(Business Lounge – Tech) Industri periklanan digital Amerika Serikat mulai menunjukkan tanda-tanda perlambatan sejak April lalu, dan kini raksasa teknologi tengah bersiap menghadapi dampak lebih besar yang dipicu oleh potensi kenaikan tarif impor. Seperti dilaporkan oleh The Wall Street Journal dan Bloomberg, perusahaan-perusahaan besar seperti Google, Meta, dan Amazon memperingatkan adanya perlambatan dalam belanja iklan yang biasanya menjadi salah satu mesin utama pertumbuhan pendapatan mereka.
Tarif baru yang diumumkan oleh pemerintahan Amerika Serikat, yang menargetkan berbagai produk impor termasuk barang-barang teknologi dan konsumen dari Tiongkok, menciptakan ketidakpastian baru di pasar. Sejumlah pengiklan besar, terutama dari sektor ritel dan barang konsumsi, mulai memangkas anggaran promosi mereka untuk mengantisipasi kenaikan harga barang dan potensi penurunan permintaan konsumen. Menurut laporan Bloomberg, banyak perusahaan mempertimbangkan ulang strategi pengeluaran iklan mereka di tengah proyeksi bahwa tarif baru ini akan mendorong inflasi lebih tinggi dalam beberapa bulan mendatang.
Data awal dari platform analitik iklan seperti Skai dan Standard Media Index menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan belanja iklan digital pada bulan April dan awal Mei. Pertumbuhan yang sebelumnya berada di kisaran dua digit kini melambat ke angka satu digit rendah, menandai pergeseran signifikan setelah lebih dari dua tahun ledakan iklan digital pasca-pandemi. Menurut catatan The Wall Street Journal, beberapa perusahaan sudah mengajukan revisi terhadap belanja iklan kuartal kedua mereka.
Meta, yang sangat bergantung pada iklan digital untuk mayoritas pendapatannya, mengungkapkan dalam pertemuan dengan analis bahwa mereka melihat permintaan iklan mulai melemah di beberapa kategori utama, terutama ritel, barang elektronik konsumen, dan otomotif. Google, melalui unit iklannya Google Ads, juga mencatat tren serupa, dengan beberapa pengiklan besar mulai menunda atau mengurangi kampanye mereka untuk sisa tahun ini. Amazon, yang secara agresif memperluas bisnis periklanannya, melaporkan bahwa sebagian pengiklan di sektor FMCG (fast-moving consumer goods) mengurangi pengeluaran mereka akibat ketidakpastian harga.
Analis dari Morgan Stanley dan Goldman Sachs memperkirakan bahwa jika ketegangan perdagangan terus meningkat, pertumbuhan pendapatan iklan digital di Amerika Serikat bisa turun 3% hingga 5% lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Hal ini sangat kontras dengan ekspektasi optimis awal tahun, di mana para analis memprediksi pemulihan kuat seiring dengan penurunan inflasi dan stabilisasi belanja konsumen.
Menurut laporan Bloomberg, bukan hanya sektor ritel dan barang konsumsi yang terdampak. Sektor otomotif, yang sudah menghadapi tantangan dari sisi pasokan dan perubahan preferensi konsumen ke arah kendaraan listrik, kini juga memperketat anggaran iklan mereka. Biaya produksi yang lebih tinggi akibat tarif diperkirakan membuat produsen mobil lebih berhati-hati dalam meluncurkan kampanye besar di sisa tahun ini.
Di sisi lain, sektor teknologi iklan (adtech) yang mendukung platform seperti Google dan Meta juga menghadapi tekanan. Perusahaan-perusahaan seperti The Trade Desk dan Magnite melaporkan tanda-tanda awal pengurangan pengeluaran dari pengiklan besar. Dalam laporan keuangannya, The Trade Desk mengungkapkan bahwa meskipun masih ada pertumbuhan, tingkat ekspansinya melambat dibandingkan kuartal sebelumnya, sebagian karena ketidakpastian makroekonomi yang diperburuk oleh kebijakan tarif.
Selain perlambatan dari sisi permintaan, platform digital juga harus menghadapi kenaikan biaya operasional akibat potensi tarif baru pada perangkat keras dan komponen teknologi. Hal ini bisa mendorong perusahaan untuk lebih selektif dalam mengalokasikan dana untuk pengembangan produk baru dan inovasi iklan berbasis AI.
Para eksekutif di Google dan Meta menegaskan bahwa mereka tetap berkomitmen terhadap investasi jangka panjang dalam teknologi periklanan berbasis AI untuk meningkatkan efisiensi kampanye klien. Namun dalam jangka pendek, mereka mengakui adanya tekanan pada kinerja pendapatan yang bisa berdampak pada volatilitas pasar saham sektor teknologi. Seperti dilaporkan oleh CNBC, saham-saham sektor teknologi iklan sudah menunjukkan pelemahan moderat sejak pertengahan April.
Situasi ini semakin kompleks dengan adanya ketidakpastian politik menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat. Menurut analisis dari Financial Times, perusahaan-perusahaan teknologi menghadapi risiko ganda: perlambatan belanja iklan umum akibat faktor ekonomi dan volatilitas tambahan akibat siklus politik nasional. Biasanya, pemilu mendorong lonjakan belanja iklan, tetapi dengan ketidakpastian perdagangan dan ketegangan geopolitik, pola tahun ini bisa menjadi tidak terduga.
Dalam jangka menengah hingga panjang, beberapa analis tetap optimis bahwa sektor iklan digital akan beradaptasi. Mereka memperkirakan bahwa perusahaan akan beralih ke strategi iklan yang lebih berbasis kinerja (performance-based advertising) dan mengoptimalkan penggunaan AI untuk mengurangi biaya sekaligus meningkatkan ROI kampanye. Namun dalam jangka pendek, tekanan terhadap belanja iklan diperkirakan akan menjadi tantangan nyata yang perlu dikelola oleh raksasa teknologi.
Dengan laju ketidakpastian yang terus meningkat, pengamat industri menyatakan bahwa kemampuan adaptasi, efisiensi biaya, dan inovasi teknologi akan menjadi faktor kunci bagi raksasa teknologi dalam mempertahankan pertumbuhan di tengah badai tarif dan ketegangan ekonomi global.