(Business Lounge – Technology) Apple kembali harus menghadapi tekanan besar dari persaingan lokal di pasar smartphone terbesar dunia. Berdasarkan laporan Bloomberg dan Reuters, Apple kehilangan posisi teratas di pasar China pada kuartal pertama 2025, tergeser oleh Xiaomi, produsen lokal yang tengah menikmati lonjakan permintaan berkat insentif pemerintah Beijing.
Menurut data yang dirilis Counterpoint Research, Xiaomi meraih pangsa pasar sekitar 17,5%, mengungguli Apple yang turun ke posisi kedua dengan 16,1%. Lonjakan ini sebagian besar didorong oleh kebijakan subsidi baru yang dikeluarkan pemerintah China untuk mendukung konsumsi domestik, terutama pada produk-produk elektronik lokal.
Langkah strategis Xiaomi mencakup peluncuran lini smartphone terbaru dengan harga lebih terjangkau namun tetap kompetitif dari sisi teknologi. Subsidi dari pemerintah membuat harga produk mereka semakin menarik di tengah tekanan ekonomi yang membuat konsumen lebih berhati-hati dalam belanja. Sementara itu, Apple belum menurunkan harga secara signifikan, yang membuat produknya relatif lebih mahal dibanding para pesaing domestik.
The Wall Street Journal mencatat bahwa keberhasilan Xiaomi tidak hanya disebabkan oleh faktor harga, tetapi juga oleh peningkatan kualitas kamera, daya tahan baterai, dan integrasi AI yang semakin disukai pengguna muda. Ini memperkuat posisi mereka di segmen menengah ke bawah, yang saat ini menjadi motor utama pertumbuhan volume di pasar China.
Sebaliknya, Apple mengalami penurunan penjualan iPhone hampir 20% dari tahun ke tahun di China, yang merupakan pasar internasional terbesarnya. Beberapa analis dari JP Morgan menyebutkan bahwa tekanan ini bisa menjadi sinyal awal bagi Apple untuk menyesuaikan strateginya secara global, terlebih jika subsidi lokal terus menjadi instrumen utama kebijakan industri di China.
Masalah lain yang dihadapi Apple adalah sentimen geopolitik. Sejumlah laporan dari Financial Times menyebutkan bahwa sebagian konsumen di China mulai menunjukkan preferensi pada merek lokal sebagai bagian dari kampanye nasionalisme ekonomi. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Apple yang selama ini sangat tergantung pada rantai pasok dan manufaktur di China, sekaligus menjual produknya ke pasar yang sama.
Di tengah perubahan lanskap ini, Apple kemungkinan harus mengambil langkah taktis. Beberapa spekulasi dari analis di Goldman Sachs memperkirakan Apple bisa merespons dengan memproduksi model iPhone lebih murah untuk pasar Asia atau memperluas program tukar tambah untuk mendorong pembaruan perangkat.
Namun, sebagaimana dicatat oleh Nikkei Asia, Apple tetap menjadi pemain penting dalam segmen premium, dan loyalitas pengguna iPhone masih tinggi di kota-kota besar seperti Shanghai dan Beijing. Tantangannya adalah menjaga dominasi di segmen atas sambil tidak kehilangan pijakan di segmen bawah yang sedang tumbuh pesat.
Jika tren ini berlanjut, tidak tertutup kemungkinan perusahaan seperti Xiaomi, Oppo, atau Huawei akan semakin mendominasi pasar dalam negeri, sementara Apple harus memperkuat posisi di luar China untuk mempertahankan pertumbuhan globalnya.