Asia, Kawasan Berlimpah Beras

(Business Lounge – Business Today) – Asia menjadi kawasan berlimpah beras. Cuaca yang mendukung serta sokongan pemerintah kepada petani menghasilkan panen berlimpah ruah.

Banjir pasokan beras menurunkan harga bagi pengimpor kakap di Afrika dan Cina. Namun, para konsumen di beberapa negeri penghasil terbesar beras seperti Thailand dan India harus membayar lebih mahal karena pasokan beras menumpuk di gudang-gudang milik pemerintah.

Saat menaiki kereta dari New Delhi menuju wilayah-wilayah tetangga, tumpukan beras yang hanya ditutupi terpal dan teronggok begitu saja di atas alas kayu menjadi pemandangan biasa. Di Thailand, pemerintahnya telah mempertimbangkan penggunaan fasilitas penyimpanan di bandar udara lama yang terletak di kota guna menyimpan beras. Pasalnya, fasilitas penyimpanan yang lain penuh.

Surplus beras terjadi berkat cuaca mendukung serta diberlakukannya program-program pemerintah yang mendorong budidaya beras. Cadangan beras dunia diproyeksikan meningkat hingga 2% tahun ini, peningkatan tahunan untuk sembilan kali berturut-turut, demikian keterangan dari International Grains Council.

Para analis memandang berlimpahnya ketersediaan beras kian memburuk. Thailand, salah satu pengekspor utama, berupaya menjual sebagian surplus beras yang mencapai 17 juta ton. Itu adalah ujung dari program subsidi yang memungkinkan pemerintah membeli beras dari para petani di atas harga pasar. India, pengekspor beras terbesar dunia, tengah menunggu panen besar-besaran dalam dua bulan ke depan. Demikian pula Pakistan. Sementara itu, permintaan dari para pengimpor terbesar, termasuk Filipina dan Nigeria, menurun.

“Jika Thailand berhasil memindahkan berasnya, tekanan harga beras pasti akan menurun,” ujar Darren Cooper, ekonom senior International Grains Council.

Indeks harga beras global anjlok hingga 200 pada Jumat dan menjadi yang terendah sejak September 2010. Untuk tahun ini, persentasenya merosot sebesar 5%. Namun, harga beras di tiap negara tidaklah sama karena sebagian besar beras dijual di negara produsen. Hanya sekitar 8% beras yang diperdagangkan secara internasional. Angka itu lebih rendah ketimbang gandum, 20%, dan kedelai, 36%.

Dengan adanya pasar beras yang terfragmentasi serta regulasi yang berlangsung ketat, ini artinya para konsumen dan pihak yang membutuhkan beras tidak banyak mengambil manfaat dari pihak yang berkelebihan. Sejumlah kelompok penyandang bantuan memilih untuk membagikan beras sebelum kualitasnya memburuk. Sementara itu, pihak lain mengatakan pemerintah harus mendorong alih produk lain dengan memangkas harga ke petani.

Sementara petani di Thailand menangguk untung, harga beras di pasar swalayan negara itu naik 10% sejak 2011 menyusul ketatnya pasokan. Pasalnya, meski stok beras di gudang pemerintah berlimpah, para pedagang beras di Thailand mengimpor beras dari Kamboja dan Vietnam. Pemerintah, yang mensubsidi pendapatan petani melalui harga beli beras yang tinggi, enggan menjual beras dengan harga rendah di pasar domestik.

(FJ/FJ-BL, WSJ)

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x