(Business Lounge Journal – Essay on Global)
Sebuah laporan terbaru dari APEXE Nations memberikan pandangan menarik tentang peta persaingan startup bernilai miliaran dolar, atau yang biasa kita sebut unicorn. Laporan ini menunjukkan bahwa negara-negara seperti Israel, Estonia, dan Singapura justru menduduki peringkat teratas dalam menghasilkan unicorn jika dibandingkan dengan jumlah penduduk mereka. Temuan ini menepis anggapan bahwa hanya negara-negara besar dengan ekonomi kuat yang mampu melahirkan perusahaan-perusahaan inovatif kelas dunia.
Laporan perdana APEXE Nations – Pilot G20 ini melakukan analisis mendalam terhadap kemampuan negara-negara anggota G20 dalam mengubah ide-ide inovatif menjadi bisnis-bisnis baru yang tumbuh pesat. Salah satu poin penting yang digarisbawahi adalah bahwa keberadaan unicorn menjadi penanda penting bagi kesehatan dan kematangan ekosistem startup di suatu negara.
Meskipun Amerika Serikat unggul dalam hal total jumlah unicorn yang ada di antara negara-negara G20, perspektif perbandingan berdasarkan jumlah penduduk memberikan gambaran yang berbeda. Negara-negara yang lebih kecil namun memiliki fokus kuat pada inovasi ternyata mampu melampaui AS dalam menghasilkan unicorn. Dengan menggunakan perhitungan per kapita, AS berada di posisi keempat global, di bawah Israel, Estonia, dan Singapura. Fakta ini membuktikan bahwa kesuksesan dalam dunia unicorn tidak hanya menjadi hak istimewa bagi negara-negara dengan kekuatan ekonomi besar. Laporan APEXE ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi para pembuat kebijakan dan pemimpin ekosistem startup di berbagai negara untuk menciptakan lingkungan yang mendukung lahirnya bisnis-bisnis berpotensi tinggi.
Mengukur Potensi Inovasi Suatu Negara
Laporan APEXE Nations – Pilot G20, hasil kolaborasi antara Startup Genome dan Global Entrepreneurship Network, menyediakan alat yang berharga bagi kementerian ekonomi dan inovasi di berbagai negara. Berdasarkan riset mendalam selama lebih dari sepuluh tahun di lima benua, APEXE memperkenalkan standar dan ukuran praktis untuk mengevaluasi kebijakan dan upaya inovasi di tingkat nasional. Laporan perdana ini berfungsi sebagai kompas bagi pemerintah untuk mengukur dampak kebijakan ekosistem startup mereka secara nasional, serta memberikan arahan untuk tindakan-tindakan inovatif yang efektif.
Saat ini, ekosistem startup di seluruh dunia telah menjadi motor penggerak utama dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Bahkan, startup telah melahirkan lima dari sepuluh perusahaan terbesar di dunia. Perusahaan-perusahaan teknologi kini mendominasi hampir separuh nilai pasar saham di AS, sebuah tren yang juga terlihat di berbagai belahan dunia. Namun belum semua pemerintah berinvestasi dalam ekosistem startup mereka. Mereka lebih mengandalkan rencana ekonomi konvensional atau keunggulan riset dan pengembangan (R&D) yang sudah ada, padahal cara-cara ini semakin kurang efektif. Untuk menjaga pertumbuhan dan kemakmuran ekonomi di masa depan, investasi yang signifikan dan segera dalam pengembangan ekosistem startup menjadi sebuah keharusan.
Laporan ini menyampaikan bahwa ekosistem yang sukses adalah ekosistem yang mampu menghasilkan nilai ekonomi dari startup. Dalam banyak kasus, Nilai Ekosistem yang disesuaikan dengan PDB (EV/PDB) menjadi indikator keberhasilan yang baik. Namun, seperti yang telah dibahas, indikator ini kurang sempurna dalam beberapa situasi (misalnya, ketika suatu negara hanya memiliki beberapa exit perusahaan dengan nilai tinggi tetapi aktivitas startup secara keseluruhan masih sedikit). Oleh karena itu, para peneliti mengembangkan model gabungan untuk mengukur keberhasilan yang mencakup berbagai indikator terkait, termasuk jumlah unicorn.
Jumlah Unicorn: Bukti Kematangan Ekosistem Startup
Munculnya unicorn – startup yang belum melakukan exit dan memiliki valuasi di atas 1 miliar dolar AS – adalah penanda penting bagi kinerja ekosistem startup nasional. Jika dulu unicorn sangat jarang, kini mereka semakin umum di berbagai negara G20, menandakan bahwa ekosistem startup global semakin dewasa. Meskipun penelitian ini menggunakan beberapa metrik lain untuk menilai kinerja ekosistem, data yang ada mengkonfirmasi bahwa jumlah unicorn yang dihasilkan adalah metrik yang berharga untuk mengevaluasi kesehatan dan kematangan ekosistem startup.
Jika kita melihat data unicorn aktif tingkat negara yang lahir dalam 36 bulan terakhir hingga akhir tahun 2023, terlihat perbedaan yang signifikan dalam produksi unicorn di antara negara-negara G20:
Jumlah Unicorn Aktif, Semester II 2021 – 2023:
- Amerika Serikat: 595
- Tiongkok: 76
- India: 67
- Inggris Raya: 54
- Kanada: 31

Data di atas jelas menunjukkan bahwa Amerika Serikat masih menjadi negara dengan jumlah unicorn aktif terbanyak di antara anggota G20 pada periode Semester II 2021 hingga 2023, dengan angka yang jauh melampaui negara-negara lainnya. Hal ini menegaskan posisi AS sebagai pusat inovasi dan kewirausahaan global.
Namun, angka total unicorn saja tidak memberikan gambaran utuh mengenai efisiensi suatu negara dalam menghasilkan perusahaan-perusahaan bernilai tinggi ini. Ketika kita melihat jumlah unicorn aktif per satu juta penduduk pada tahun 2022, sebuah perspektif baru muncul:
- Amerika Serikat: 1.8 unicorn
- Kanada: 0.81 unicorn
- Inggris Raya: 0.8 unicorn
- Prancis: 0.45 unicorn
- Korea Selatan: 0.33 unicorn
Angka-angka ini menyoroti bagaimana sejumlah kecil ekosistem startup mampu menghasilkan konsentrasi startup bernilai tinggi. Meskipun Amerika Serikat masih unggul dalam metrik ini di antara negara-negara G20, perbandingan per kapita ini membuka mata kita terhadap potensi luar biasa yang dimiliki oleh negara-negara dengan populasi lebih kecil namun memiliki ekosistem startup yang sangat efektif.
Data ini kembali menegaskan poin sebelumnya bahwa ukuran negara bukanlah satu-satunya faktor penentu keberhasilan dalam menciptakan unicorn. Fokus pada inovasi, kebijakan yang mendukung kewirausahaan, dan ekosistem yang kondusif tampaknya memainkan peran yang lebih signifikan dalam menghasilkan perusahaan-perusahaan yang mampu mencapai valuasi miliaran dolar. Perbandingan per kapita ini memberikan gambaran yang lebih adil tentang efisiensi dan potensi sebenarnya dari berbagai ekosistem startup di seluruh dunia.
Pemimpin Global dalam Produksi Unicorn Per Kapita
Meskipun Amerika Serikat memimpin dalam produksi unicorn di antara negara-negara anggota G20, penting untuk melihat gambaran yang lebih luas di tingkat global. Ketika kita memperluas pandangan kita di luar G20, kita menemukan bahwa beberapa negara dengan ekonomi lebih kecil namun sangat inovatif justru melampaui AS dalam hal jumlah unicorn per satu juta penduduk. Perspektif per kapita ini memberikan wawasan tentang kepadatan startup bernilai tinggi relatif terhadap ukuran populasi, menawarkan ukuran seberapa efektif ekosistem yang berbeda dalam menumbuhkan unicorn.
Global: Jumlah Unicorn Aktif per Satu Juta Penduduk, Semester II 2021 – 2023:
- Israel: 5.6 unicorn
- Estonia: 3.0 unicorn
- Singapura: 2.4 unicorn
- Amerika Serikat: 1.8 unicorn
- Luksemburg: 1.6 unicorn
Peringkat global ini mengungkapkan bahwa Amerika Serikat, meskipun dominan di dalam G20, sebenarnya berada di urutan keempat dunia dalam produksi unicorn per kapita. Sangat menarik untuk dicatat bahwa beberapa negara G20, termasuk Afrika Selatan dan Rusia, tidak menghasilkan satu pun unicorn aktif dalam periode Semester II 2021 hingga 2023. Kontras yang mencolok dalam produksi unicorn ini mengindikasikan adanya perbedaan sistemik yang lebih dalam dalam cara berbagai negara G20 mendukung dan memelihara startup dengan pertumbuhan tinggi.
Temuan ini sekali lagi menggarisbawahi bahwa menciptakan lingkungan yang kondusif bagi inovasi dan kewirausahaan, terlepas dari ukuran populasi, adalah kunci untuk menghasilkan perusahaan-perusahaan unicorn yang sukses. Negara-negara seperti Israel, Estonia, dan Singapura menjadi contoh bagaimana fokus yang tajam pada inovasi dan dukungan ekosistem yang efektif dapat menghasilkan dampak yang signifikan di panggung global.
Bagaimana dengan Indonesia? Perbandingan Jumlah Unicorn
Lalu, bagaimana posisi Indonesia dalam peta persaingan unicorn global ini? Meskipun tidak termasuk dalam daftar G20 yang dianalisis dalam laporan APEXE, Indonesia memiliki ekosistem startup yang berkembang pesat dan patut diperhitungkan.
Hingga saat ini (Maret 2025), Indonesia telah melahirkan sejumlah startup yang berhasil mencapai status unicorn, beberapa di antaranya bahkan melangkah lebih jauh menjadi decacorn (valuasi di atas 10 miliar dolar AS). Beberapa nama yang dikenal luas antara lain:
- GoTo (Gojek & Tokopedia): Merupakan decacorn dan unicorn pertama di Indonesia.
- Traveloka: Platform pemesanan perjalanan.
- Bukalapak: E-commerce marketplace.
- OVO: Platform pembayaran digital.
- Xendit: Penyedia infrastruktur pembayaran.
- Ajaib: Platform investasi online.
- Kopi Kenangan: Jaringan kedai kopi.
- J&T Express: Perusahaan logistik dan pengiriman.
- DANA: Dompet digital.
- Kredivo: Platform kredit digital.
- Akulaku: Platform keuangan digital.
- eFishery: Startup di bidang akuakultur.
- Blibli: E-commerce.
Meskipun jumlah unicorn di Indonesia masih relatif kecil dibandingkan dengan negara-negara besar seperti Amerika Serikat atau Tiongkok dalam angka absolut, pertumbuhan ekosistem startup yang pesat menunjukkan potensi besar di masa depan. Jika kita melakukan perbandingan per kapita, dengan populasi Indonesia yang besar, angka unicorn per juta penduduk tentu akan lebih rendah dibandingkan negara-negara seperti Israel atau Estonia.
Namun, penting untuk diingat bahwa konteks dan fokus pengembangan startup di setiap negara bisa berbeda. Indonesia dengan pasar domestik yang besar dan pertumbuhan ekonomi digital yang signifikan memiliki dinamika tersendiri. Keberhasilan Indonesia melahirkan sejumlah unicorn menunjukkan bahwa inovasi dan kewirausahaan juga berkembang pesat di Asia Tenggara, dan Indonesia memainkan peran penting dalam lanskap ini.
Dengan terus mendorong inovasi, investasi, dan kebijakan yang mendukung ekosistem startup, bukan tidak mungkin Indonesia akan semakin banyak melahirkan unicorn dan bahkan decacorn di masa mendatang, berkontribusi pada peta persaingan global.