PRELUDE : THE RISE OF THE MIDDLE CLASS
Menurut data Bank Dunia pada tahun 2011, konsumen kelas menengah, atau lebih sering disebut “The Middle Class” telah mencapai 134 juta jiwa. Dengan patokan pengeluaran $2-$20 sehari, dipastikan konsumen middle class akan menggeliat naik. Buktinya ? Kalau anda lihat antrian heboh beli tiket murah Djakarta Warehouse Project atau boyband-boyband dari Korea yang sebenarnya “tidak murah”, makin banyaknya kafe-kafe mahal bermunculan, dan trend gonta-ganti gadget, tak disangkal lagi, adalah awal gaya baru berkonsumsi kelas menengah-keatas yang akan semakin berkembang nantinya.
Dengan semakin naiknya jumlah masyarakat kelas menengah dan keatas, dan semakin naiknya situasi ekonomi di Indonesia beberapa waktu belakangan ini, masyarakat kini memiliki waktu untuk merefleksikan diri dan melihat kepada self-enhancement. Tidak lagi melulu soal uang, kita melihat banyaknya Entrepreneur-entrepreneur muda yang tidak lagi terkonsentrasi hanya kepada profit semata, tetapi terhadap culture.
THE CULTURE AWAKENING
Suatu masalah persepsi. Culture bukanlah kebudayaan tradisional, atau nyanyian daerah semata. Etmologi dari culture ada sangat beragam dan setiap filosofis memiliki definisi mereka sendiri, filsuf Cicero menggambarkan Culture sebagai suatu bentuk “pengembangan jiwa manusia untuk mencapai sesuatu yang ideal”, Professor Richard Velkley dari Universtias Tulane menggambarkannya sebagai “ekspresi dari keunikan diri”. Culture menggambarkan manusia yang sedang menunjukkan jati dirinya dengan mengeskpresikannya dengan bebas.
Selera masyarakat Indonesia menjadi semakin unik seiring dengan bertambahnya jumlah kelas menengah keatas di Indonesia. Tidak lagi terpatok terhadap hal-hal yang mainstream, masyarakat Indonesia mulai mengapresiasi Urban Fashion, Musik dari Vinyl, Hipster Culture, dan berbagai makanan yang lima tahun lalu mungkin terdengar asing bagi kita, sekarang sudah menjadi makanan sehari-hari.
Entrepreneur muda berbakat, menarik keuntungan dari trend ini. Tidak hanya stuck sampai membangun komunitas saja, mereka berusaha mencari keuntungan dari growing trend ini. Lima tahun belakangan ini kita dikejutkan dengan semakin banyak dan menjamurnya brand-brand dan butik-butik lokal, seperti Otoko, Monstore, atau 707 yang menjual urban/hispter fashion dengan kualitas dan harga yang bersaing dengan label luar negeri, restoran-restoran berkonsep seperti Giyanti atau Union dan bahkan, toko vinyl seperti Monka Magic Store.
THE IMPORTANCE OF EVENT
Sebuah pandangan kuno, bahwa event hanya sekedar sarana untuk memancing customer. Bagi para entrepreneur muda, event tidak hanya sekedar sarana untuk memancing customer atau menimbulkan awareness. Event adalah suatu alat untuk membentuk komunitas yang lebih besar, menyelami lebih dalam nilai sebuah culture, sarana untuk pembuktian aktualisasi dan intelijensi setiap individual ataupun komunitas, dan yang terutama, untuk menciptakan suatu Euforia, suatu perayaan kebangkitan dari suatu culture.
Setiap pengusaha mulai menyadari hal ini. Lihat saja dari semakin banyaknya cultural events yang diadakan di ibukota. Suatu bisnis yang dikemas dalam perayaan terbukti sangat efektif dalam menjaring massa. Jumlah sponsor pendukung event menjadi salah satu bukti keefektifan pengadaan event.
“Event adalah suatu alat untuk membentuk komunitas yang lebih besar, menyelami lebih dalam nilai sebuah culture, sarana untuk pembuktian aktualisasi dan intelijensi setiap individual ataupun komunitas, dan yang terutama, untuk menciptakan suatu Euforia, suatu perayaan kebangkitan dari suatu culture.”
Jakarta dibanjiri dengan berbagai ragam event besar yang beberapa tahun sebelumnya seperti tidak mungkin diadakan, Java Jazz mengadakan event Jazz terbesar di Asia Tenggara, Djakarta Warehouse Project dengan dance music, Brightspot Market dan Jakarta Fashion Week dengan fashion.
Dengan tingginya tingkat pertumbuhan middle class, meningkatnya kondisi ekonomi Indonesia dan semakin bertumbuhnya cultural awareness, event menjadi sesuatu yang esensial didalam promosi. Promosi media tidak lagi selalu efektif dalam menjaring massa. Suatu personal touch dibutuhkan agar massa dapat memperoleh live experience dari apa yang produsen tawarkan.
AN EUPHORIA
Business Lounge bekerjasama dengan Jakarta Euphoria Project akan membawa anda mendalami apakah yang seorang businessmen harus lakukan untuk menciptakan suatu event yang menginspirasikan
Kami selalu percaya bahwa event yang tidak berkonsep akan menemui kegagalan. Dibutuhkan suatu konsep agar anda dapat “menjaring” apa yang menjadi kesukaan masyarakat menengah dan keatas. Ini bukanlah suatu pagelaran dangdut belaka. Masyarakat menengah dan keatas akan mengeluarkan uang mereka jika mereka merasa bahwa apa yang ditawarkan akan mengangkat status sosial mereka.
“Dibutuhkan suatu konsep agar anda dapat “menjaring” apa yang menjadi kesukaan masyarakat menengah dan keatas. Ini bukanlah suatu pagelaran dangdut belaka. Masyarakat menengah dan keatas akan mengeluarkan uang mereka jika mereka merasa bahwa apa yang ditawarkan akan mengangkat status sosial mereka.”
Euphoria Project tidak hanya menawarkan apa yang menjadi trend bagi anak muda era ini. Tidak hanya hipster dan urban fashion, Euphoria Project mengedepankan pentingnya sentuhan art dan culture didalam suatu event. Semua telah melalui planning, bentuk booth yang sanggup memaksimalkan interaksi sosial, kesenian urban dari berbagai aliran yang akan menemukan equilibrium, sekaligus berbagai pertunjukkan sarat culture yang akan memberikan experience terhadap pengunjung.
THE PERFECT EVENT : HOW TO MANAGE ONE
Business Lounge beserta Jakarta Euphoria Project akan memberikan special report yang akan menjadi jawaban untuk menjawab kebutuhan entrepreneur tentang
– “event seperti apa yang sanggup menjaring middle dan upper class ?”
– “Bagaimana membuat suatu event yang berkelas ?”
– “Bagaimana memaksimalkan culture exposure dalam suatu event ?”
Nantikan jawabannya Maret 2014, untuk informasi lebih lanjut Anda bisa klik disini.
Michael J/KN/bl