Honmono: Concrete Jungles Uncommon Journey

(Business Lounge Journal – Ettiquette Directory)

Brand classic menswear pendatang baru Honmono meluncurkan koleksi kemeja dan jungle jacket ready-to-wear dengan kualitas yang di atas kelasnya. Mulai dari koleksi button-down shirt dengan collar roll yang visible, sampai dengan William jungle jacket, sebuah jacket elegan yang terinspirasi dari jungle jacket Amerika di era perang Vietnam, Honmono mengedepankan dirinya sebagai classic menswear yang lebih mudah dijangkau oleh masyarakat luas, tanpa berkompromi dengan desain dan kualitas bahan. Kami mewawancarai Michael Sutanto, pendiri dari brand ini.

MJ: Michael Judah
MS: Michael Sutanto

MJ: Bisa ceritakan background anda?

MS: Nama saya Michael Sutanto, kelahiran tahun 1994 dan saya memiliki latar belakang pendidikan bisnis di Monash University. Saat ini saya berprofesi sebagai profesional di tech-industry yang sudah saya jalani selama 5+ tahun belakangan dan juga saya adalah pemilik sebuah bisnis pakaian bernama Honmono, merek yang kami jalankan sejak Desember 2020.

MJ: Apa itu Honmono?

MS: Honmono adalah sebuah brand pakaian laki-laki yang kami dirikan pada bulan Desember 2020. Brand ini terinspirasi pada gaya pakaian klasik pria dan kami secara spesifik berfokus pada detail sebuah pakaian yang sudah ada di jaman dahulu namun hilang seiring berkembangnya jaman. Pakaian kami memiliki design yang berlatar belakang pakaian – pakaian klasik pria dan mayoritas diambil dari gaya Ivy Style & American Militaria.

MJ: Apa yang menginspirasikan anda untuk membuat brand Honmono?

MS: Inspirasi Honmono sendiri muncul dari kesadaran saya akan sebuah detail yang hilang dari pakaian yang tersedia untuk masyarakat luas di pasaran sekarang. Pakaian pria sendiri tidak seperti wanita. Bentuk dan design pakaian pria hampir tidak berubah dari 50 bahkan 100 tahun belakangan. Pada jamannya detail sebuah pakaian pria memiliki design yang lebih indah dan semuanya memiliki sebuah tujuan tertentu. Namun seiringnya jaman attention to detail tersebut hilang diikuti juga dengan hilangnya edukasi dari tujuan sebuah design tersebut kepada market. Pakaian yang saya lihat di pasaran saat ini menurut saya hanya me-rely “look-like” its original design. Saya merasa seluruh pria berhak untuk mendapatkan seluruh detail–detail indah tersebut tanpa harus merogoh kocek yang dalam (Karena pakaian pria yang memiliki detail yang sangat tinggi biasanya berupa custom atau bespoke yang memiliki harga cukup mahal). Dari situlah cikal bakal munculnya Honmono. Jika semua orang bisa terlihat keren kenapa tidak saya berpikir. Kami ingin mengembalikan kualitas dan detail yang hilang tersebut yang pada jamannya adalah sebuah hal common.

MJ: Sejak umur berapa Anda tertarik dengan classic menswear?

MS: Ketertarikan saya terhadap classic menswear pertama kali muncul sekitar tahun 2011 namun bukan spesifik style sartorial namun lebih ke arah workwear. Jika kalian semua ingat pada jaman itu muncul sebuah brand dari luar negeri yang memperkenalkan istilah “dry denim”. Celana yang tidak perlu dicuci dan bisa mengikuti bentuk kaki Anda seiring penggunaan. Seperti anak remaja pada umumnya, saya juga mengikuti trend tersebut namun, ketika teman-teman dan orang sekitar saya melihat itu hanya sebagai sebuah “celana keren” yang harus dimiliki, saya malah tertarik untuk mengetahui apa yang membuat celana ini bisa “berubah”. Dari situ saya melakukan riset dan akhirnya menemukan bahwa celana seperti ini bahkan sudah ada sejak 120 tahun lamanya dan singkat cerita ketertarikan itu bercabang ke hal-hal lainnya yang berhubungan dengan celana tersebut sampai saya menemukan ketertarikan secara luas mengenai classic menswear.

MJ: Bagaimana kondisi classic menswear di Indonesia?

MS: Kondisi clasic menswear di Indonesia saat ini saya lihat mengalami sedikit peningkatan dari tahun ke tahun, dengan adanya banyak tailor bermunculan itu menurut saya menjadi tanda positif bahwa masyarakat mulai kembali mengerti pentingnya kembali ke akar gaya pria di classic menswear. Namun sayangnya dengan bermunculannya fast fashion juga, classic menswear saat ini dilihat sebagai gaya yang hanya dipakai secara formal dan di waktu tertentu saja. Sangat terbalik dibandingkan masa lalu, classic menswear adalah sebuah hal biasa untuk digunakan sehari–hari.

MH: Bisa ceritakan lebih detail tentang mungkin dua atau tiga produk andalan Anda dan mengapa Honmono lebih baik daripada brand lokal lain?

MS: Pertama adalah Henry Collar Shirt atau button down shirt. Kemeja ini adalah salah satu style yang sudah menjamur dan dibuat oleh ratusan bahkan ribuan brand di seluruh dunia. Namun konsumen jaman sekarang tidak banyak yang tahu apa cerita dan bagaimana bentuk button down yang seharusnya. Hanya segelintir brand yang masih membuat detail kerah yang memiliki “Collar Roll” yang sangat menjadi kunci dari sebuah kemeja button down. Button Down milik Honmono memiliki design dan feel yang masih sesuai dengan Button Down klasik dan kami ingin menunjukan kepada konsumen bahwa collar roll dapat meningkatkan nuansa baru dengan memberikan extra dimensi dari keseluruhan pakaian yang digunakan oleh konsumen. Kedua adalah Wales Collar Shirt atau widespread collar. Inspirasi kami untuk membuat gaya kerah ini adalah kami melihat diluar sana banyak sekali spread collar namun spesifik widespread sangat jarang keberadaanya di pasaran Indonesia. Padahal menurut kami widespread collar bisa memberikan nuansa super klasik dan berbeda pada penggunannya. Gaya yang menurut kami modern dan klasik secara bersamaan. Maka dari itu kami ingin membuat gaya collar ini lebih dikenal secara umum di market. Terkahir adalah William Jungle Jacket atau Jungle Fatigue. Jaket ini memang cukup popular di beberapa tahun belakangan namun kami ingin memberikan sebuah look yang berbeda. Kebanyakan brand membuat jaket ini menggunakan bahan yang rugged sehingga terlihat terlalu kasual. Kami secara spesifik membuat jaket ini menggunakan bahan cotton linen 100% cotton yang membuat jaket ini terlihat semi formal dan juga kami tetap memberikan detail-detail klasik dari Jungle Fatigue seperti pen pocket karena detail tersebut masih sangat relevant untuk aktivitas kaum urban saat ini.

Menurut kami mengapa Honmono lebih baik dari brand lokal lainnya karena kami berfokus untuk membuat sebuah produk yang asli seperti barang klasik pada jamannya. Kami membuat seluruh design dan memperhatikan seluruh detail secara seksama bahkan bahan pun kami kurasi secara detail untuk memberikan feel sesuai barang original nya dan juga karena kami terobsesi untuk memberikan pria jaman sekarang keindahan dari sebuah produk yang dirasakan oleh orang-orang generasi sebelumnya yang mungkin adalah ayah bahkan kakek mereka. Kami juga percaya bahwa design kami dapat menyesuaikan fit yang dicari oleh market secara umum dan seluruh produk yang kami buat sangat konsisten sehingga tidak perlu kuatir ketika seorang konsumen ingin membeli produk yang sama dengan warna yang berbeda.

MJ: Apa harapan Anda untuk brand Anda di masa depan?

MS: Kami berharap Honmono dan seluruh produk yang kami buat bisa menjadi standar kualitas dan detail untuk seluruh produk di market. Kami juga berharap Honmono dapat meningkatkan tidak hanya gaya namun juga rasa menghargai terhadap diri si pengguna karena Honmono tidak hanya sebuah brand namun Honmono adalah way of life.

MJ: Apa harapan Anda untuk kondisi classic menswear Indonesia di masa depan?

MS: Harapan kami adalah semoga seluruh pria di usia berapa pun dan background apa pun bisa mengerti bahwa pada akhir hari, menswear style akan kembali ke akarnya dan berpakaian menggunakan gaya classic menswear adalah sebuah hal normal yang bisa digunakan kapan pun dan di mana pun.

Michael Judah Sumbayak adalah pengajar di Vibiz LearningCenter (VbLC) untuk entrepreneurship dan branding. Seorang penggemar jas dan kopi hitam. Follow instagram nya di @michaeljudahsumbek