Daimler Truck

Daimler Truck Revisi Proyeksi Akibat Permintaan Melemah

(Business Lounge – Automotive) Daimler Truck Holding AG, produsen truk dan bus terbesar di Eropa, mengejutkan investor dan pelaku pasar setelah secara resmi memangkas proyeksi keuangannya untuk tahun fiskal 2025. Dalam laporan keuangannya baru-baru ini, perusahaan yang berbasis di Leinfelden-Echterdingen, Jerman, menyebutkan bahwa ketidakpastian permintaan global, khususnya dari pasar Amerika Utara dan Eropa, menjadi alasan utama di balik langkah penyesuaian ini. Langkah ini tidak hanya mencerminkan tantangan makroekonomi, tetapi juga menyoroti perubahan struktural yang lebih dalam dalam industri kendaraan komersial global.

Dalam laporan yang disampaikan kepada publik dan dikutip oleh Reuters, Daimler Truck menyatakan bahwa pihaknya kini memproyeksikan laba operasional untuk 2025 akan berada di kisaran yang lebih rendah dari ekspektasi awal. Margin divisi kendaraan industri, yang semula ditargetkan mencapai 9% hingga 10%, kini diperkirakan hanya akan mencapai sekitar 8% hingga 9%. Penurunan ini cukup signifikan mengingat perusahaan sebelumnya tampil optimis dalam menghadapi tahun fiskal yang baru.

Menurut Bloomberg, Daimler Truck menjelaskan bahwa permintaan kendaraan komersial di Amerika Utara mengalami penurunan yang lebih cepat dari perkiraan, terutama dalam kategori truk kelas 8. Segmen ini biasanya menjadi indikator penting bagi kondisi logistik dan perdagangan domestik AS. Selain itu, permintaan di pasar Eropa Barat juga melambat karena tekanan inflasi, kenaikan suku bunga, serta ketidakpastian kebijakan fiskal di berbagai negara.

CEO Daimler Truck, Martin Daum, dalam konferensi pers yang dikutip oleh Financial Times, mengatakan bahwa meskipun perusahaan tetap kompetitif secara teknologi dan operasional, lingkungan pasar telah berubah drastis dalam beberapa bulan terakhir. Ia menegaskan bahwa prioritas manajemen saat ini adalah menjaga margin keuntungan melalui efisiensi biaya, penyesuaian produksi, dan inovasi di lini kendaraan listrik dan digitalisasi armada.

Penurunan proyeksi ini terjadi hanya beberapa bulan setelah Daimler Truck mencatat hasil yang solid pada kuartal sebelumnya, di mana pendapatan dan pengiriman unit masih menunjukkan tren positif. Namun, seiring memburuknya sentimen ekonomi global dan menurunnya aktivitas transportasi barang, para pelanggan utama — termasuk perusahaan logistik dan operator armada besar — mulai menunda atau membatalkan pesanan.

Dalam laporan The Wall Street Journal, para analis menilai bahwa koreksi proyeksi dari Daimler Truck merupakan sinyal awal dari penurunan siklus industri kendaraan komersial. Tidak seperti pasar mobil penumpang yang lebih sensitif terhadap tren konsumen, pasar truk sangat dipengaruhi oleh permintaan riil dari sektor manufaktur dan logistik. Dengan melambatnya arus barang, permintaan truk baru pun ikut tertekan.

Di sisi lain, tekanan juga datang dari transformasi industri menuju kendaraan bebas emisi. Daimler Truck, seperti banyak pesaingnya, tengah mengalihkan investasi besar-besaran ke dalam teknologi kendaraan listrik baterai (BEV) dan hidrogen. Meski menjanjikan dalam jangka panjang, investasi ini membebani neraca keuangan perusahaan dalam jangka pendek. CNBC melaporkan bahwa Daimler Truck telah mengalokasikan lebih dari 2 miliar euro untuk proyek-proyek transisi energi hingga akhir 2025.

Situasi ini juga memicu reaksi di pasar saham. Saham Daimler Truck turun sekitar 6% dalam perdagangan Frankfurt setelah pengumuman revisi proyeksi. Beberapa investor besar mengungkapkan kekhawatiran mereka atas arah jangka pendek perusahaan, meskipun sebagian lainnya tetap percaya pada strategi jangka panjang yang mengandalkan elektrifikasi dan efisiensi digital.

Menurut analis dari Jefferies, keputusan untuk memangkas proyeksi justru menunjukkan kedewasaan manajemen dalam menghadapi siklus industri yang fluktuatif. Mereka mencatat bahwa Daimler Truck memiliki likuiditas yang kuat dan posisi pasar yang dominan di berbagai wilayah, termasuk AS melalui merek Freightliner, serta pasar Eropa dan Jepang melalui merek Mercedes-Benz dan Fuso.

Namun, tantangan tidak hanya berasal dari sisi permintaan. Nikkei Asia mencatat bahwa rantai pasok global masih mengalami gangguan akibat ketegangan geopolitik di Laut Merah dan Eropa Timur. Biaya logistik naik, dan ketersediaan beberapa komponen, terutama chip dan perangkat lunak elektronik, masih belum sepenuhnya pulih. Daimler Truck pun mengakui bahwa inflasi biaya produksi turut menekan margin laba di beberapa divisi, terutama yang berorientasi ekspor.

Pihak manajemen juga menyebutkan bahwa pasar berkembang seperti India dan Amerika Selatan masih memberikan kontribusi pertumbuhan, meskipun skalanya belum mampu mengimbangi perlambatan dari pasar utama. Dalam wawancara dengan Süddeutsche Zeitung, CFO Jochen Goetz mengatakan bahwa strategi perusahaan ke depan mencakup penguatan kehadiran di Asia Tenggara dan Afrika, termasuk melalui kemitraan lokal untuk produksi skala kecil dan menengah.

Selain itu, Daimler Truck juga terus memperkuat lini kendaraan listrik melalui submerek eActros dan GenH2. Dalam laporan yang dikutip oleh Electrive, perusahaan telah mulai mengirimkan truk listrik jarak jauh untuk pelanggan di Jerman dan Norwegia, serta sedang menguji prototipe truk bertenaga hidrogen di jalur logistik Eropa Tengah. Namun, kontribusi pendapatan dari segmen ini masih tergolong kecil dibandingkan truk diesel konvensional.

Di tengah semua tantangan tersebut, Daimler Truck tetap mempertahankan target jangka panjang untuk mencapai netralitas karbon pada 2039, sebuah tujuan ambisius yang melibatkan transformasi menyeluruh pada rantai pasok, produksi, hingga layanan purna jual. Perusahaan juga mengandalkan platform digitalisasi seperti Daimler Truck Financial Services untuk menciptakan sumber pendapatan baru dari sisi layanan dan langganan digital.

Meski situasi saat ini menuntut kehati-hatian, banyak analis menilai bahwa revisi proyeksi tidak serta-merta berarti kemunduran. Sebaliknya, ini mencerminkan penyesuaian realistis terhadap kondisi pasar yang lebih sulit dari perkiraan awal. Seperti disampaikan oleh Handelsblatt, Daimler Truck masih memimpin di sejumlah pasar strategis, memiliki diversifikasi produk yang luas, serta reputasi merek yang kuat di segmen kendaraan berat.

Pasar kendaraan komersial, terutama truk berat dan bus antarkota, memang selalu bergerak dalam siklus jangka panjang. Penurunan saat ini diprediksi bersifat sementara jika pertumbuhan ekonomi global kembali stabil. Dalam analisis yang diterbitkan oleh S&P Global Mobility, disebutkan bahwa permintaan global untuk kendaraan niaga dapat pulih secara bertahap mulai 2026, terutama didorong oleh pembangunan infrastruktur dan peningkatan rantai distribusi digital.

Untuk saat ini, tantangan utama Daimler Truck adalah menyeimbangkan antara investasi masa depan dan kinerja keuangan jangka pendek. Kemampuan perusahaan dalam mempertahankan arus kas, mengelola persediaan, dan menjaga relasi dengan pelanggan utama akan menjadi faktor penentu keberhasilan selama periode ketidakpastian ini.

Jika perusahaan berhasil mengelola fase transisi ini dengan cermat, maka dalam jangka panjang Daimler Truck bisa tetap berada di garda depan industri kendaraan komersial global — baik sebagai produsen konvensional maupun sebagai pelopor mobilitas ramah lingkungan.