membantu
Man helping client to choose stylish accessories, discussing items fabric in clothing store. African american customer shopping for fashionable merchandise, checking price in modern boutique

Mengubah Cara Membantu Team Kerja

(Business Lounge – Lead dan Follow) Pada buku The Coaching Habit, Michael Bungay Stanier memperkenalkan pertanyaan kelima yang penting dalam coaching dan kepemimpinan: “How can I help?” atau “Bagaimana saya bisa membantu?”. Disebut “lazy” bukan karena pemalas, melainkan karena pertanyaan ini mendorong kita untuk menahan dorongan memberi nasihat terlalu cepat. Dengan bertanya seperti ini, kita memberikan ruang kepada orang lain untuk mendefinisikan kebutuhan mereka sendiri dan menghindari keinginan untuk langsung menjadi penyelamat. Ini adalah langkah kecil namun strategis dalam menciptakan hubungan kerja yang sehat dan produktif, di mana bantuan diberikan sesuai dengan konteks dan kebutuhan aktual.

Dalam organisasi modern, di mana kolaborasi dan kecepatan adalah segalanya, kemampuan untuk tidak terburu-buru mengambil alih merupakan keterampilan yang sangat berharga. Kita harus belajar membiarkan orang lain menyuarakan kebutuhannya dan percaya bahwa mereka memiliki kapasitas untuk menemukan jalan keluar.

Mengapa Kita Terbiasa Memberi Solusi Terlalu Cepat?

Dalam peran sebagai pemimpin, mentor, atau rekan kerja, kita sering merasa terdorong untuk membantu dengan memberi solusi instan. Niatnya mungkin tulus, namun respons yang terlalu cepat bisa menjadi kontra-produktif. Kita bisa tanpa sadar menciptakan ketergantungan, mengurangi rasa tanggung jawab orang lain, dan bahkan meremehkan kapasitas berpikir mereka. Lebih buruk lagi, kita mengambil alih masalah yang seharusnya bukan tanggung jawab kita, yang dalam jangka panjang bisa menguras energi dan menciptakan bottleneck dalam pengambilan keputusan.

Selain itu, dorongan memberi solusi juga berkaitan dengan ego. Ada kepuasan tersendiri saat merasa dibutuhkan atau saat solusi kita berhasil. Namun, coaching sejati adalah tentang memberdayakan orang lain, bukan membuktikan kehebatan diri.

Keutamaan Bertanya Daripada Berasumsi

Pertanyaan ini mengajarkan kita untuk bersikap rendah hati dan membuka ruang dialog. Dengan bertanya, kita tidak langsung melompat pada solusi yang belum tentu dibutuhkan atau relevan. Kita menciptakan percakapan dua arah yang setara, bukan intervensi sepihak yang bisa merusak kepercayaan. Ini adalah salah satu wujud nyata dari kepemimpinan inklusif, di mana setiap individu dihargai kontribusinya dan dianggap mampu mengambil peran aktif dalam pemecahan masalah.

Pertanyaan “Bagaimana saya bisa membantu?” juga menyaring ekspektasi. Daripada menghabiskan waktu dan tenaga pada bantuan yang tidak diminta, Anda bisa langsung menyasar dukungan yang benar-benar berguna dan sesuai konteks.

Kemandirian dan Kepemilikan Masalah

Ketika seseorang diminta untuk menyatakan apa yang mereka butuhkan, mereka akan terdorong berpikir lebih dalam tentang situasinya. Ini mendorong rasa kepemilikan atas masalah dan solusi. Mereka tidak hanya merasa ikut serta, tapi juga bertanggung jawab atas keberhasilan penyelesaian. Selain itu, keterlibatan ini membantu memperkuat rasa percaya diri dan otonomi dalam bekerja. Dalam jangka panjang, pola ini akan memperkuat budaya kerja yang mandiri dan kolaboratif.

Budaya yang mengandalkan pertanyaan ini memungkinkan terciptanya tim yang lebih resilien. Anggota tim tidak mudah panik atau langsung menyerahkan masalah ke atasan. Mereka dilatih untuk mengidentifikasi sendiri hambatan dan berpikir lebih strategis.

Studi Kasus Lapangan

Seorang kepala tim desain di sebuah perusahaan kreatif merasa terbebani karena selalu harus memberikan solusi bagi anggotanya. Ia merasa wajib mengarahkan setiap pekerjaan secara rinci. Setelah mempraktikkan pertanyaan “Bagaimana saya bisa membantu?”, terjadi perubahan mencolok. Para desainer mulai menyampaikan kebutuhan spesifik seperti meminta diskusi singkat, kejelasan prioritas, atau dukungan administratif. Tim menjadi lebih mandiri, inisiatif meningkat, dan beban kerja manajer berkurang secara signifikan.

Contoh lain terjadi dalam sebuah perusahaan jasa logistik, di mana dua divisi yang sering berselisih—operasional dan customer service—belajar bertanya, “Bagaimana kita bisa membantu satu sama lain agar pelanggan tidak dirugikan?” Alih-alih saling menyalahkan, percakapan berubah menjadi pencarian solusi bersama. Dari diskusi tersebut lahir sistem pelaporan terpadu yang disepakati dan dipraktikkan bersama.

Dalam dunia pendidikan, seorang guru mengganti respons lamanya dari memberi jawaban langsung menjadi bertanya, “Apa bantuan yang kamu perlukan agar bisa menyelesaikan soal ini?”. Hasilnya, murid-murid menjadi lebih aktif menyampaikan kebutuhan dan belajar lebih mandiri.

Cara Mengajukan dengan Efektif

Untuk mendapatkan dampak maksimal dari pertanyaan ini, Anda perlu memperhatikan cara penyampaiannya. Pertama, ajukan dengan ketulusan dan niat yang terbuka. Kedua, berikan jeda setelah bertanya agar lawan bicara punya ruang untuk berpikir. Ketiga, terima jawaban mereka tanpa menghakimi atau membantah. Keempat, jika permintaan muncul, diskusikan apakah itu masuk akal untuk dilakukan—bantuan tidak harus langsung diberikan tanpa kesepakatan bersama.

Pertanyaan ini juga bisa dikombinasikan dengan pertanyaan coaching lain seperti “Apa yang menjadi tantangan terbesarmu saat ini?” atau “Apa yang benar-benar kamu inginkan dari situasi ini?”. Dengan menggabungkannya, Anda membangun percakapan yang dalam, reflektif, dan terfokus.

Variasi Praktis

Beberapa bentuk lain dari pertanyaan ini yang bisa digunakan adalah: “Apa bentuk bantuan yang paling kamu butuhkan sekarang?” atau “Kamu ingin saya hanya mendengarkan atau ikut bantu cari solusi?”. Dengan variasi ini, kita memperluas kemungkinan respons sambil tetap menjaga arah pembicaraan.

Dampak Budaya Organisasi

Jika pertanyaan ini menjadi bagian dari budaya organisasi, banyak hal akan berubah. Budaya reaktif akan bergeser menjadi proaktif. Pemimpin akan bertransformasi dari pemberi arahan tunggal menjadi fasilitator pertumbuhan. Tim akan merasa lebih bertanggung jawab dan percaya diri, dan hubungan kerja akan lebih terbuka dan saling menghormati. Ini juga mengurangi konflik yang muncul dari miskomunikasi atau bantuan yang tidak diinginkan.

Ketika setiap anggota tim merasa bahwa mereka bisa menyampaikan kebutuhan tanpa takut dihakimi, maka kepercayaan meningkat. Komunikasi menjadi lebih terbuka dan efektif. Pertanyaan ini juga membantu mengatur ekspektasi—antara pemimpin dan anggota tim, antar departemen, maupun dalam proyek lintas fungsi.

Penggunaan di Luar Dunia Kerja

Pertanyaan ini juga ampuh dalam konteks hubungan personal. Dalam keluarga, pasangan bisa bertanya: “Aku tahu kamu sedang stres, aku bisa bantu apa?” Orang tua ke anak: “Kamu kesal? Mau ayah bantu cari jalan keluar atau cukup dengar dulu?” Teman ke teman: “Aku bisa bantu apa biar kamu merasa lebih baik?”. Pertanyaan ini menciptakan kehangatan, empati, dan rasa dihargai dalam setiap relasi.

Bahkan dalam hubungan yang sudah lama berjalan, pertanyaan ini bisa menjadi cara sederhana untuk menunjukkan perhatian dan kesediaan hadir. Ia menjadi pengingat bahwa kita tidak harus selalu tahu jawabannya—yang penting adalah kita cukup peduli untuk bertanya.

Bertanya adalah Bentuk Bantuan Tertinggi

“Bagaimana saya bisa membantu?” bukan hanya alat coaching. Ia adalah pola pikir dan cara hidup. Pertanyaan ini membangun hubungan yang sehat, setara, dan saling mendukung. Ia mencegah kita menjadi penyelamat yang tidak diminta dan membantu kita menjadi mitra berpikir yang dihargai. Di dunia kerja dan kehidupan pribadi yang penuh tantangan, mungkin tidak ada pertanyaan yang lebih berguna daripada ini.

Kapan terakhir kali Anda bertanya pertanyaan ini kepada tim Anda, pasangan Anda, atau diri Anda sendiri? Mungkin sekarang saatnya mencoba—dan melihat bagaimana dunia Anda berubah dengan satu pertanyaan sederhana.