(Business Lounge – News & Insight) Beijing terus memperingatkan untuk tidak ada pihak asing yang mencampuri kondisi Hong Kong saat ini. Demikian juga yang dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri Tiongkok, Wang Yi pada hari Rabu di Washington. Ia menuturkan bahwa urusan Hong Kong adalah urusan internal Tiongkok, demikian dilansir oleh AFP.
Aksi unjuk rasa telah berlangsung sampai Kamis (2/10), walaupun pemerintah Tiongkok telah memperingati aksi ini sebagai tindakan illegal sambil memberikan dukungannya kepada pemimpin pemerintahan CY Leung. “Pemerintah pusat akan terus tegas dan mendukung langkah-langkah hukum serta kebijakan yang diambil oleh pemimpin pemerintahan CY Leung” demikian dicantumkan dalam halaman depan Harian Rakyat Partai Komunis pada Kamis (2/10). Selain itu pemerintah Tiongkok pun memperingatkan Hong Kong bahwa aksi pro-demokrasi yang saat ini sedang berlangsung dapat mendorong terjadinya “kekacauan”.
Para pengunjuk rasa yang menyerukan untuk pengunduran diri Leung kemudian dianggap telah mengganggu ketertiban sosial dan stabilitas perekonomian Hong Kong.
Sejarah Hong Kong
Hong Kong atau disebut juga sebagai Daerah Administratif Khusus Hong Kong merupakan salah satu Daerah Administratif Khusus dari negara Republik Rakyat Tiongkok selain Makau. Pada tanggal 1 Juli 1997, Hong Kong secara resmi diserahkan oleh pemerintah Britania Raya kepada Negara Republik Rakyat Tiongkok.
Di bawah kebijakan Satu Negara Dua Sistem ciptaan Deng Xiaoping, Hong Kong menikmati otonomi dari pemerintah RRT baik pada mata uang, sistem hukum, imigrasi, bea cukai, sampai peraturan jalannya kendaraan yang tetap mempertahankan berjalan di jalur kiri. Sedangkan urusan yang ditangani oleh Beijing meliputi pertahanan nasional dan hubungan diplomatik. Otonomi ini berlaku di Hong Kong (minimal) untuk 50 tahun dihitung dari tahun 1997.
Occupy Central with Love and Peace
Unjuk rasa yang saat ini terjadi sebenarnya kelanjutan dari Occupy Central yang kemudian lebih populer sebagai “Umbrella Movement” di banyak media. Pada awalnya hal ini merupakan kampanye unjuk rasa rakyat sipil yang diprakarsai oleh Benny Tai Yiu-ting, Associate Professor Hukum di University of Hong Kong lewat artikel yang ditulisnya pada Januari tahun lalu. Sehingga Benny pun dikenal sebagai pendiri organisasi Occupy Central with Love and Peace.
Lalu kelompok pro-demokrasi mengajukan petisi kepada pemerintah Hong Kong dan Beijing untuk mengimplementasikan penuh hak pilih universal seperti yang tecantum dalam Undang-Undang Dasar Hong Kong. Petisi ini muncul oleh karena akan adanya campur tangan pemerintah Tiongkok dalam menentukan calon pemimpin Hong Kong pada tahun 2017 nanti.
Bentrokan dengan Aparat Keamanan
Aksi turun ke jalan oleh ribuan orang Hong Kong semula dijadwalkan untuk dimulai pada Rabu, 1 Oktober 2014 bertepatan dengan Hari Nasional Republik Rakyat Tiongkok. Namun, Occupy Central with Love and Peace ternyata mempercepat aksinya pada Minggu, 28 September 2014 yang juga diikuti oleh Federasi Mahasiswa dan Scholarism Hong Kong (HKFS). Aksi mahasiswa ini kemudian berkembang menjadi gelombang pemogokan pada industri-industri lain. Sebuah bentrokan pun tidak dapat dielakkan ketika aparat keamanan berupaya membubarkan paksa para pengunjuk rasa pada Minggu (28/9).
Occupy Central kemudian secara bertahap berkembang menjadi tersebar di beberapa daerah di Hong Kong yang sebagian besar diatur oleh warga secara sukarela.
uthe/Journalist/VMN/BL
Editor: Ruth Berliana
Image: Antara