Figure AI

Startup $40 Miliar yang Mengguncang Silicon Valley

(Business Lounge – Technology) Sebuah startup bernama Figure AI tengah menjadi pusat perhatian di Silicon Valley. Nilainya meroket hingga $40 miliar hanya dalam hitungan bulan, menyalakan kegilaan investor yang belum pernah terlihat sejak masa awal OpenAI. Di balik valuasi fantastis ini, perusahaan tersebut mengklaim telah mencapai terobosan penting dalam pengembangan robot humanoid otonom—sebuah pencapaian yang selama ini dianggap mustahil di dunia teknologi.

Didirikan oleh Brett Adcock, pengusaha serial yang sebelumnya mendirikan Archer Aviation, Figure AI dengan cepat mengangkat dirinya dari startup misterius menjadi unicorn hiperaktif berkat klaim bahwa mereka telah menciptakan robot bertenaga AI yang mampu bergerak, melihat, dan mengambil keputusan secara mandiri dalam lingkungan manusia. Dalam pernyataannya kepada Bloomberg, Adcock menyebut bahwa robot tersebut dirancang untuk “mengisi kekosongan besar dalam tenaga kerja global”, dengan ambisi jangka panjang untuk membangun “tenaga kerja robotik skala penuh.”

Investor berebut untuk terlibat. Dalam putaran pendanaan terbaru, Figure AI berhasil mengamankan dukungan dari perusahaan modal ventura paling terkenal di dunia, termasuk Sequoia Capital, Benchmark, dan juga Nvidia yang disebut turut berpartisipasi melalui kemitraan strategis. Beberapa sumber yang dikutip oleh The Wall Street Journal menyatakan bahwa para investor, termasuk Amazon dan Microsoft, melihat potensi jangka panjang Figure AI tidak hanya dalam sektor manufaktur, tetapi juga dalam logistik, rumah tangga, hingga layanan kesehatan.

Namun di tengah euforia ini, banyak pihak mempertanyakan apa sebenarnya yang telah dibangun Figure AI. Dalam laporannya, Financial Times menyebut bahwa hanya sedikit pihak luar yang benar-benar melihat prototipe robot itu beroperasi secara penuh. Video demonstrasi yang dirilis perusahaan menunjukkan sosok humanoid ramping berwarna putih berjalan perlahan di dalam ruang lab dan mengambil objek dengan kedua tangannya—sebuah tampilan yang mengingatkan pada robot-robot Boston Dynamics, namun dengan narasi “kecerdasan otonom” yang jauh lebih tinggi.

Sebagian besar daya tarik Figure AI terletak pada janji integrasi antara tubuh robotik dan kecerdasan buatan generatif. Dalam proposal investasinya yang bocor ke media teknologi seperti TechCrunch, Figure AI menekankan bahwa sistem mereka bukan sekadar robot mekanik, melainkan entitas yang mampu “memahami perintah dalam bahasa alami, menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan belajar dari pengalaman.” Sistem ini disebut terintegrasi dengan LLM (large language models) buatan sendiri yang dioptimalkan untuk tindakan fisik di dunia nyata.

Pengamat teknologi menyamakan ambisi Figure AI dengan pencapaian OpenAI di bidang bahasa, dengan satu perbedaan besar: risiko teknisnya jauh lebih tinggi. Membangun model bahasa dapat dilakukan sepenuhnya di ranah digital, namun membuat robot otonom menavigasi dunia fisik dengan aman dan efektif membutuhkan kombinasi sempurna antara perangkat keras, visi komputer, kontrol gerak, dan kecerdasan kognitif. Tantangan ini membuat banyak ahli ragu terhadap validitas klaim Figure AI, meski valuasinya terus naik.

Sejumlah mantan insinyur dari Tesla Optimus dan Boston Dynamics kini diketahui telah bergabung dengan Figure AI, memberi bobot pada kapabilitas teknis perusahaan. Namun hingga saat ini, belum ada pengakuan dari regulator atau institusi independen yang mengonfirmasi performa robot mereka dalam lingkungan nyata. Dalam wawancara dengan CNBC, Brett Adcock mengatakan bahwa perusahaan masih berada dalam tahap awal pengujian lapangan, namun “kemajuan telah jauh melampaui ekspektasi industri.”

Meskipun belum memproduksi satu unit pun secara massal, Figure AI telah membangun pabrik kecil di pinggiran California dan mengklaim akan memulai pilot program di sektor ritel dan logistik pada akhir tahun ini. Amazon disebut sebagai salah satu mitra uji coba potensial, terutama untuk sektor pergudangan yang menghadapi kekurangan tenaga kerja. Di sisi lain, pengamat menilai bahwa dengan tantangan seperti daya tahan baterai, keselamatan operasional, dan biaya produksi yang sangat tinggi, akan sulit bagi Figure AI untuk segera memenuhi ekspektasi pasar.

Fenomena ini menyoroti gejolak baru dalam pasar AI swasta. Dengan meningkatnya minat pada robotika yang digerakkan oleh AI, sejumlah investor mengalihkan dana dari startup software ke perusahaan hardware canggih seperti Figure AI, Sanctuary AI, dan 1X. The Information melaporkan bahwa ini merupakan tren baru dalam Silicon Valley, di mana “AI embodied”—yakni bentuk AI yang hadir dalam bentuk fisik—dianggap sebagai frontier baru setelah kejenuhan pada chatbot dan tool generatif murni.

Namun, risiko spekulatifnya tidak kecil. Sejumlah analis memperingatkan bahwa hype Figure AI mengandung kemiripan dengan Theranos, di mana narasi besar dan janji teknologi yang belum terbukti menciptakan valuasi yang tidak realistis. Dalam diskusi panel yang diadakan oleh Stanford AI Ethics Institute, para pakar memperingatkan bahwa kegagalan Figure AI dalam memenuhi ekspektasi dapat mengguncang seluruh sektor AI fisik dan mengikis kepercayaan investor pada startup frontier deep-tech.

Meski begitu, tidak bisa disangkal bahwa gagasan tentang robot otonom yang digerakkan AI adalah visi yang menggoda. Dalam skenario ideal, robot Figure AI dapat menggantikan pekerjaan manusia di lingkungan berisiko tinggi atau di wilayah dengan krisis tenaga kerja akut. Mereka juga dapat memperluas cakupan layanan di negara-negara maju dengan populasi menua, sekaligus membuka peluang baru dalam desain kota pintar dan sistem distribusi otonom.

Untuk saat ini, Figure AI tetap menjadi misteri yang membangkitkan kekaguman dan skeptisisme secara bersamaan. Valuasi $40 miliar tanpa produk komersial, ditopang oleh narasi revolusi tenaga kerja, menjadikan mereka startup paling mencolok tahun ini. Dunia menanti—apakah mereka akan menjadi Tesla-nya robot humanoid, atau justru kisah peringatan baru dari Silicon Valley yang terlalu cepat percaya pada masa depan.