Selama Empat Tahun Tidak Ada Yang Tertarik Mendanai Uji Coba Si Bakal Vaksin Ebola

(Business Lounge – News & Insight) Tersedianya sebuah vaksin yang telah membantu perkembangan kesehatan dr. Kent Brantly bukanlah vaksin yang diciptakan dalam semalam. Vaksin ini telah dikembangkan dan diujicobakan kepada kera tetapi belum diujicobakan kepada manusia oleh karena keterbatasan biaya demikian berita yang dilansir oleh Aljazeera America.

Dari mewabahnya Ebola di Afrika Barat hingga hari ini, telah 932 orang tercatat tewas sehingga membuat wabah ini menjadi wabah yang paling mematikan yang pernah ada. Pemerintah pun mengambil langkah-langkah pencegahan dengan mengkarantina desa-desa, menutup sekolah demi untuk membendung epidemi. Korban terus bertambah oleh karena belum ada obat atau vaksin yang dapat menghambat menjalarnya virus ini.

Tetapi ternyata tidak sepenuhnya benar bahwa tidak ada vaksin atau obat yang dapat menghambat penyebarannya. Lebih dari empat tahun lalu, sebuah tim ilmuwan pemerintah AS telah mengembangkan bakal vaksin yang dapat melindungi kera dari beberapa strain Ebola. Ketika diujicobakan maka tingkat keberhasilannya mencapai 100%. Sedangkan untuk diujicobakan kepada manusia, hal ini belum pernah dilakukan. Bukan karena hal tersebut tidak memungkinkan tetapi karena adanya kendala biaya demikian diungkapkan Dr Daniel Bausch kepada Aljazeera America. Bausch adalah seorang profesor kedokteran tropis di Tulane University School of Public Health yang saat ini ditempatkan di US Naval Medical Research Unit 6 di Lima, Peru.

Tidak Ada yang Tertarik Mendanai Uji Coba si Bakal Vaksin

Biasanya National Institutes of Health dan pemerintah AS akan mendanai uji coba obat pada hewan. Sedangkan uji coba kepada manusia akan didanai oleh perusahaan farmasi yang memang tertarik untuk menjadi produsennya.

Tetapi untuk vaksin Ebola, tidak ada perusahaan farmasi yang tertarik untuk mendanainya demikian Bausch memaparkan. Mengingat kasus Ebola hanya terjadi secara sporadis dan sering kali hanya terjadi pada populasi yang benar-benar termiskin di dunia. Tentu saja itu bukan kandidat yang menarik untuk industri farmasi di sisi ekonomi. Padahal National Institutes of Health AS memiliki bakal vaksin yang baik, dan beberapa bakal obat yang baik untuk Ebola dan telah melalui pengujian yang cukup luas, setidaknya bakal vaksin ini sudah mengurangi angka kematian pada monyet.

Kendala lainnya juga adalah untuk mencari obyek yang tepat untuk menujicoba vaksin ini. Sebab biasanya mereka yang menjadi obyek uji coba tidak berkenan untuk diekspos. Atau penderita Ebola sangat sporadis dan sulit untuk ditemukan.

Wabah Ebola Pemicu Uji Klinis Bakal Vaksin

Adanya wabah Ebola yang sangat memprihatinkan di Afrika Barat memicu akan diadakannya uji klinis untuk bakal vaksin Ebola kepada manusia. Menurut Direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases, Anthony Fauci, uji klinis pada manusia telah dijadwalkan untuk dimulai pada bulan September. Meskipun demikian, akan membutuhkan waktu hingga bertahun-tahun sampai vaksin ini benar-benar aman dan efektif untuk manusia.

Namun saat ini, bakal vaksin ini telah diberikan kepada dr. Kent Brantly dan Nancy Writebol yang telah terjangkit Ebola namun US Food and Drug Administration (FDA) harus menandatangani pernyataan bahwa pemberian obat itu belum disetujui untuk digunakan pada manusia. Namun baik Brantly maupun Writebol telah menandatangani pernyataan bahwa mereka setuju untuk mendapatkan vaksin ini, demikian diberitakan oleh CNN.

ZMapp, si Bakal Vaksin

ZMapp adalah perpaduan antibodi monoklonal, yang mengikat virus untuk menonaktifkan itu. Antibodi ini dikembangkan dalam sel-sel tanaman tembakau oleh Kentucky Bioprocessing, yang dimiliki oleh raksasa tembakau Reynolds Amerika.

Mapp biofarmasi mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa ketersediaan obat ini masih sangat sedikit. Karena memang keamanannya belum diuji pada manusia. Tetapi akan segera serum eksperimen ini untuk diperbanyak.

Seruan Para Spesialis Ebola Tingkat Dunia

Pada hari Rabu (7/8) tiga tokoh spesialis Ebola di dunia, termasuk Peter Piot salah satu ilmuwan yang menemukan virus ini pada tahun 1976, meminta supaya obat eksperimental dan vaksin ini juga ditawarkan kepada orang-orang di Afrika Barat.

Piot mengatakan seperti yang dilansir oleh Aljazera Amerika bahwa hendaknya pemerintah Afrika diperbolehkan untuk membuat keputusan tentang apakah mau atau tidak menggunakan produk ini paling tidak untuk melindungi para pekerja kesehatan yang merawat pasien Ebola. Peter Piot adalah Direktur London School of Hygiene and Tropical Medicine. Pernyataan yang sama juga dating dari Jeremy Farrar, profesor dan dokter kesehatan global di Universitas Oxford, dan David Heymann, kepala Pusat Keamanan Global Health di Inggris yang berbasis di Chatham House.

Tidak Ada yang Dapat Memprediksi

Memang tidak ada yang dapat memprediksi apa yang akan terjadi empat tahun kemudian. Tetapi tidak ada kata terlambat untuk menyelamatkan jiwa banyak orang walaupun telah kehilangan lebih dari 900 nyawa. Para perusahaan farmasi dapat menarik pelajaran dari kasus ini untuk di kemudian hari meanggarkan dana untuk uji coba bakal vaksin atau bakal obat untuk penyakit yang paling langka dan yang mematikan. Anggap saja sebagai salah satu budget CSR mereka.

Brantly dan Writebol telah menjadi 2 orang pioneer untuk menerima si bakal vaksin dan vaksin itu telah membantu kesehatan mereka menjadi lebih baik.

uthe/Journalist/VMN/BL

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x