Pertarungan Pasar Obligasi Indonesia Vs India

(Business Lounge – Business Insight)-Jika kita tanya kepada para pemain di pasar maka obligasi selalu menjadi primadona. Begitu juga dengan dunia investasi di Indonesia. Pasar obligasi selalu diburu dan diincar. Namun saat ini, Indonesia perlu waspada sebab nampaknya investor obligasi mulai mengalihkan pandangan ke India. Hal ini sebagai pertanda dari terpecahnya sentimen di dua pasar berkembang terpopuler sedunia tahun ini.

Faktor penyebab dari kondisi ini adalah para fund manager melihat adanya kesamaan antara Indonesia dan India. Satu hal yang paling penting kedua pemimpin negara dinilai merupakan pemimpin reformis yang dicintai oleh rakyatnya dan memliki visi perubahan. Narendra Modi dan  Joko Widodo sama-sama terkenal dengan reputasi bersih dan penuh kerja keras serta tak segan untuk turun langsung ke lapangan untuk membereskan masalah.

Tokoh yang tepat sebagai pemimpin negara memang sangat berarti dalam menentukan kebijakan dan juga alasan bagi dunia untuk menginvestasikan uangnya secara besar-besaran.  Investor tak akan segan-segan untuk mengucurkan dana tunai hingga miliaran dolar jika mereka optimis bahwa perekonomian negara dengan pemimpin baru tersebut akan bertumbuh lebih tinggi.

Lalu jika Modi dan Jokowi sama kompetennya, apa yang menjadi penyebab investro lebih melirik India. Pertama, India dianggap lebih mampu mempertahankan momentum. Sementara untuk Indonesia, kecemasan menghinggapi para investor dikarenakan kabar pemangkasan subsidi bahan bakar minyak yang segera bergulir dan juga tidak solidnya DPR yang dianggap dapat menghalangi program-program kerja Jokowi.

Dalam pemikiran para investor bagaimanapun rencana pemangkasan subsidi lebih penting dari kemenangan Jokowi itu sendiri. Sebab, pemotongan itu akan memperlihatkan keseriusan pemerintah soal perubahan ekonomi, juga pemulihan pertumbuhan negara.

Bukanhanya itu, kisaran berapa besar nantinya pemangkasan subsidi juga sangat penting dan dinanti-nantikan untuk segera diumumkan. Angka kenaikan akan  berdampak pada  harga BBM bagi individu dan terutama pelaku bisnis. Satu hal yang pasti, lonjakan harga BBM berpeluang memperkuat inflasi serta memangkas yield.

Seperti dikutip The Wall Street Journal, Jamie Grant, pemimpin pengelolaan fixed income di First State Investments berkata“Kenaikan BBM sebesar 3.000 rupiah menyumbang 1,5% inflasi. Jadi, kita tahu apa yang bakal terjadi dan akibatnya adalah menekan yield untuk jangka pendek.” Selain itu Grant meyakini bahwa dampak inflasi akibat kenaikan harga BBM akan mendesak Bank Indonesia untuk naikkan suku bunga.

Sebagai catatan,  pembelian obligasi India berdenominasi dolar Amerika Serikat mendorong naik harga. Imbal hasil (yield) melemah untuk obligasi bertenor 10 tahun menjadi 8,2%, level terendah dalam 15 bulan. Pada awal tahun ini, yield bertahan pada level 8,8%.

Sementara untuk Indonesia, yield obligasi bertenor 10 tahun tercatat 8% setelah sempat jatuh pada awal tahun. Sebagai perbandingan, yield obligasi Treasury AS bertenor 10 tahun kurang dari 2,4%. Obligasi pemerintah Cina bertenor 10 tahun ditawarkan pada yield 3,6%.

 

 

Febe/Journalist/VMN/BL
Editor: Tania Tobing
Image: Antara

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x