(Business Lounge – Lead and Follwo) Dalam buku The Coaching Habit, Michael Bungay Stanier memperkenalkan pertanyaan ketujuh dalam kerangka coaching-nya: “What was most useful for you?” atau dalam bahasa Indonesia, “Apa yang paling berguna untukmu?”. Pertanyaan ini disebut The Learning Question karena berfungsi untuk memperkuat pembelajaran, memperdalam makna dari percakapan yang telah terjadi, dan membangun kesadaran reflektif dalam hubungan kerja.
Stanier menekankan bahwa pembelajaran yang bermakna tidak terjadi secara otomatis setelah seseorang mendengar informasi atau berdiskusi. Justru, pembelajaran yang bertahan lama dan menciptakan perubahan perilaku hanya terjadi ketika seseorang merefleksikan dan mengartikan ulang pengalaman tersebut. Di sinilah kekuatan The Learning Question bekerja dengan ia memaksa otak untuk berhenti, menengok ke belakang, dan mengambil makna dari apa yang baru saja terjadi.
Mengapa Pertanyaan Ini Penting?
Dalam dunia kerja modern yang penuh dengan rapat, presentasi, dan percakapan cepat, pembelajaran sering kali menjadi aktivitas pasif. Informasi mengalir deras, namun jarang berhenti untuk diproses. Sebagai hasilnya, hanya sedikit yang benar-benar dipahami atau diingat. Pertanyaan ini menjadi alat sederhana untuk mengubah dinamika itu. Ia mengarahkan seseorang agar tidak hanya mendengar, tetapi juga mengambil makna dan manfaat.
Bagi pemimpin, pertanyaan ini memberikan dua manfaat utama. Pertama, ia menciptakan efek closure yang positif dalam sebuah interaksi—sebuah penutup yang menegaskan bahwa waktu yang dihabiskan bersama bukanlah percuma. Kedua, ia membantu memperkuat hubungan karena menunjukkan bahwa kita peduli terhadap apa yang dirasakan dan dipelajari oleh orang lain.
Efek Psikologis dari Refleksi
Dalam psikologi kognitif, dikenal istilah The Testing Effect, yaitu fenomena di mana seseorang belajar lebih efektif bukan ketika mereka mendengarkan atau membaca berulang-ulang, tetapi ketika mereka diminta mengingat dan menjelaskan ulang apa yang telah dipelajari. Pertanyaan “Apa yang paling berguna untukmu?” adalah bentuk sederhana dari prinsip ini. Ia membantu mengaktifkan ingatan dan memperkuat jalur neurologis yang terkait dengan informasi tersebut.
Lebih jauh, ketika seseorang menjawab pertanyaan ini, mereka cenderung merasa lebih puas terhadap percakapan tersebut. Mereka merasa dihargai, merasa berkembang, dan merasa bahwa waktu mereka diinvestasikan dengan baik. Efek ini sangat penting dalam membangun budaya coaching yang positif.
Menghindari Penutup yang Tidak Produktif
Sering kali, sesi coaching atau percakapan penting berakhir dengan frasa seperti, “Oke, kita sudahi saja ya,” atau, “Ya, semoga berhasil.” Penutupan semacam ini tidak membantu siapa pun untuk mengonsolidasikan pembelajaran atau menegaskan langkah selanjutnya. Sebaliknya, dengan bertanya “Apa yang paling berguna untukmu?”, kita menciptakan penutup yang konstruktif, reflektif, dan memberdayakan.
Pertanyaan ini juga mencegah asumsi dari pihak coach atau pemimpin. Sering kali kita merasa tahu apa bagian paling penting dari percakapan, padahal bisa saja klien atau rekan kita mendapatkan manfaat dari bagian lain yang tak terduga. Dengan membiarkan mereka menegaskan hal yang paling berguna bagi mereka, kita belajar tentang cara mereka memproses informasi dan apa yang mereka butuhkan ke depan.
Contoh Penggunaan dalam Dunia Kerja
Bayangkan seorang manajer selesai berdiskusi dengan anggota timnya tentang strategi pemasaran baru. Alih-alih langsung menutup dengan instruksi, ia bertanya, “Dari semua hal yang kita bicarakan, apa yang paling berguna buat kamu?” Pertanyaan ini membuka ruang refleksi dan membantu sang anggota tim memfokuskan kembali energinya pada bagian yang paling berdampak.
Atau dalam sesi evaluasi proyek, pemimpin tim bertanya pada setiap anggota, “Apa pelajaran terbesar yang kamu dapat dari fase ini?” Pertanyaan tersebut tidak hanya menggali pembelajaran, tetapi juga memperkuat budaya belajar dalam organisasi.
Bahkan dalam interaksi kecil, seperti setelah sesi pelatihan atau mentoring informal, pertanyaan ini bisa menjadi alat untuk memastikan bahwa pembelajaran benar-benar melekat. Cukup dengan bertanya, “Apa yang ingin kamu coba lakukan secara berbeda minggu ini?”
Memperkuat Kebiasaan Coaching
Pertanyaan ini sangat cocok sebagai penutup dalam kombinasi dengan The Kickstart Question di awal. Kickstart membuka percakapan secara eksploratif, Learning Question menutupnya secara reflektif. Dengan membiasakan struktur ini, seorang manajer bisa membentuk kerangka coaching yang singkat namun bermakna dalam percakapan harian.
Stanier menyarankan agar pemimpin tidak merasa harus “mengajarkan sesuatu” dalam setiap percakapan. Tugas utama pemimpin adalah menciptakan ruang bagi orang lain untuk belajar. The Learning Question mengubah percakapan menjadi peluang pembelajaran yang otonom dan personal.
Mengubah Budaya Organisasi
Budaya organisasi dibentuk oleh pola interaksi berulang. Ketika para pemimpin secara konsisten menutup percakapan dengan pertanyaan reflektif seperti ini, organisasi akan mulai terbiasa untuk menilai setiap pertemuan sebagai kesempatan belajar. Orang akan mulai berpikir, “Apa manfaat dari pertemuan ini bagi saya?” dan “Apa yang bisa saya aplikasikan setelah ini?”
Dalam jangka panjang, organisasi yang membudayakan refleksi akan lebih adaptif, inovatif, dan resilien. Mereka tidak hanya cepat bergerak, tetapi juga tahu mengapa mereka bergerak ke arah tertentu. Mereka tidak hanya produktif, tetapi juga bijak.
Mempraktikkan Pertanyaan Ini
Untuk mulai menggunakan The Learning Question, berikut beberapa strategi:
- Ajukan di akhir setiap rapat atau percakapan penting.
- Jadikan bagian dari template evaluasi proyek atau pelatihan.
- Gunakan dalam one-on-one mingguan dengan anggota tim.
- Latih diri untuk menunggu dengan sabar jawaban dari pertanyaan ini—kadang perlu waktu untuk seseorang merenung.
Variasi Pertanyaan yang Setara
- “Apa yang akan kamu lakukan secara berbeda setelah ini?”
- “Apa hal baru yang kamu sadari hari ini?”
- “Apa satu ide yang akan kamu bawa pulang?”
- “Apa bagian terbaik dari percakapan ini buatmu?”
Semua variasi ini memiliki satu tujuan yang sama: menciptakan pembelajaran aktif dan membangun kesadaran atas makna dari pengalaman.
Dari Percakapan Menjadi Transformasi
Dengan menambahkan satu pertanyaan sederhana di akhir interaksi, kita bisa mengubah percakapan menjadi pengalaman yang transformatif. The Learning Question bukan hanya alat coaching, tetapi juga jendela menuju budaya kerja yang lebih reflektif, cerdas, dan penuh makna. Coaching yang efektif bukan hanya membantu orang menyelesaikan masalah hari ini, tetapi juga membantu mereka menjadi lebih baik esok hari. Dan semua itu bisa dimulai dari satu pertanyaan: “Apa yang paling berguna untukmu?”
Penerapan di Perusahaan Indonesia
Dalam konteks organisasi di Indonesia, di mana budaya kerja cenderung hierarkis dan orientasi pada hasil sering lebih ditekankan daripada proses, pertanyaan reflektif seperti “Apa yang paling berguna untukmu?” menjadi sangat penting namun juga menantang untuk diterapkan. Banyak manajer masih merasa harus memberi jawaban, bukan memfasilitasi refleksi. Begitu pula banyak karyawan belum terbiasa diajak merenung atau menyuarakan pembelajaran mereka secara terbuka.
Namun justru karena itu, The Learning Question bisa menjadi alat transformatif. Di perusahaan Indonesia, pertanyaan ini dapat menjadi jembatan antara budaya kerja konvensional dan kebutuhan modern akan pembelajaran yang otonom dan kolaboratif. Misalnya, dalam evaluasi proyek mingguan, manajer dapat menutup pertemuan dengan bertanya, “Apa yang paling berguna dari rapat ini buat tim kita?” Dengan begitu, tim dilatih untuk berpikir tentang manfaat nyata, bukan sekadar menyelesaikan agenda.
Pertanyaan ini juga sangat cocok diterapkan dalam proses onboarding, sesi coaching internal, hingga pertemuan informal antar departemen. Dengan pertanyaan ini, pimpinan menunjukkan bahwa pembelajaran adalah nilai yang dihargai, dan bahwa setiap individu bertanggung jawab untuk menemukan makna dan nilai dari interaksinya.
Kuncinya adalah konsistensi dan ketulusan. Jika pemimpin terus menerapkan pertanyaan ini secara konsisten dalam berbagai konteks, maka perlahan-lahan akan tercipta budaya reflektif yang kuat. Budaya seperti ini akan meningkatkan engagement, memperkuat rasa tanggung jawab, dan mempercepat proses pembelajaran organisasi.