(Business Lounge – News & Insight) –Saat ini Sri Lanka sedang dalam masa-masa kebangkitan. Sepuluh tahun lalu semuanya tak terbayang. Tatkala tsunami Samudra Hindia meluluh-lantakkan Hambantota. Mereka tak yakin akan dapat pulih kembali. Sepuluh tahun lalu, setidaknya 1.500 penduduk meninggal akibat tsunami. Para korban yang selamat direlokasi ke rumah-rumah beton dan seng dengan lokasi tak jauh dari pesisir pantai.
Ditengah duka yang mendalam itu, Tiongkok menawarkan bantuan membawa dana bantuan untuk proyek-proyek besar, seperti pelabuhan senilai $1 miliar (Rp12,4 triliun) dan bandara $209 juta (Rp2,6 triliun).
Tiongkok juga memberikan bantuan untuk proyek-proyek lain di Sri Lanka, termasuk ekspansi pelabuhan Kolombo senilai $500 juta (Rp6,2 triliun), jalan dan rel kereta baru, proyek pengolahan sampah senilai $1,4 miliar (Rp17,4 triliun), dan pembangkit listrik $1,3 miliar (Rp16,1 miliar).
Tiongkok berusaha memberikan sinyal pada dunia Barat bahwa Beijing dapat menggantikan peran Barat sebagai penyandang dana proyek-proyek pembangunan di negara berkembang untuk menaikkan pengaruh strategis dan ekonomi Tiongkok di Asia. Bagi Sri Lanka, yang kehilangan 35 ribu warga akibat bencana tsunami 26 Desember 2004, uluran tangan itu sangat berarti dalam proses rekonstruksi. Bagaimanapun, masih ada pertanyaan soal konsekuensi dari bantuan Tiongkok tersebut.
Sepuluh tahun setelah tsunami dahsyat tersebut, Sri Lanka menunjukkan kebangkitan yang menakjubkan dalam beberapa aspek. Kemajuan yang sangat baik terutama setelah 26 tahun perang saudara akhirnya usai pada tahun 2009. Daerah-daerah pantai dibangun ulang, pariwisata meroket, arus investasi mengalir deras.
Pada awalnya para pengusaha Sri Lanka mengaku kesulitan mendapat kucuran dana dari lembaga Barat, yang menuntut studi kelayakan dan analisis lingkungan ekstra-terperinci. Padahal, ekonomi negara itu tumbuh lebih dari 6% per tahunnya sejak perang dengan Macan Tamil berakhir. Menurut pejabat setempat, beberapa paket pinjaman dari Tiongkok menawarkan bunga yang bersahabat.
Apa yang telah Tiongkok lakukan memang baik adanya. Namun, di satu sisi banyak pihak menilai pinjaman Tiongkok itu hanya akan memberikan beban bagi Sri Lanka. Ada risiko kertergantungan terhadap suatu kekuatan besar yang mungkin meminta imbalan dalam cara yang tak terduga. Muncul pula kekhawatiran, Sri Lanka akan terpaksa menerima kapal militer Tiongkok di sejumlah fasilitas yang tengah dibangun di Hambantota dan Kolombo yang notabene dibangun dengan kucuran modal dari Beijing.
Seperti yang dikutip oleh The Wall Street Journal maka David Brewster, peneliti Australian National University, mengatakan Tiongkok memang melihat peluang emas dan nilai investasi yang besar di Sri Lanka—bahkan Tiongkok meyakini kondisi perekonomian Sri Lanka pasti membaik sekalipun kinerja di beberapa proyek tak sesuai harapan. Sri Lanka diharapkan dapat menjadi basis baru manufaktur Tiongkok saat pembiayaan dalam negeri meningkat. Selain itu, BUMN Tiongkok juga mendapat kontrak untuk proyek besar di negara itu.
Pada kenyataannya sumbangan dan sumbangsih pemerintah Tiongkok sungguh telah mengubah wajah Hambantota. Dari hanya sebuah kota sepi yang menampung sekitar 25 ribu warga menjadi suatu kota yang besar. Namun demikian, rakyat Sri Lanka tentu saja ingin tetap hidup sebagai bangsa yang merdeka tanpa tekanan dari negara besar penyumbangnya.
Febe/Journalist/VMN/BL
Editor: Tania Tobing
Image: Wikipedia