(The Manager’s Lounge – Sales & Marketing) – Keberhasilan Implementasi Proses Penjualan
Instalasi proses penjualan akan membawa dampak luas dalam organisasi Anda. Oleh sebab itu, implementasinya harus dikelola lebih dari sekedar acara pelatihan – tetapi harus dikelola sebagai proses perubahan organisasional (Ilustrasi 3).
Bagaimana cara terbaik untuk mempengaruhi implementasi menajemen perubahan? Tentukan dulu siapa saja yang dibutuhkan untuk proyek itu. Pertimbangan setiap orang dari segala bidang kerja yang akan ikut menerapkan perubahan. Hali ini bisa meliputi penjualan, dukungan penjualan, manajemen penjualan, pemasaran, teknologi informasi, da dukungan eksekutif.
Apakah mereka semua sudah sibuk? Biasanya, ya. Bagaimana cara Anda menarik mereka dari kesibukan itu? Tentukan prioritas Anda. Jika Anda ingin menciptakan SCBT, orang harus dapat memimpin perubahan itu.
Ilustrasi 3. Implementasi Proses Penjualan
Langkah pertama implementasi adalah menganalisis organisasi penjualan, Analisis ini akan membantu Anda untuk melihat potensi kendala implementasi dan apa yang dibutuhkan untuk mengatasinya. Jika Anda hendak secara total mengubah fungsi penjualan, analisis Anda akan sangat ekstensif. Namun kalau Anda cuma mau “sedikit demi sedikit” kajian cukup sederhana saja.
Hasil analisis Anda akan menjadi agenda penyelarasanlangkah eksekutif dan manajemen. Eksekutif perlu memahami tujuan proyek perbaikan proses penjualan, kendala, cara mengatasi, peran dan kegiatan yang harus dilakukan manajer selama proyek berjalan, dan yang terpenting, tolak ukur suksesnya.
Supaya dapat menghilangkan kendala, integritaskan proses baru itu ke dalam system yang sudah Anda jalankan selama ini. Misalnya, Anda integritaskan hal itu dengan system CRM, sistem reward-punishment, cara rekrutmen, dan aspek lainnya. Denagn menyesuaikan isi program, Anda akan dapat memaksimalkan kompatibilitas kultural.
Bersamaan dengan fase integras, atau sesudahnya, Anda fungsikan proses baru itu. Hal ini biasanya dilakukan melalui pelatihan tradisional, namun juga dapat menggunakan e-learning atau media lain.
Bina manajer Anda agar tahu cara menjaga operasionalisasi proses baru itu dilapangan. Ini bisa meliputi pelatihan manajemen penjualan dan pelatihan peralatan otomatis atau CRM software, tergantung kebutuhan. Lakukan kajian periodic umtuk mengamati macam perilaku yang efektif dalam pembinaan, yang memungkinkan mereka menjaga kelangsungan hidup proses baru itu dalam organisasi.
Terakhir, ukur dampak proyek, menggunakan tolak ukur yang telah ditentukan dalam tahapan penyelarasan manajemen. Dengan begitu eksekutif dapat menentukan sejauh mana kesuksesan atau kegagalan itu terjadi dan kemudian melakukan penyesuaian seperlunya.
SCBT Sebagai Sistem Nilai
Bukan hanya pelatihan penjualan, merekrut orang terbaik, manajemen implementasi, dan otomatisasi, yang dibutuhkan oleh SCBT, sebab penciptaan SCBT harus menjadi bagian dari sistem nilai yang begitu pentingnya sehingga perilaku, keputusan, dan langkah perusahaan harus mengacu kepad hal tersebut.
Pelanggan adalah satu-satunya alasan mengapa bisnis dijalankan. Dengan demikian pelanggan harus menjadi pusat perhatian utama dari apa saja yang dilakukan perusahaan. Orientasi ke pelanggan menjadi dasar bagi system nilai dan Sales Culture. Semua sumber daya yang dapat dimiliki dan dipertahankan perusahaan hingga sekarang berasal dari kemampuan perusahaan menarik pelanggan, bukan sembarang pelanggan, tetapi pelanggan yang berpotensi untuk memberikan keuntungan. Itulah tujuan SCBT diciptakan dan dipelihara.
Keliru jika eksekutif menciptakan SCBT hanya untuk tujuan jangka pendek. Jika Anda tidak berhati-hati, SCBT yang Anda ciptakan itu hanya akan temporer saja. Biasanya, kultur seperti ini tidak tahan lama karena memiliki landasan yang tidak kokoh – tidak punya system nilai.
Agar SCBT tahan lama, landasannya harus bukan manfaat, atau “ketamakan” jangka pendek. Saya saksikan ini setiap hari. Perusahaan merekrut sejumlah eksekutif baru yang diyakini dapat “menjanjikan masa depan lebih baik”. Kemudian, para eksekutif ini – semata-maat bertujuan “mengkilaukan” namanya sendiri – menyusun program yang serba progresif, menciptakan model baru, termasuk sales plainning rumit yang targetnya sangat ambisius. Lantas kita dengar mereka berkata “Kita harus agresif kalau mau menang di pasar. Kita ciptakan tim yang tidak pernah mau menerima jawaban ‘tidak’ ”.
(Fadjar Ari Dewanto/AA/TML)