Prof. Dr. Emil Salim, Pondasi Ekonomi Indonesia (#1/4): Ekonomi Kerakyatan

(Business Lounge – Achievement) Prof. Dr. Emil Salim mengisahkan kondisi yang dihadapi oleh para ekonom ketika menangani kesulitan perekonomian Indonesia pada tahun 1966. Para ekonom yang sering dijuluki sebagai Mafia Berkeley ini adalah sekumpulan ahli ekonomi lulusan University of California di Berkeley yang pada waktu itu dipercaya oleh Presiden untuk menangani permasalahan carut marutnya ekonomi Indonesia. (Baca Prof. Dr. Ali Wardhana – Arsitek Ekonomi Indonesia).

Krisis yang Dialami Bangsa Indonesia

Pada era transisi berakhirnya Orde Lama bangsa ini benar-benar mengalami krisis yang sangat buruk, demikian digambarkan Emil Salim. Sehingga yang menjadi fokus pemikiran bagi para ekonom pertama kali adalah menanggulangi krisis itu sendiri bukan masalah bagaimana kira-kira bentuk ekonomi yang ideal bagi bangsa Indonesia. Memang tidak mudah menangani kesulitan perekonomian bangsa Indonesia pada saat itu, karena menyangkut nasib seluruh penduduk Indonesia.

“Apa yang perlu dihadapi terlebih dahulu adalah persoalan yang telah ada di depan hidung, yaitu inflasi 650%, keadaan yang praktis rusak, infrastruktur  rusak, ekspor tidak berjalan, hutang menumpuk, isu-isu ini yang langsung ditangani terlebih dahulu,” demikian Emil Salim berujar. Sehingga semua upaya dikerahkan untuk mengatasi krisis ini, “Sedangkan ke mana arah sistem perekonomian, bagaimana bentuknya yang ideal, menjadi hal yang sekunder,” Emil Salim menambahkan.

Pada pembahasan businesslounge.co dengan Vibiz Economic Research, bahwa pada tahapan awal penanganan kekacauan ekonomi pada dasarnya peran pemerintah memang diperlukan lebih dominan, untuk membawa arah ekonomi berjalan seperti apa yang diharapkan, (lihat : Bernhard Sumbayak, Pertumbuhan Ekonomi, Politik dan Penyakitnya).

Basic Needs Masyarakat

Untuk itu maka para ekonom merumuskan suatu bentuk ekonomi yang disebut Ekonomi Kerakyatan yang menjadi benang merah dari pemulihan kondisi krisis kala itu. Dari penjelasan Mantan Menteri Lingkungan Hidup ini, maka dapat kita simpulkan bahwa di dalam ekonomi kerakyatan maka yang pertama-tama harus dilakukan adalah memulihkan sektor produksi dari masyarakat. Sehingga yang menjadi prioritas di dalam pembangunan pada masa itu adalah pertanian terutama pertanian pedesaan yaitu di dalam memproduksi pangan untuk menuju self-sufficiency pangan.

Kondisi krisis pada tahun itu telah memaksa Indonesia mengimpor bahan-bahan pangan dari luar negeri. Kondisi ini sangat berbahaya oleh karena memakan devisa dan membuat kita bergantung kepada impor dan harga luar negeri. Sehingga tidak lain dan tidak bukan, self-sufficiency pangan harus dicapai melalui pembangunan pedesaan yang juga mencakup pembagunan jalan desa, irigasi desa dan sebagainya.

Emil Salim mencoba membawa businesslounge.co untuk dapat membayangkan sedikit situasi krisis pada masa itu. “Ekonomi rakyat yang sangat buruk, penderitaan paling berat, pukulan inflasi paling besar,” ujar Emil sambil mengernyitkan dahinya. Harga pangan begitu melonjak akibat bahan pangan impor apalagi saat itu harga di pasar beras luar negeri naik dengan tinggi sehingga import begitu mahal. Masyarakat kekurangan beras sehingga terpaksa harus mengkonsumsi Bulgur Wheat (sejenis gandum yang biasa dipakai sebagai pakan ternak). Sehingga diputuskan untuk memenuhi apa yang menjadi basic needs terlebih dahulu terutama dalam pangan serta memperkuat ekonomi kerakyatan. Kondisi krisis inilah yang mendorong ekonomi kerakyatan.

Fokus Pada Ekonomi Kerakyatan

Ekonomi kerakyatan yang difokuskan pada swasembada pangan menjadi fokus keibjakan ekonomi yang kemudian dijalankan secara konsisten hingga 15 tahun. Lalu bagaimana setelah berjalan selama 15 tahun? Kita pun berhasil mencapai swasembada pangan. Lalu muncullah sebuah corak bahwa perekonomian rakyat yang maju membuat seluruh sektor bergerak maju, seperti majunya infrastruktur yang berdampak kepada pengembangan desa, inpres pedesaan, pendidikan desa kemudian berkembangnya program Keluarga Berencana yang berkaitan dengan masyarakat desa. Sehingga ekonomi kerakyatan telah menjadi arah yang ideal dari pembangunan.

Pembangunan pun terus berjalan di berbagai bidang namun tanpa melupakan bahwa semuanya harus berdasar kepada ekonomi kerakyatan. Selain pangan yang menjadi basic needs adalah pendidikan dan kesehatan harus  mendapat perhatian utama dalam pembangunan.

Wajib belajar dicanangkan di seluruh Indonesia sehingga harus ada sekolah di setiap desa. Pada bidang kesehatan, dibangunlah Puskesmas yang kemudian menjadi sarana untuk mensosialisasikan program KB (pengendalian penduduk) dan dibangun juga Posyandu.

Sumber Dana Pembangunan Ekonomi Kerakyatan

Mendengar penjelasan Emil Salim tentang pembangunan ekonomi kerakyatan maka sudah pasti businesslounge.co – Vibiz Media Network langsung berpikir tentang dana. Dari mana Negara memperoleh dana sedangkan hutang sudah sangat menumpuk dan perekonomian sudah sangat terpuruk?

Pertama, bantuan luar negeri, dimana bantuan ini dianggarkan untuk pembangunan. Sedangkan anggaran rutin hanya dipakai untuk biaya keperluan kepegawaian dan sebagainya dan harus dikendalikan dengan baik.

Kedua, penanaman modal asing. Dibukalah pintu penanaman modal asing (foreign investment) yang bertujuan menciptakan kegiatan ekonomi yang tidak bergantung kepada public fund. Sehingga hal-hal yang bisa dilakukan oleh private sector akan dilakukan oleh private sector. Maka private public fund bisa dipakai untuk penyelesaian pembangunan, oleh sebab itu didoronglah private invesment sehingga lahirlah investasi Asahan, smelter, juga beberapa pabrik semen.

Sementara Bambang Brojonegoro – Wamenkeu RI, juga berpendapat bahwa pembangunan kelanjutan dari ekonomi Indonesia harus juga berbasis pada pembangunan pedesaan. (lihat : Bambang Brojonegoro, Wamenkeu)

Foreign, Private and Public Fund

Pada awalnya pabrik semen itu dibiayai oleh foreign aid terlebih dulu, setelah project aid berjalan, maka dikembangkanlah private sector yang membayar interest rate-nya sesuai dengan suku bunga yang berlaku. Sedangkan dana bantuan yang kita terima menggunakan interest rate yang rendah. Sehingga selisihnya dapat dipakai sebagai revenue bagi anggaran pembangunan. Emil Salim mengumpamakan ini seperti “mak comblang”. Bantuan yang diterima dipergunakan untuk membiayai pabrik-pabrik tetapi si pengusaha (BUMN) membayar dengan harga penuh sehingga selisihnya dipergunakan untuk membiayai pembangunan.

Apa yang menjadi inti pokoknya adalah, “How to maximize public fund untuk keperluan infrastructure dan rural sector tersebut, dicapai dengan dana bantuan lunak dari luar negeri.

Sedangkan private fund diarahkan untuk sektor yang bisa self generating earning, seperti semen yang bisa self generating misalnya pabrik pupuk Pusri (Pupuk Sriwijaya).

Lalu dibuka foreign investment yang biasanya masuk kepada consumer good, dengan demikian keperluan untuk public fund untuk sektor ini bisa ditutupi dari foreign invesment, sehingga dananya bisa dipakai lagi untuk infrastructure.

Jadi strateginya adalah bagaimana kita mengutamakan the public fund sebanyak mungkin bagi masyarakat, dengan cara memanfaatkan dana dari aid yang ada ditambah project aid, ditambah lagi  bantuan luar negeri pada sektor the public sector. Sedangkan the private fund dipakai untuk bidang-bidang usaha yang menguntungkan, yang private sector bisa jalan sendiri.

Back to Prof. Dr. Emil Salim  – Pondasi Ekonomi Indonesia

banner 2b


pak YoKristanto Nugroho
Editor in Chief Vibiz Media Network

ruth_revisi

Ruth Berliana
Editor in Chief businesslounge.co

 

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x