(Business Lounge – Global News) Ketika banyak konsumen berharap perusahaan-perusahaan besar membantu meringankan tekanan biaya hidup dengan menjaga harga tetap terjangkau, Amazon justru melakukan hal yang berlawanan. Perusahaan yang selama bertahun-tahun dikenal dengan strategi harga murah dan pengiriman cepat itu diam-diam menaikkan harga ratusan kebutuhan pokok di tengah janji publiknya untuk “menjaga keterjangkauan.”
Langkah ini menjadi sorotan setelah The Wall Street Journal mengungkap bahwa Amazon menaikkan harga berbagai barang kebutuhan sehari-hari seperti deterjen, tisu toilet, makanan ringan, dan produk rumah tangga lain, bahkan saat rival utamanya seperti Walmart justru menurunkan harga untuk produk-produk serupa. Analis menyebut ini sebagai “pergeseran strategi” yang bertolak belakang dengan narasi publik Amazon yang menekankan komitmen terhadap pelanggan rumah tangga berpenghasilan menengah dan bawah.
Peningkatan harga yang terjadi diam-diam ini mengungkapkan ketegangan internal antara ambisi pertumbuhan Amazon dan tekanan margin akibat inflasi serta kenaikan biaya operasional. Meski CEO Andy Jassy dalam beberapa bulan terakhir menyuarakan niat untuk menjadikan Amazon lebih efisien dan hemat biaya, kenyataannya harga-harga pada katalog produk justru menunjukkan tren kenaikan, terutama pada kategori barang yang paling sering dibeli oleh keluarga Amerika setiap minggunya.
Beberapa konsumen bahkan merasa dikhianati. Dengan latar belakang inflasi yang baru mulai mereda di AS, banyak rumah tangga mengandalkan pengecer besar untuk memberikan sedikit kelonggaran dalam anggaran rumah tangga mereka. Namun yang terjadi, Amazon malah menaikkan harga beberapa barang hingga 20–30 persen dalam hitungan minggu, dengan alasan yang tidak diungkapkan secara terbuka kepada konsumen. Langkah ini terlihat kontras dengan pendekatan Walmart yang secara aktif memotong harga dan memasarkan dirinya sebagai mitra keluarga Amerika di masa ekonomi sulit.
Langkah Amazon ini juga memiliki implikasi strategis terhadap daya saingnya. Meskipun Amazon memiliki keunggulan logistik dan basis pelanggan setia melalui layanan Prime, namun jika harga-harga barang sehari-hari terus meningkat tanpa transparansi, bukan tidak mungkin pelanggan akan berpaling ke toko-toko fisik atau pengecer daring lain yang lebih murah. Dalam laporan terpisah yang dikutip oleh Reuters, analis ritel menyebut bahwa “kesetiaan pelanggan Amazon tidak kebal terhadap ketidaksesuaian harga.”
Amazon belum memberikan penjelasan resmi yang rinci terkait kenaikan harga ini, namun dalam pernyataan umumnya perusahaan menyebut bahwa “harga berubah dari waktu ke waktu berdasarkan biaya, permintaan pasar, dan ketersediaan.” Pernyataan ini tidak banyak menenangkan konsumen, karena perusahaan sebelumnya telah menyatakan secara eksplisit bahwa mereka akan menjaga harga rendah sebagai bagian dari misi sosial dan strategi jangka panjangnya.
Kenaikan harga ini juga menjadi bagian dari tren yang lebih besar dalam strategi Amazon yang kini mulai lebih berorientasi pada margin keuntungan ketimbang hanya pertumbuhan volume. Sejak era pertumbuhan hiper pada dekade sebelumnya mulai melambat, dan investor menuntut profitabilitas lebih tinggi, Amazon tampaknya mengubah fokusnya dari ekspansi pasar ke efisiensi internal dan optimalisasi harga. Dalam jangka pendek, ini mungkin menguntungkan laporan keuangan, tetapi bisa mengikis goodwill jangka panjang yang telah dibangun selama bertahun-tahun dengan basis pelanggannya.
Kritik terhadap Amazon juga muncul dari kelompok konsumen dan pembela hak konsumen. Beberapa organisasi menyuarakan perlunya transparansi dalam kebijakan harga dan menyerukan regulasi yang mencegah perusahaan ritel daring besar memanipulasi harga dengan algoritma tanpa kontrol. Sebab dalam banyak kasus, harga-harga di Amazon berubah begitu cepat dan tidak merata, membuat konsumen kesulitan melacak tren dan mengambil keputusan ekonomi yang cerdas.
Selain itu, dengan makin banyaknya konsumen yang menyadari adanya opsi perbandingan harga lewat aplikasi pihak ketiga, tekanan terhadap Amazon untuk bersaing secara jujur semakin besar. Jika tren kenaikan harga ini berlanjut, Amazon tidak hanya berisiko kehilangan pelanggan ritel, tapi juga kredibilitasnya sebagai pemimpin pasar e-commerce yang selama ini dikenal memprioritaskan kepuasan pelanggan.
Dalam iklim ekonomi saat ini, di mana kepercayaan publik menjadi aset langka, Amazon tampaknya sedang bermain dalam zona abu-abu antara keinginan untuk mempertahankan narasi publik yang positif dan kebutuhan korporat untuk mencetak laba lebih besar. Namun bagi pelanggan, yang mereka lihat hanyalah tag harga yang lebih mahal di keranjang belanja mereka. Dan dalam keseharian yang penuh perhitungan finansial, hal itu bisa menjadi alasan cukup untuk pindah ke tempat lain.