(Business Lounge Journal – Interview Session)
Mementingkan hasil daripada proses serta aksi daripada non aksi, merupakan suatu hal yang sedang dikerjakan oleh Thomas Trikasih Lembong dalam memimpin Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia (BKPM) guna mencapai organisasi yang agile. Pada masa sekarang ini, organisasi demi organisasi terasa bergerak begitu cepat mengikuti perubahan yang terus terjadi dalam persaingan, demikian ternyata yang juga terjadi pada organisasi non lembaga milik pemerintah ini.
Tom, demikian pria yang menjabat sebagai Kepala BKPM ini biasa dipanggil, menjelaskan bahwa untuk mendapatkan organisasi yang agile, ia sangat menghargai aksi, walaupun dalam pelaksanaannya tidak jarang terjadi kekeliruan, namun demikian, bagi Tom, ini merupakan bagian dari proses pembelajaran.
Berikut wawancara singkat Business Lounge Journal mengenai penerapan organisasi yang agile pada BKPM.
TL: Thomas Trikasih Lembong
BL: Business Lounge Journal
BL: Kita sekarang ini mengenal istilah agile organization. Bagaimana sih pak, kalau penerapannya agile organization ini di pemerintahan sendiri?
TL: Inti permasalahannya sudah diungkapkan dan diarahkan oleh Pak Presiden sendiri, kita harus benar-benar mengalihkan fokus dari prosedur kepada hasil. Kita ini memang terlalu fokus kepada proses dan itu antara lain juga berkaitan dengan penegakan hukum. Jadi ada suatu ketakutan yang luar biasa bahwa kalau melanggar prosedur itu langsung kejaksaan atau proses hukum.
Kedua, pak presiden juga pernah mengungkapkan ini. Akhirnya, salah satu konsekuensinya kita tenggelam dengan masalah administrasi, hanya menyusun laporan-laporan dan memenuhi prosedur-prosedur yang berbelit-belit serta berkepanjangan. Beliau sendiri pernah menyampaikan bahwa ironisnya prosedur yang begiu luar biasa sama sekali tidak ada korelasinya dengan mengurangi korupsi. Pada saat yang sama tetap saja. Jadi buat apa semua ini?
Saya kira, kembali lagi, perlu revolusi mental. Contoh, satu konsekuensi lain yang saya amati pada birokrasi, orang itu takut setengah mati utuk disalahkan atau untuk membuat suatu kesalahan atau kegagalan. Tetapi berarti, orang sulit sekali untuk membuat keputusan atau melaksanakan sesuatu. Sangking takutnya gagal atau salah atau disalahkan, akhirnya, dibuat begitu banyak dokumentasi dan laporan dan surat menyurat yang menyita banyak sekali waktu.
Contoh lagi, kalau umpamanya kita bilang mau inovatif, inovasi itu memerlukan eksperimentasi. Tapi yang namanya eksperimen, itu pasti berarti ada yang berhasil ada yang tidak berhasil. Jadi kontradiksi kalau kita mengatakan kita membutuhkan pemerintahan yang inovatif, tetapi kemudian kita takut setengah mati untuk gagal atau salah, mencoba karena takut gagal atau salah.
Jadi, ya saya kira, teman-teman di kementerian perdagangan di BKPM sudah kenal saya. Saya sih tidak pernah akan mem-penalty kesalahan karena berarti orangnya mencoba melakukan sesuatu untuk mengambil keputusan. Sebagai manusia yang tidak sempurna, pasti tidak semua perusahaan itu akan selalu sempurna. Tetapi hemat saya lebih penting diputuskan yang berarti ada aksi. Kalau salah atau gagal ya, ok kita perbaiki. Tetapi jangan takut untuk mengambil keputusan untuk dilaksanakan. Tentunya kalau kesalahan yang sama diulang berkali-kali itu tidak acceptable. Tidak benar. Tetapi kalau sudah mencoba yang terbaik dan mementingkan aksi daripada non aksi, saya kira jangan pernah di-penalty atau dihukum. Tetapi pelan-pelanlah. Tetapi saya optimis.
Saya lihat respon di kementerian perdagangan sangat positif, di BKPM juga sangat positif, saya kira yang penting itu semangat yang positif. Selalu menekankan tujuan bersama kita dan tidak usah saling menyalahkan atau mencari yang bersalah. Kalau mau cari-cari siapa yang bersalah, kita semua manusia, saya juga pasti banyak sekali kesalahan. Jadi memang mesti mulai menciptakan suasana yang beda sekali dengan cara-cara lama.
Business Lounge Journal/VMN/BLJ