Resiko Perumus Ekonomi
Ketika Prof. Dr. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti Phd. (mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI) mendapatkan assignment untuk melanjutkan tugas para ekonom pendahulunya yang telah meletakkan pondasi perekonomian bangsa Indonesia, maka ia tidak dapat menutupi adanya kerisauan yang muncul di dalam hatinya. Bagaimana tidak, Indonesia merupakan sebuah negara yang sangat besar dengan penduduk dan kekayaan alam yang juga terbilang besar. Bagi orang yang “berpretensi” untuk meletakkan dasar perekonomian, maka hal ini bukanlah suatu hal yang mudah. Belum lagi orang kebanyakan akan memandang bahwa para ekonom dijamin akan bisa merumuskan segala sesuatu dengan pasti. Namun pada kenyataannya bagi seorang ekonom sekalipun ada sangat banyak faktor yang perlu dipertimbangkan serta beberapa kesulitan dalam menentukan suatu bentuk ideal.
Dorodjatun pun belajar dari negara-negara yang mengagungkan suatu bentuk ekonomi tertentu namun ternyata tidak mencapai apa yang mereka cita-citakan. Bahkan lembaga-lembaga international yang selama ini menjadi advisor bagi pembangunan ekonomi Indonesia seperti World Bank, IMF, juga tidak menunjukkan peran seperti yang di-advise-kan. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti menyatakan bahwa para perumus ekonomi memang harus berhati-hati di dalam meletakkan suatu dasar perekonomian sebab jikalau ia mengambil keputusan yang salah, maka seluruh penduduk Indonesialah yang akan menanggung akibatnya. Karena itu langkah pertama yang ia ambil adalah melihat kembali sejarah masa lalu bangsa ini. Kejadian apa saja yang pernah ada, bagaimana menghadapinya, baru kemudian ia dapat merumuskan apa yang akan ia lakukan.
Pada tahun 1997, sempat muncul sebuah ulasan dari Bank Dunia bahwa Abad Pasifik telah tiba. Negara-negara yang dianggap sebagai Macan Asia akan tampil memimpin perjalanan ekonomi dunia ini dan Indonesia adalah salah satu dari Macan Asia tersebut. Tetapi perkiraan tersebut ternyata meleset, bahkan tidak sampai satu tahun, ramalan ini tidak terbukti, kita malah menghadapi suatu krisis yang sangat berat bahkan di antara negara-negara di Asia. “Itulah sebabnya, melihat pengalaman masa lalu adalah hal yang sangat penting termasuk dalam merumuskan perekonomian secara rasional karena tidak mungkin sebuah perekonomian dapat tiba-tiba menjadi demikian luar biasa atau dalam seketika kita menjadi Macan Asia,” demikian Dorodjatun berujar.
Idealisme, Asumsi dan Realisasi
Apa yang telah dicita-citakan pada masa yang lampau oleh para ekonom pendahulu, ternyata membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk dapat merealisasikannya. Bahkan bisa saja membutuhkan waktu hingga mencapai beberapa dasa warsa untuk mewujudkannya. Belum lagi didalam perjalanannya dapat terjadi pergantian pemerintahan yang dapat berpengaruh pada perwujudan cita-cita tersebut. Sehingga bila kita berbicara tentang cita-cita di masa lalu maka kita perlu untuk mengkaitkannya dengan apa yang menjadi keinginan dari generasi yang sekarang. Sangat berbahaya bila kita membawa-bawa proyeksi yang hanya bergantung pada masa lalu, apalagi untuk masa yang terlalu lama. Sebab rumusan sepertil ini bukanlah yang mencerminkan nilai dan permasalahan yang akan dihadapi oleh generasi selepas 2014 ini.
Emil Salim pada kesempatan yang lain menyampaikan pada businesslounge.co – Vibiz Media Network, bahwa para tokoh ekonomi senior seperti Wijoyo Nitisastro, Ali Wardhana, J.B. Soemarlin di dalam meletakkan dasar ekonomi di Indonesia bukanlah semata-mata karena sebuah design yang dirancang untuk mencapai bentuk ekonomi yang ideal, namun sebuah proses penanganan masalah ekonomi yang carut marut pasca kemerdekaan Indonesia (lihat : Emil Salim: Melepaskan Ekonomi Indonesia dari Hiperinflasi 650%).
Asumsi yang dipakai untuk perumusan ekonomi ataupun penanganan proses ekonomi akan selalu berubah sehingga sebuah rumusan ideal akan sangat sulit untuk dipertahankan sebab realitanya akan berbeda dari waktu ke waktu. Bahkan ketika Vibiz Economic Research melakukan penelitian dengan mengembangkan VRII (Vibiz Regional Investment Index), asumsi tersebut pun memang berubah-ubah sesuai dengan tahapan pembangunan ekonomi yang sedang berjalan, yaitu ketika setiap tahapnya harus menghadapi penyakit bawaan dari tahap sebelumnya dan juga penyakit yang dihadapi pada masanya (lihat : Bernhard Sumbayak : Pertumbuhan Ekonomi, Politik dan Penyakitnya).
Gejolak dan Perubahan Ekonomi
Dorodjatun Kuntjoro-Jakti menekankan bahwa diperlukannya kehati-hatian untuk merumuskan perekonomian bangsa ini, karena sejak tahun 1985 tidak ada lagi sebuah kondisi ekonomi yang tenang melainkan kondisi yang terus bergejolak yang dapat ditimbulkan dari berbagai sumber, seperti krisis minyak, krisis politik atau bahkan akibat salah perhitungan seperti Sub-prime Mortgage. Sehingga perlu diperhatikan juga, apakah globalisasi itu menguntungkan atau merugikan Indonesia ? Untuk itu perlu para pelaku ekonomi di Indonesia ini untuk cerdas dan cepat dalam menangani segala gejolak yang berlangsung.
(Article ini adalah bagian 1 dari 3 seri pandangan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti)
Back to Prof. Dr. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti – Mencari Bentuk Ekonomi Indonesia