(Business Lounge – Achievement)
Menjelang tahun 2008, kondisi bursa dan pasar keuangan secara global telah mengalami tekanan berat akibat kerugian yang terjadi di pasar perumahan (subprime mortgages) yang berimbas ke sektor keuangan Amerika Serikat. Kondisi bursa saham juga sangat memprihatinkan yang ditunjukkan dengan turunnya indeks Dow Jones kepada posisi yang sangat rendah (paling rendah dalam 2 dekade terakhir).
Hal ini berimbas ke negara-negara lain di dunia, baik di Eropa, Asia, maupun Australia Indeks harga saham di bursa global juga mengikuti keterpurukan indeks harga saham bursa di AS, bahkan di Asia, termasuk Indonesia, indeks harga saham menukik tajam melebihi penurunan indeks saham di AS sendiri. Hal ini mengakibatkan kepanikan yang luar biasa bagi para investor, sehingga sentimen negatif terus berkembang, yang mengakibatkan banyak harga saham dengan fundamental yang bagus, nilainya ikut tergerus tajam.
Sepanjang tahun 2008, mayoritas bursa saham global mengalami kerontokan, terlihat dari tabel kapitalisasi pasar di bursa saham utama di belahan dunia anjlok rata-rata di atas 35%. Selain keadaan yang memprihatinkan di lingkungan bursa saham, nilai tukar mata uang di Asia dan Australia pun ikut melemah terhadap dolar AS. Hal ini lebih dikarenakan kekhawatiran investor asing yang menarik kembali investasinya sehingga menukarkannya ke dalam dolar AS, sehingga mata uang lokal menjadi tertekan.
Historis Performa IHSG
Sementara untuk bursa lokal dalam negeri, ditinjau dari sisi pertumbuhan kinerja Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2005-2013 ditandai oleh pesatnya pertumbuhan indikator utama bursa, yaitu indeks harga saham gabungan (IHSG) yang mengalami peningkatan sangat signifikan hingga mencapai 267.6%, yaitu dari 1162.63 pada Desember 2005 menjadi 4274.18 pada Desember 2013.
Pertumbuhan negatif IHSG selama kurun waktu tersebut hanya terjadi pada 2008, yaitu anjlok sebesar -50.6 dari posisi IHSG 2.745,83 (Des 2007) menjadi 1.355,41 (Des 2008). Hal ini diduga kuat sebagai dampak dari memuncaknya krisis keuangan global pada masa itu. Hal tersebut menunjukkan bahwa krisis keuangan global telah berdampak pada koreksi IHSG di BEI sehingga pada 8 Okt. 2008 perdagangan saham di BEI dihentikan sementara.
Dampak krisis global terhadap IHSG tersebut tidak terlepas dari pergerakan keluar masuknya arus modal asing ke BEI. Fakta empirik di Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa aktivitas perdagangan saham di bursa lebih banyak dilakukan oleh pemodal asing daripada pemodal lokal. Sejak tahun 2006 hingga tahun 2011 perdagangan saham di BEI didominasi oleh pemodal asing dengan rata-rata kepemilikan di atas 66%.
Namun relatif stabilnya kondisi perekonomian Indonesia dan murahnya harga saham-saham di pasar modal Indonesia menjadi faktor utama bagi pemulihan kondisi pasar modal di Indonesia sehingga proporsi kepemilikan pemodal asing atas saham yang diperdagangkan di bursa menjadi primadona. Hal tersebut tercermin sejak akhir 2009 hingga 2010 indeks terus melejit, bahkan sempat menembus angka psikologis 4.000 pada akhir Juli 2011 sebagai capaian tertinggi yang pernah dialami BEI. Namun, sebaliknya Begitu ada penarikan kepemilikan asing secara besar-besaran pada Agustus dan September 2011, akhirnya juga memukul pertumbuhan IHSG yang terpuruk ke level 3.425, 68 pada penutupan perdagangan 7 Oktober 2011. Jelas, ini dampak dari terlalu besarnya ketergantungan bursa terhadap peranserta pemodal asing telah menyumbang rentannya kinerja BEI terhadap isu finansial global.
Regi Fachriansyah/Analyst Vibiz Research Vibiz Consulting/VMN/BL