Dick’s Sporting Goods

Dick’s Sporting Goods Caplok Foot Locker Senilai $2,4 Miliar

(Business Lounge – Global News) Langkah Dick’s Sporting Goods mengakuisisi Foot Locker dengan nilai tunai sebesar 2,4 miliar dolar AS menandai momen penting dalam konsolidasi ritel olahraga di Amerika Serikat. Dalam dunia ritel yang tengah berubah cepat akibat tekanan dari e-commerce, perubahan gaya hidup konsumen, serta ketegangan harga dan logistik pasca-pandemi, akuisisi ini memperlihatkan strategi berani Dick’s untuk memperluas pijakan pasarnya dan menegaskan dominasinya dalam segmen perlengkapan olahraga dan alas kaki.

Dalam pengumuman yang dikutip oleh The Wall Street Journal, Dick’s Sporting Goods menyatakan akan membayar 24 dolar AS per saham secara tunai kepada pemegang saham Foot Locker, dengan nilai total transaksi mencapai 2,4 miliar dolar AS. Kesepakatan ini memberikan premi sekitar 30% terhadap harga saham Foot Locker sebelum pengumuman, yang mencerminkan itikad Dick’s untuk mempercepat ekspansi vertikal dan memperluas kontrol atas rantai nilai produk olahraga di seluruh Amerika Utara.

CEO Dick’s, Lauren Hobart, dalam pernyataan resmi yang dikutip oleh Bloomberg, menyebut bahwa “Foot Locker membawa portofolio merek yang kuat, basis pelanggan setia, dan posisi penting di pasar ritel sepatu olahraga yang akan memperkaya dan memperluas ekosistem ritel kami.” Hobart menambahkan bahwa akuisisi ini akan menciptakan “kekuatan baru dalam lanskap ritel aktif” dengan kemampuan logistik dan distribusi yang lebih luas, serta skala ekonomi yang lebih besar.

Langkah ini terjadi di tengah perubahan struktur kompetisi dalam ritel olahraga. Selama beberapa tahun terakhir, baik Dick’s maupun Foot Locker menghadapi tantangan berat dari peritel daring seperti Amazon serta perubahan strategi dari pemasok besar seperti Nike dan Adidas yang mulai fokus pada penjualan langsung ke konsumen (direct-to-consumer/DTC). Pada 2021, Nike mengurangi distribusinya ke Foot Locker, memicu kekhawatiran bahwa model bisnis berbasis pengecer tradisional akan terpinggirkan oleh strategi digital-first.

Namun, menurut analis dari Cowen yang dikutip oleh Reuters, langkah Dick’s untuk membeli Foot Locker justru menunjukkan bahwa peritel fisik masih memiliki peluang, terutama jika mereka mampu memadukan pengalaman ritel langsung dengan teknologi digital dan data pelanggan. “Dick’s tidak hanya membeli toko—mereka membeli komunitas pelanggan, hak distribusi eksklusif, dan platform loyalitas yang bisa dioptimalkan lebih jauh,” ujar analis tersebut.

Akuisisi ini diperkirakan akan membawa Dick’s ke posisi yang lebih kuat dalam perundingan dengan pemasok besar, serta memungkinkan perusahaan menawarkan lebih banyak produk eksklusif dan strategi harga dinamis yang tidak mudah ditiru oleh kompetitor daring. Dengan lebih dari 3.000 gerai gabungan setelah akuisisi rampung, Dick’s akan memiliki jangkauan ritel terbesar di sektor olahraga dan alas kaki, melampaui Target dan bahkan pendekatan hybrid seperti Lululemon yang menggabungkan toko fisik dengan platform online kelas atas.

Namun, penggabungan dua merek besar ini juga menimbulkan sejumlah tantangan, terutama dalam hal integrasi sistem operasi, budaya perusahaan, dan segmentasi pelanggan. Dick’s selama ini dikenal dengan format toko besar yang menyasar keluarga dan konsumen olahraga rekreasi, sementara Foot Locker memiliki identitas kuat di kalangan urban, penggemar sneaker, dan generasi muda. Memadukan dua pendekatan ini menjadi satu pengalaman konsumen yang kohesif tidak akan mudah.

Analis ritel dari UBS menyatakan bahwa “risiko utama bukan pada angka, tetapi pada eksekusi. Bagaimana Dick’s akan mengelola brand Foot Locker tanpa mengikis identitasnya yang unik? Apakah akan diposisikan sebagai anak usaha independen seperti sebelumnya, atau akan diintegrasikan lebih dalam ke dalam struktur Dick’s?” Sejauh ini, pihak Dick’s belum memberikan rincian apakah Foot Locker akan tetap beroperasi dengan merek tersendiri atau menjadi bagian dari rebranding besar.

Secara finansial, akuisisi ini mencerminkan optimisme Dick’s terhadap daya beli konsumen Amerika meskipun inflasi masih membayangi dan ketidakpastian ekonomi belum sepenuhnya mereda. Dalam laporan kuartalan sebelumnya, Dick’s mencatat pertumbuhan penjualan yang stabil, didukung oleh peningkatan minat terhadap aktivitas luar ruang dan kebugaran sejak pandemi. Di sisi lain, Foot Locker mengalami tekanan penjualan di beberapa segmen akibat rotasi produk yang lambat dan gangguan pasokan.

Dengan menyatukan kedua bisnis ini, Dick’s berharap bisa memangkas biaya logistik, meningkatkan efisiensi inventaris, dan memperluas strategi omnichannel. Perusahaan juga menargetkan pertumbuhan pendapatan dua digit dalam tiga tahun mendatang dari sinergi operasional serta peningkatan belanja per pelanggan. Menurut perkiraan internal yang dikutip Bloomberg, Dick’s memperkirakan akuisisi ini akan mulai menambah pendapatan pada tahun fiskal kedua setelah integrasi awal selesai.

Respon pasar terhadap pengumuman ini cukup beragam. Saham Foot Locker melonjak lebih dari 20% sesaat setelah berita ini muncul, sementara saham Dick’s bergerak lebih datar, mencerminkan pandangan investor yang berhati-hati terhadap biaya integrasi dan dampaknya terhadap margin jangka pendek. Beberapa investor menilai bahwa strategi ekspansi melalui akuisisi besar seperti ini cukup berani di tengah ketidakpastian makroekonomi dan tren konsumen yang masih labil.

Dari sisi regulator, pengawasan atas merger ini diperkirakan tidak akan terlalu ketat karena kedua perusahaan beroperasi di segmen yang saling melengkapi dan belum menciptakan dominasi tunggal. Namun, tetap ada kemungkinan bahwa Komisi Perdagangan Federal (FTC) akan menilai dampaknya terhadap kompetisi harga, terutama jika konsolidasi ini dianggap bisa menekan pemasok kecil dan merek-merek baru yang bergantung pada saluran distribusi terbuka.

Langkah Dick’s juga menjadi bagian dari tren konsolidasi ritel yang lebih luas di AS, di mana perusahaan besar mencoba memperkuat posisi dengan mengakuisisi kompetitor yang lebih kecil atau spesifik. Beberapa tahun terakhir, Walmart, Target, dan Amazon telah melakukan akuisisi serupa untuk memperluas portofolio produk dan layanan. Kini, Dick’s mengikuti jejak tersebut di segmen olahraga dan gaya hidup aktif.

Kesepakatan ini juga menunjukkan bahwa dunia ritel olahraga tengah mengalami transformasi struktural yang tidak hanya didorong oleh teknologi, tetapi juga oleh reposisi merek, loyalitas pelanggan, dan ekspektasi akan pengalaman belanja yang lebih personal. Dengan akses ke basis pelanggan Foot Locker yang loyal dan muda, Dick’s bisa memperkuat posisinya di pasar yang selama ini lebih didominasi oleh tren streetwear dan budaya sneaker.

Dalam jangka panjang, keberhasilan dari akuisisi ini akan ditentukan oleh seberapa cepat Dick’s mampu mengintegrasikan Foot Locker tanpa kehilangan kekhasannya, serta bagaimana perusahaan bisa menciptakan proposisi nilai baru di tengah kompetisi yang semakin digital dan terfragmentasi. Dengan aset gabungan, kapasitas distribusi nasional, dan teknologi pemasaran yang semakin terintegrasi, Dick’s mungkin sedang memposisikan diri sebagai “retail-as-a-platform” untuk olahraga dan gaya hidup aktif di Amerika Serikat dan pasar global.