(Business Lounge Journal – Global News)
Industri pakaian olahraga global tengah menyaksikan dinamika persaingan yang menarik antara dua raksasa: Adidas dan Nike. Adidas, perusahaan asal Jerman, menunjukkan upaya agresif untuk meningkatkan penjualan dan merebut pangsa pasar, terutama di wilayah Amerika Utara dan China. Sementara itu, Nike, pesaing utamanya dari Amerika Serikat, menghadapi berbagai tantangan yang mempengaruhi kinerjanya. Adidas menargetkan pertumbuhan penjualan yang berkelanjutan dan peningkatan pangsa pasar tahun ini, sementara Nike berjuang untuk mengembalikan dominasinya yang tengah goyah.
Di bawah kepemimpinan CEO Bjorn Gulden sejak 2023, Adidas telah melakukan berbagai langkah strategis untuk merevitalisasi mereknya dan mengatasi masalah inventaris berlebih. Perusahaan melaporkan bahwa penjualannya di Amerika Utara dan wilayah yang mencakup China kembali tumbuh dua digit pada kuartal keempat 2024. Adidas menargetkan pertumbuhan penjualan yang berkelanjutan dan peningkatan pangsa pasar tahun ini, dengan fokus pada pertumbuhan di luar lini sepatu populer seperti Samba dan Gazelle. Menurut Reuters, strategi ini didukung oleh pendekatan inovatif dalam pemasaran dan penguatan distribusi digital, termasuk investasi besar di platform e-commerce sebagai bagian dari rencana lima tahun untuk meningkatkan profitabilitas.
Sementara Adidas mengalami lonjakan pertumbuhan, Nike menghadapi berbagai tantangan yang mempengaruhi kinerjanya. Penutupan pabrik di Vietnam akibat pandemi COVID-19 menyebabkan gangguan rantai pasokan yang signifikan, memaksa Nike membatalkan produksi 130 juta item. Selain itu, penutupan toko di China turut menghambat penjualan, mengurangi daya saingnya di pasar yang sangat penting ini. The Wall Street Journal melaporkan bahwa kesulitan ini berkontribusi pada penurunan laba Nike, memaksa perusahaan untuk mengambil langkah-langkah pemulihan yang drastis.
Nike menunjuk Elliott Hill sebagai CEO baru pada September 2024, menggantikan John Donahoe, dalam upaya menghidupkan kembali penjualan di tengah persaingan yang semakin ketat. Hill, mantan eksekutif senior dengan 32 tahun pengalaman di Nike, diharapkan dapat membawa inovasi dan strategi baru untuk mengatasi tantangan yang ada. The Guardian melaporkan bahwa strategi Hill mencakup pemangkasan biaya operasional, peningkatan kolaborasi dengan atlet dan selebriti, serta fokus pada lini produk yang lebih eksklusif untuk menarik konsumen yang semakin selektif.
Adidas telah menunjukkan peningkatan pangsa pasar di Amerika Utara, naik menjadi 8,9% pada 2024, sementara Nike mengalami penurunan menjadi 14,1%. Kolaborasi Adidas dengan label dan atlet Amerika, serta kinerja kuat dalam penjualan langsung ke konsumen, mendorong optimisme untuk pertumbuhan berkelanjutan. Menurut laporan Bloomberg, strategi Adidas yang lebih fleksibel dalam menyesuaikan diri dengan tren mode dan budaya pop telah menjadi faktor kunci dalam kesuksesan ini.
Di China, Adidas mencatat pertumbuhan penjualan yang signifikan, mengambil pangsa pasar dari Nike. Ekspansi ke China dan Amerika Utara telah mendorong pertumbuhan penjualan dan laba perusahaan, dengan laba bersih sebesar 526 juta euro atau 610 juta dolar AS pada akhir 2024. Reuters melaporkan bahwa strategi ekspansi Adidas mencakup kemitraan dengan merek-merek lokal, peningkatan distribusi produk melalui platform digital, serta penguatan kehadiran di pusat perbelanjaan utama.
Adidas memproyeksikan laba operasional antara 1,7 miliar dan 1,8 miliar euro untuk 2025, di bawah ekspektasi analis sebesar 2,1 miliar euro. Meskipun hasil positif baru-baru ini di bawah CEO Bjorn Gulden, saham perusahaan turun 1,5%. Adidas menargetkan peningkatan pendapatan tahunan pada tingkat satu digit tinggi dan pertumbuhan lebih dari 10% ketika disesuaikan dengan ketiadaan lini Yeezy. Perusahaan berencana memotong hingga 500 pekerjaan untuk menyederhanakan organisasi dan memberdayakan pasar lokal dalam pengembangan produk dan pemasaran. Forbes melaporkan bahwa langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya efisiensi dan perampingan bisnis guna mempertahankan daya saing di pasar global.
Sementara itu, Nike menghadapi tekanan untuk berinovasi dan menyesuaikan strategi pemasaran guna mempertahankan posisinya di pasar. Dengan penunjukan CEO baru dan fokus pada pemulihan hubungan dengan pengecer serta revitalisasi lini produk, Nike berupaya mengatasi hambatan signifikan yang dihadapinya. Menurut CNBC, Nike juga tengah mengembangkan teknologi baru dalam desain produk, termasuk penggunaan material ramah lingkungan dan peningkatan fitur digital dalam produk mereka untuk menarik generasi muda yang lebih sadar lingkungan.
Persaingan antara Adidas dan Nike di pasar global, terutama di Amerika Utara dan China, akan terus berlanjut. Kedua perusahaan perlu beradaptasi dengan perubahan preferensi konsumen, tantangan rantai pasokan, dan dinamika pasar untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar mereka. Adidas tampaknya memiliki momentum yang kuat dengan strategi pemasaran yang lebih adaptif, sementara Nike harus bekerja lebih keras untuk mengembalikan daya tariknya di mata konsumen. Kedua merek ini tetap menjadi kekuatan utama di industri pakaian olahraga, dan persaingan mereka akan terus membentuk tren industri di tahun-tahun mendatang.