The New Beginning of Japan Airlines (JAL)

(Business Lounge – Sales) – Kalau ada kisah kebangkrutan suatu perusahaan yang paling fenomenal di Jepang, pastilah cerita tentang ambruknya maskapai kenamaan Jepang, JAL, operator terbesar kedua jet canggih tersebut setelah ANA. Japan Airlines mengakhiri tahun fiskal pertamanya sejak kembali dari kebangkrutan dengan mencetak laba, meskipun sempat menghadapi sejumlah kendala, termasuk larangan terbang pesawat Boeing Dreamliner serta sengketa wilayah dengan Cina.

Kebangkrutannya pada 2010 dianggap sebagai kegagalan korporasi terburuk yang pernah dialami Jepang, membukukan laba tahun fiskal sebesar 171,67 miliar yen. Prestasi itu lebih tinggi dibanding proyeksi laba tahun lalu sebesar 163 miliar yen untuk tahun fiskal yang berakhir pada 31 Maret. Namun, JAL gagal mengalahkan laba bersih tahun sebelumnya sebesar 186,62 miliar yen. Hasil itu tetap saja menyoroti kekokohan finansial JAL setengah tahun setelah kembali terdaftar di bursa efek Tokyo.

Laba operasional turun 5% dari 204,92 miliar yen menjadi 195,24 miliar. Sementara pemasukan tahunan naik menjadi 1,239 triliun yen, dari 1,205 triliun yen.

JAL pun berencana menindaklanjuti kinerja terbarunya dengan membukukan laba bersih sebesar 118 miliar yen pada tahun fiskal ini. Perusahaan tersebut memproyeksikan catatan laba operasi mencapai 140 miliar yen dan pendapatan sebesar 1,272 triliun yen.

Lemahnya outlook perusahaan tersebut terjadi akibat banyaknya permasalahan yang menyerang perusahaan tersebut tahun ini. Tak lama setelah terdaftar kembali di bursa pada September, sengketa dengan Cina terkait wilayah perairan Laut China Timur memanas. Situasi tersebut memangkas jumlah penerbangan ke kedua negara dengan drastis. JAL pun terpaksa mengurangi jadwal penerbangan guna meredam kerugian.

Kemudian, pada bulan Januari, dua unit pesawat Boeing Dreamliner 787 mengalami kerusakan baterai, sehingga seluruh pesawat bertipe tersebut mendapat larangan terbang di seluruh dunia. Kejadian ini ditambah dengan kebakaran yang melanda sebuah pesawat 787 milik JAL yang tengah parkir di Boston, yang kemudian diikuti oleh insiden baterai terbakar pada pesawat Dreamliner milik All Nippon Airways. Semua regulator penerbangan di seluruh dunia melarang Dreamliner untuk terbang.

Pihak JAL mengatakan dampak dari larangan terbang yang berlaku tiga bulan tersebut tidak terlalu besar. Meski demikian, larangan terbang itu mengharuskan JAL untuk menunda peluncuran 787 baru dengan rute yang menghubungkan Tokyo dan Helsinki. JAL juga masih belum bisa memastikan kapan perusahaan tersebut mendapatkan sisa pengiriman pesawat 787 tersebut.

JAL saat ini memiliki tujuh unit Dreamliner dari jumlah total armadanya yang mencapai 216 unit. Namun, seharusnya, maskapai itu memiliki 10 pesawat pada akhir Maret lalu.

Kini, JAL berencana memakai pesawat itu untuk memperkenalkan dan menetapkan lebih banyak penerbangan ke AS, Eropa, dan Asia Tenggara serta meningkatkan kapasitas penumpang ke New Delhi dan Singapura. Langkah itu diambil guna memperluas kapasitas penumpang sementara memangkas biaya.

(ns/IC/bl-vbn)

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x