Judah Sumbayak adalah pengajar di Vibiz LearningCenter (VbLC) untuk entrepreneurship dan branding. Seorang penggemar jas dan kopi hitam. Follow instagram nya di @michaeljudahsumbek