(Business Lounge Journal – Special Report)
“Dan Indonesia tetap menjadi suatu muara, suatu arena bertemunya para creator/seniman dengan para appreciator termasuk kalangan collector”
Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan seni rupa modern saat ini sangat pesat, khususnya seni kontemporer atau karya-karya “kekinian”, demikian istilah yang digunakan Tubagus Andre Sukmana yang biasa dipanggil dengan nama Andre. Secara serentak perkembangan pun terjadi baik pada dunia akademis, tataran fraksis, maupun perkembangan yang terjadi pada kalangan-kalangan otodidak. Namun perkembangan yang mengemuka saat ini adalah perkembangan seni rupa modern.
Seniman-seniman muda bermunculan dengan gagasan-gagasannya yang segar seiring dengan maraknya perhelatan seni rupa yang diselenggarakan baik oleh lembaga-lembaga seperti Galeri Nasional Indonesia, maupun oleh beberapa galeri private, atau organizer-organizer lain. Andre juga mengatakan bahwa perbagai perhelatan itu menjadi sebuah ruang dialog atau ruang komunikasi antara seniman selaku creator dengan masyarakat selaku appreciator.
Tetapi perkembangan yang ada tidaklah seiring dengan peningkatan transaksi. “Jika dilihat dari percepatannya terutama dikaitkan dengan “pasar” seni rupa, maka yang terjadi adalah bagaimana transaksi pada setiap “pasar” seni rupa telah “agak mereda”, namun pada sisi kreatifitas dan maraknya perhelatan, tetap terjadi pertumbuhan,” demikian penjelasan Andre.
Dikatakan “agak mereda”, sebab sebelumnya pasar “seni rupa” begitu semarak, selalu dipenuhi dengan transaksi. Setiap karya yang digelar di berbagai pameran, nyaris sold out. “Artinya tingkat transaksional yang ada tinggi sekali, sehingga sering disebut boom seni rupa,” lanjut Andre. Ya, penurunan transaksi dapat dipahami sehubungan dengan permasalahan ekonomi yang terjadi secara global.
Namun demikian, masyarakat pun bertambah cermat dalam melakukan pertimbangan sebelum memutuskan untuk membeli sebuah karya seni. Mereka tidak hanya mempertimbangkan sebuah karya seni semata-mata sebagai sebuah investasi, tetapi juga memasukkan unsur kesukaan, ketertarikan, atau passion, sehingga sebuah hasil karya tidak harus segera menghasilkan sebuah investasi, tetapi berfungsi untuk mendatangkan suatu pencerahan atau menimbulkan kesenangan serta sebuah perhatian melalui bahasa-bahasa visual.
“Dan Indonesia tetap menjadi suatu muara, suatu arena bertemunya para creator/seniman dengan para appreciator termasuk kalangan collector,” demikian Andre menjelaskan. Hal ini dibuktikannya dengan beberapa perhelatan yang ada seperti Jakarta Biennale, Art Jog, atau pameran besar yang juga diselenggarakan oleh Galeri Nasional seperti Manifesto, Pameran Nusantara, atau pameran-pameran internasional lainnya baik itu keramik, instalasi, atau karya-karya kontemporer lainnya. Bahkan Art Stage Singapore pun sejak tahun lalu menyelenggarakan Art Stage Jakarta. Tahun ini Art Stage Jakarta akan diselenggarakan pada 11 hingga 13 Agustus dengan mengambil lokasi Sheraton Grand Jakarta Gandaria City Hotel.
Business Lounge Journal/VMN/BLJ