Microsoft

Microsoft PHK 9.000 Pekerja Demi Fokus AI

(Business Lounge – Technology) Microsoft kembali melakukan gelombang pemutusan hubungan kerja besar-besaran. Sekitar 9.000 pekerja akan terdampak, menurut laporan dari The Wall Street Journal dan Bloomberg, menambah jumlah pemangkasan sebelumnya yang mencapai 6.000 orang pada bulan Mei. Total, raksasa teknologi asal Redmond, Washington ini telah memangkas sekitar 15.000 posisi hanya dalam dua kuartal, menunjukkan tekanan restrukturisasi yang semakin dalam di tengah perubahan besar-besaran dalam strategi bisnis mereka—terutama terkait integrasi kecerdasan buatan.

Pemangkasan ini, menurut pernyataan resmi Microsoft, bertujuan untuk “menyelaraskan sumber daya dengan prioritas strategis jangka panjang,” yang secara implisit merujuk pada investasi agresif perusahaan dalam teknologi AI generatif, termasuk kemitraannya dengan OpenAI serta integrasi model GPT ke dalam produk-produk utama seperti Microsoft 365, Azure, dan Copilot.

Namun di balik pernyataan korporat yang terdengar hati-hati itu, keputusan ini mencerminkan realitas yang lebih kompleks: perlombaan AI global tidak hanya mendorong inovasi, tetapi juga menciptakan tekanan luar biasa pada struktur biaya dan alokasi sumber daya internal perusahaan teknologi raksasa. Microsoft, yang kini bernilai lebih dari $3,5 triliun dan bersaing langsung dengan Apple dan Nvidia dalam kapitalisasi pasar, tidak luput dari realitas ekonomi—yakni kebutuhan untuk menjaga margin keuntungan di tengah transformasi struktural yang besar.

Menurut Bloomberg, PHK kali ini berdampak pada sejumlah unit non-AI dan legacy, termasuk tim infrastruktur cloud tradisional, divisi pengalaman pengguna, serta sebagian tim penjualan enterprise di wilayah internasional. Artinya, unit-unit yang dianggap kurang strategis dalam mendukung ekspansi AI jangka panjang kini mulai dikorbankan demi efisiensi.

Langkah ini terjadi di tengah lonjakan pengeluaran modal Microsoft, khususnya dalam pembangunan pusat data skala besar, pembelian chip Nvidia H100 dan B200 dalam jumlah masif, serta pengembangan chip AI internal seperti Azure Maia dan Azure Cobalt. Dalam laporan keuangannya terakhir, Microsoft mencatat peningkatan capex (belanja modal) lebih dari 70% secara tahunan, didorong oleh kebutuhan untuk menopang model-model AI generatif skala besar yang kini menjadi poros utama pertumbuhan perusahaan.

Kepala Eksekutif Microsoft, Satya Nadella, beberapa kali menyatakan bahwa “AI adalah platform perubahan generasi,” seraya menegaskan bahwa perusahaan harus melakukan “pergeseran investasi dari infrastruktur lama ke arsitektur masa depan.” Namun, pergeseran ini tidak terjadi tanpa korban. Ribuan pegawai, termasuk para insinyur berpengalaman dan staf pendukung, kini harus mencari jalur baru di tengah pasar kerja teknologi yang juga sedang mengalami kontraksi.

Menurut analis dari Gartner dan Forrester, PHK ini mencerminkan pola yang kini menjadi norma baru di industri teknologi: perusahaan besar memangkas tenaga kerja tradisional untuk mendanai inisiatif frontier seperti AI, quantum computing, dan perangkat keras khusus. Dengan kata lain, dunia teknologi kini berada dalam mode “survival of the smartest”, di mana setiap dolar pengeluaran harus langsung berkontribusi pada strategi pertumbuhan yang disukai investor.

Namun, langkah Microsoft juga menimbulkan kritik tajam. Dalam forum komunitas karyawan di platform seperti Blind dan Reddit, sejumlah pekerja mempertanyakan mengapa PHK dilakukan ketika perusahaan mencatat rekor laba dan terus meningkatkan dividen kepada pemegang saham. Banyak yang menilai keputusan ini sebagai “efisiensi berbasis narasi investor,” bukan karena kondisi keuangan mendesak.

Beberapa pihak bahkan melihat ini sebagai bentuk “kanibalisasi internal,” di mana sumber daya manusia lama dipotong untuk memberi tempat bagi perekrutan bakat AI baru. Dalam 12 bulan terakhir, Microsoft telah merekrut puluhan ilmuwan top dari Google DeepMind, Meta, dan laboratorium independen untuk memperkuat tim AI-nya. Gaji dan insentif bagi talenta AI frontier diketahui jauh melampaui rata-rata kompensasi insinyur perangkat lunak biasa.

Fenomena ini mencerminkan ketimpangan struktural yang makin terasa di industri. Talenta yang menguasai model transformer, sistem distributed training, dan komputasi GPU kini berada di puncak piramida, sementara peran-peran tradisional semakin terpinggirkan. Bahkan dalam internal Microsoft sendiri, beberapa unit teknologi lama seperti .NET, Windows legacy, dan produk enterprise lawas mulai kehilangan prioritas strategis.

Dari perspektif pasar, investor sejauh ini menyambut baik langkah efisiensi ini. Harga saham Microsoft sempat naik setelah pengumuman PHK tersebut, mencerminkan keyakinan bahwa perusahaan semakin fokus pada pertumbuhan jangka panjang berbasis AI. Dalam laporan Reuters, beberapa analis dari Morgan Stanley dan Goldman Sachs menyebut PHK ini sebagai “sinyal disiplin operasional di tengah transformasi strategis.”

Namun, tidak semua pengamat sepakat. Beberapa analis kebijakan ketenagakerjaan di AS memperingatkan bahwa pola PHK berturut-turut di sektor teknologi bisa menimbulkan gelombang ketidakstabilan sosial, terutama jika tidak diimbangi dengan upaya pelatihan ulang tenaga kerja atau transisi ke sektor AI. Dalam jangka menengah, mereka khawatir bahwa ketimpangan antara jumlah talenta yang dibutuhkan industri AI dan pekerja teknologi konvensional yang terdampak PHK bisa menciptakan “kelas menengah digital yang runtuh”.

Sementara itu, dari sisi eksternal, langkah Microsoft juga memberi tekanan ke pesaing. Amazon, yang sebelumnya mengumumkan investasi besar di Anthropic, juga memangkas ribuan pekerja tahun ini. Google pun terus melakukan restrukturisasi tim cloud dan hardware mereka. Ini menunjukkan bahwa seluruh sektor sedang mengalami “reorganisasi massal”—bukan karena krisis keuangan, melainkan karena tekanan teknologi dan ekspektasi pasar yang berubah cepat.

Bagi Microsoft, pertanyaan berikutnya adalah: seberapa jauh mereka akan mendorong transisi ini? Apakah 9.000 PHK hanya awal dari gelombang lain? Atau apakah ini adalah penyesuaian terakhir sebelum mereka memasuki fase pertumbuhan AI secara penuh?

Dalam pernyataan internal yang bocor ke media, Satya Nadella menyebut bahwa “organisasi harus terus berevolusi untuk tetap relevan.” Ia juga menegaskan bahwa tahun fiskal mendatang akan menjadi “tahun AI,” dan seluruh tim diminta untuk “memposisikan diri sesuai arah transformasi tersebut.”

Dalam banyak hal, Microsoft menjadi contoh paling jelas dari dilema korporasi abad ke-21: antara menjaga pertumbuhan jangka pendek dan mempersiapkan masa depan teknologi. Di satu sisi, mereka harus mempertahankan margin dan laba untuk memuaskan pasar. Di sisi lain, mereka harus menanam modal besar dalam bidang yang belum terbukti secara komersial, seperti AGI dan AI kreatif.

Namun yang pasti, gelombang PHK ini menandai bahwa transformasi AI bukan hanya soal perangkat lunak atau chip—tetapi juga tentang manusia, pekerjaan, dan struktur perusahaan itu sendiri. Siapa yang tersisa setelah debu perubahan ini mereda, akan menentukan wajah industri teknologi di dekade mendatang.