(Business Lounge – News & Insight) Demam batu mulia melanda negeri tercinta. Hampir di seluruh pelosok terdengar gaungnya. Baik pria ataupun wanita ikut berlomba untuk mencintai dan memiliki batu mulia.
Entah sejak kapan dimulainya. Maksudnya, masyarakat Indonesia memang sudah sejak dulu kala mengidolakan batu mulia tapi entah kapan tepatnya demam ini menjalar ke hampir seluruh lapisan masyarakat. Kapan dan dimana dimulainya, tak seorang pun tahu secara signifikan. Tapi yang pasti sudah sejak 2 tahun terakhir, batu mulia menjadi salah satu cara untuk menginvestasikan uang sekaligus menyalurkan hobi serta menyatukan beragam budaya di negeri ini. Tua, muda, kaya, miskin, kalangan atas maupun bawah semua bisa berbaur membahas ciamiknya batu mulia favorit mereka.
Lain Indonesia, lain Sri Lanka. Di Kolombo, Sri Lanka, keindahan batu mulia lebih difokuskan pada nilai investasinya. Tak sembarang orang bisa menyentuh bahkan melihatnya. Hanya galeri, toko-toko dan butik-butik mewah yang memajang dan menjual batu-batu mulia. Pengamanan di setiap gerai pun sangat ketat. Batu mulia layaknya benda langka yang harus dijaga begitu rupa.
Walaupun sepertinya berlebihan tapi memang demikian adanya. Batu mulia bagi Sri Lanka adalah penyelamat devisa negara. Tercatat 60 persen dari total ekspor mineral Sri Lanja adalah ekspor batu mulia dan permata. Dari jaman dahulu kala saat Marcopolo datang ke negeri ini pada tahun 1293, maka telah ditemukan batu permata ruby terbaik dan tertinggi nilainya di dunia. Bukan hanya itu negeri ini juga memiliki safir, topaz, ametis dan garnet kualitas unggulan pada jaman itu dan mungkin hingga saat ini.
Batu mulia begitu dijunjung tinggi dan dimuliakan di negeri bernama lain Serandib ini. Kalangan bawah hanya dapat menikmati keindahan sinar dan pancaran cahayanya di iklan media cetak lokal. Harganya pun selangit. Mungkin hampir tidak ada batu mulia yang dijual dengan harga bawah seperti di Indonesia. Hal ini dikarenakan Sri lanka hanya mengangkat batu mulia kualitas tinggi untuk dijadikan komoditas perdagangan.
Sekali lagi mari kita tengok ke negeri tercinta. Di Indonesia, batu mulia atau yang seringnya disebut batu akik di kalangan bawah dijual di pasaran mulai dari puluhan ribu hingga ratusan juta rupiah. Di banyak komplek perumahan saat ini menjamur komunitas batu mulia. Tak hanya pengusaha ternama tapi bahkan tukang becak sekalipun dapat membicarakannya dengan antusias.
Para kolektornya beragam kelas sesuai dengan kualitas yang dikoleksi. Fenomena ini membangun suatu keistimewaan tersendiri dalam bagaimana suatu hobi dan kesukaan dapat menyatukan beragam budaya. Selain itu, bisnis ini menjadi penggerak ekonomi yang cukup massive dan mengangkat derajat hidup banyak orang yang sukses menjalankannya. Belum lagi menimbulkan juga peluang bagi sektor ekonomi kreatif dan pariwisata. Apa pun itu, sekali lagi dari mereka yang naik turun mobil mewah hingga mereka yang hanya seorang supir upahan dapat membicarakan topik yang sama. Batu mulia, sungguh mulia nilainya. Tak hanya mengandung nilai kebendaan tapi juga nilai sosial yang dapat menyatukan.
Febe/VM/BL/Journalist
Editor: Tania Tobing