(BusinessLounge ) Prof. Dr. Emil Salim menyampaikan pemikirannya mengenai adanya perubahan fokus pembangunan sehingga timbul bias di dalam pelaksanaannya.
Pada era dimulainya pembangunan ekonomi Indonesia, maka pertanian menjadi sektor pembangunan yang paling utama. Bahkan jika ada pembangunan di bidang industri maka semuanya akan mendukung sektor pertanian, sehingga industri yang dibangun pun berhubungan dengan pertanian seperti industri pupuk dan sebagainya. Pembangunan yang dibuat juga berkaitan dengan pertanian misalnya pembangunan irigasi tersier. Emil Salim menggambarkannya sebagai tim kesebelasan sepak bola maka seluruh tim menembaknya kepada satu sasaran yaitu pertanian. Hal inilah yang ia rasakan missing sekarang ini. Sehingga kesebelasan itu pun menjadi hilang dan yang tinggal adalah Departmen Pertanian yang tidak akan dapat berjalan tanpa dukungan dari Pekerjaan Umum, infrasturktur, kesehatan dan lainnya.
Bias – Fokus Pembangunan Pertanian
Kepada businesslounge.co – Vibiz Media Network, Emil Salim menyampaikan ganjalan di dalam hatinya oleh karena sekarang ini tidak ada lagi gairah yang dapat dirasakan pada sektor pertanian, misalnya penanganan pengairan tersier. Sebanyak 40% irigasi tersier tidak lagi berfungsi, memang ada primary irrigation yang berasal dari waduk, lalu terdapat juga secondary irrigation, namun jika tersier tidak berjalan maka air pun tidak akan sampai ke desa-desa, tidak akan sampai ke lapangan.
Demikian halnya dalam hal pembinaan petani, kalau dulu petani di lapangan dibimibing oleh Bimas, sehingga program dan kebijakan harga dapat diatur. Jika masa panen tiba maka harga padi tidak boleh turun rendah, demikian dituturkan Emil Salim, dmana Pemerintah berperan ikut dalam mengendalikan harga dengan ikut membeli padi melalui Bulog sehingga harga padi tetap tinggi. Tetapi kemudian ketika harga padi mulai melambung, maka Bulog akan melepas padinya untuk mengendalikan harga. Sehingga Bulog menjadi logistical board untuk memelihara harga. Mekanisme seperti ini yang dirasa Emil Salim tidak lagi berjalan saat ini.
“Jadi sektor pertanian yang sebenarnya menjadi pokok dari pembangunan negara kita, justru sekarang saya lihat lebih muncul sektor modernnya, ya Mall di kota dan sebagainya,” demikian lanjut Emil Salim. Jika kita memang mau mengutamakan sektor pertanian maka seharusnya penanaman modal pun dilakukan kepada sektor pertanian dan bukan kepada sektor di luarnya. Dampak dari bias ini membangkitkan exodus anak muda, keluar dari pertanian ke kota-kota dan melakukan pekerjaan yang bukan pekerjaan produktif, seperti bekerja di mall, sektor informal yang tidak terlalu memakai brain, dan sifatnya low productivity.
Bias – Kebijakan Anggaran Pemerintah
Bappenas yang notabene sebagai institusi perancang pembangunan, namun bukan lagi menjadi pengatur anggaran, saat ini anggaran lebih banyak dinegosiasikan dengan DPR. Sehingga DPR tentu akan mengutamakan konstituennya, dan kebanyakan proyek-proyek dimana konsituennya DPR terbesar berada yaitu Jawa, Sumatera, Bali, maka di sana jugalah investasi lebih banyak. Tetapi dimana konstituennya kecil seperti Papua, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan, maka menjadi tidak mendapatkan alokasi anggaran pembangunan yang besar.
Akibatnya 80% produk domestik bruto di Indonesia ini dihasilkan oleh Jawa, Sumatera, Bali dan di ketiga pulau ini jugalah 80% penduduk Indonesia berdomisili sehingga konstituen DPR pun lebih banyak berasal dari ketiga pulau ini. Sedangkan 20% produk domestic bruto dihasilkan oleh Sulawesi, Kalimatan dan lain lain, sehingga mekanisme anggaran ini mengakibatkan terjadinya ketimpangan pembangunan. Bila anggaran didasarkan pada konstituen DPR, maka siapakah yang akan memikirkan pembangunan Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan sebagainya?
Bias yang terjadi adalah titik berat perencanaan sekarang bergeser ke DPR yang juga sebagai badan anggaran, bukan lagi Bappenas dan bukan Departmen. Sehingga anggaran pun menjadi political anggaran, tetapi kemudian Mahkamah Konstitusi mencabut hak satuan tiga di badan anggaran DPR dan kembali ke pemerintah. Satuan tiga adalah dokumen anggaran yang memuat deskripsi program dan rincian alokasi pagu anggaran per program. Emil Salim menyambut baik putusan MK ini, dimana Pemerintah tidak lagi perlu negosiasi anggaran dengan DPR tetapi pemerintah yang memimpin apa yang harus dibangun. Emil Salim pun berharap Bappenas dapat kembali berfungsi sebagai perancang dan pengatur pelaksanaan anggaran pembangunan.