(The Manager’s Lounge – Leadership) – American Express berhasil menghadapi badai krisis finansial dengan cukup baik. Secara tak terduga, AmEx melunasi seluruh pinjaman TARP kepada Treasury, Departemen Keuangan AS. Kemudian, kuartal III ini mereka membukukan hasil yang melampaui estimasi. Kepemimpinan Kenneth Chenault yang pernah mengatasi krisis 9/11 di AmEx pada tahun 2001 jelas memegang peranan penting dalam mengatasi krisis finansial saat ini.
Kenneth Chenault lahir di Long Island, New York, dan memperoleh gelar sarjana bidang Sejarah di Bowdoin College pada tahun 1973, kemudian Harvard Law School pada tahun 1976. Awal karirnya ia merupakan associate di firma hukum Rogers & Wells dan konsultan manajemen Bain & Co. Baru kemudian pada tahun 1981 ia bergabung dengan American Express, dimana karirnya menanjak hingga sekarang menempati posisi CEO.
Chenault mengembangkan skill crisis management sejak tahun pertamanya sebagai CEO American Express. Saat itu perusahaan tengah mengalami krisis akibat peristiwa 9/11, dimana waktu itu bisnis travel hancur, dan consumer spending anjlok, sehingga dampaknya kurang baik bagi AmEx. Pengalaman tersebut memberi bekal yang mumpuni untuknya dalam memimpin AmEx di tengah kondisi krisis finansial saat ini.
Focus Shift
Krisis finansial kali ini cukup memukul bisnis American Express. Consumer spending yang turun otomatis juga mengurangi penggunaan kartu kredit. Resesi kali ini agak berbeda dengan resesi-resesi sebelumnya, sehingga mengharuskan AmEx untuk menerapkan strategi yang berbeda.
Pemikiran umum yang beredar saat ini adalah, para affluent customer yang merupakan pelanggan AmEx, akan tetap melakukan spending meskipun tengah mengalami tekanan resesi. Namun, ternyata saat ini justru highly affluent customer yang spending-nya paling merosot dibandingkan pelanggan yang lain. Hal ini kemungkinan besar karena highly affluent customer juga mengalami kemerosotan yang besar pada kekayaannya, seperti anjloknya nilai rumah terutama di California dan Florida, serta bursa saham yang sempat terjun bebas.
Sehingga, hal ini mengakibatkan Chenault untuk mengubah prioritas AmEx. Jika awalnya berfokus pada growth, maka kini lebih ke mempertahankan likuiditas, profitabilitas, serta selektif dalam berinvestasi untuk growth.
Hasilnya, kuartal III ini AmEx berhasil mendulang profitabilitas yang melampaui estimasi. Meskipun total pendapatan anjlok 16% menjadi $6 miliar, dan pendapatan merosot menjadi $640 juta, namun berhasil melampaui estimasi. Perusahaan berhasil memangkas beban sebesar 17%, seiring dengan pemangkasan tenaga kerja, pemasaran hingga benefit. Meskipun jumlah spending merosot 11% dibandingkan dengan tahun lalu, namun AmEx berhasil menurunkan write-off kredit macet menjadi 8.9% dibandingkan kuartal sebelumnya yakni 10%.
Kunci Keberhasilan
Salah satu kunci keberhasilan Chenault dalam mengatasi downturn perekonomian adalah karena AmEx punya diversifikasi dalam business model serta focus pada customer service.
Pertama, awalnya memang likuiditas AmEx sangat tergantung pada wholesale funding, yang terutama berasal dari produk deposito. Melalui produk deposito ini, menurut Chenault, mereka telah memperoleh pendanaan mencapai $20 miliar. Namun, produk deposito ini tidak hanya mereka jual sendiri, melainkan juga bekerjasama dengan institusi finansial atau pihak ketiga lainnya, dan produk ini rupanya cukup populer. Namun kemudian AmEx mulai mendiversifikasikan channel pendanaannya, seperti dengan meluncurkan produk direct-deposit, sehingga tidak tergantung pada wholesale funding.
Chenault juga meluncurkan produk baru yakni charge card AmEx yang mengharuskan pelanggan untuk membayar tagihannya full pada akhir bulan. Kartu ini diluncurkan berdasarkan keinginan dari pelanggan untuk lebih disiplin dalam mengontrol pengeluarannya.
Partnership dengan bank-bank lain juga berperan penting dalam menopang growth AmEx. AmEx bekerjasama dengan bank-bank lainnya di seluruh dunia untuk menerbitkan kartu kredit American Express. Sejauh ini, usaha tersebut sukses secara global.
Kemudian AmEx juga bekerjasama dengan brand-brand lain, seperti restoran dan ritel, terutama terkait dengan informasi yang mereka miliki mengenai pelanggan. Misalnya, jaringan restoran Darden mengandalkan AmEx untuk memilih lokasi restorannya. Berdasarkan informasi yang dimiliki terkait dengan pelanggan, tentunya Amex menjadi partner kerjasama yang baik.
Kepemimpinan Chenault
Kepemimpinan yang solid sangat dibutuhkan di masa krisis, dan itulah keunggulan yang dimiliki oleh Chenault.
Menurut Chenault, seorang pemimpin sudah seharusnya mendefinisikan realitas dan memberikan harapan. Jadi, pemimpin tidak hanya dapat menganalisa situasi, namun juga menciptakan visi dan memotivasi orang untuk mencapai tujuan.
Nah, dalam kondisi perekonomian seperti ini maka pemimpin juga harus berkomunikasi secara konsisten, untuk memberi pemahaman mengenai perubahan yang terjadi terutama isu yang dihadapi perusahaan, dan yang penting bagaimana respon pemimpin terhadap masalah tersebut. Pengalamannya dalam menangani peristiwa 9/11 telah menjadikannya matang dalam skill crisis management seperti saat ini.
Prinsip-prinsip Chenault mengenai kepemimpinan yang baik diantaranya adalah integritas, yakni kejujuran dan konsistensi antara tindakan dan perkataan; keberanian; kolaborasi yakni efektif dalam membantu tim untuk menang; dan punya perhatian yang tulus terhadap orang lain, karena seorang pemimpin punya pengaruh terhadap sekitarnya juga kesuksesan organisasi.
Foto: businessweek.com, fishtrain.com, hirelabs.com.
Rinella Putri/RP/tml