(Business Lounge Journal – Art)
Seni itu memang tidak terbatas. Paling tidak itu yang akan muncul dalam benak Anda ketika memasuki Gedung A – Galeri Nasional pada minggu ini. Sebab hanya dari remah-remah mie instant atau bahkan sebuah kerupuk mentah, maka terciptalah sebuah karya yang seolah berbicara menyampaikan pesan si seniman. Dengan mengkombinasikan kursi yang terbalik dengan dinding hitam penuh dengan coretan, maka sang seniman pun menumpahkan semua inspirasinya. Salahkah? Tidak ada yang salah! Kelirukah? Tidak ada yang keliru!
Seni tidak hanya ketika Anda dapat menggambar dengan sempurna sebuah lukisan pemandangan alam atau ketika Anda dapat memahat sebuah patung ayam dengan menampilkan sempurna helai demi helai bulunya. Seni pun tidak dapat dikatakan hanyalah sesuatu yang mengandung keindahan, sebab apa yang indah menurut saya belum tentu indah bagi Anda, dan sebaliknya. Sangat sulit untuk menginterpretasikan seni, sesulit bagaimana Anda dapat menilainya. Namun juga sangat mudah untuk menginterpretasikan seni, semudah bila Anda mau membuka wawasan Anda seluas-luasnya. Bagi Aristoteles, seni itu diungkapkan melalui sesuatu yang tidak menyimpang dari kenyataannya atau dapat dikatakan sebagai meniru alam. Tetapi Tan Vatey dari Kamboja menggabungkan kerupuk mentah dengan batangan rokok dan menjadikannya taburan tumbuhan jamur. Berbeda dengan Alexander Baum Garton yang disebut sebagai bapak estetika, bagaimana seni merupakan keindahan dengan tujuan yang positif sehingga para penikmat pun akan merasakan kebahagiaan. Tetapi Kaung Myat Thu dari Myanmar menampilkan sebuah instalasi tali dengan warna hitam yang membentuk jaring-jaring pada salah satu sudut ruangan. Atau Noy Xayatham dari Laos yang membuat sebuah instalasi dari kardus seperti seseorang yang sedang meringkuk di bawah tudung kain hitam dengan sebuah mangkuk kaleng kosong di hadapannya.
Tetapi Imanuel Kant memiliki pendapat yang berbeda, bagaimana seni itu sesuatu yang diimpikan dan yang tidak dapat didapat dari rumus-rumus yang ada. Seni kontemporer yang terus berkembang saat ini, memang sudah tidak lagi memiliki rumus.
Bagaimana Anda menterjemahkan sebuah seni memang tidak lagi dapat didikte, demikianlah yang terjadi setelah lahirnya seni kontemporer sejak Perang Dunia II. Bagaimana teknik dan medium yang digunakan dalam menciptakan sebuah karya seni, tidak lagi terikat.
Sejumlah 9 orang seniman yang juga berasal dari 9 negara di Asia Tenggara sedang beraksi dalam sebuah exhibition yang bertajuk MUTUAL UNKNOWN yang akan digelar hingga 17 Juni mendatang. Uniknya, Anda akan dapat bertemu dengan ke-9 seniman tersebut sementara mereka akan terus mengerjakan karya seni mereka. Mutual Unknown yang diselenggarakan oleh CuratorsLAB dan didukung penuh oleh Goethe-Institut dan Galeri Nasional Indonesia ini menjadi sebuah pameran yang berbasis proses. Datang saja. Anda dapat berdialog dengan para pencipta seni, bahkan ikut menyumbang saran atas karya seni mereka. Atau, Anda dapat sekedar ikut menggoreskan pena dalam bentuk-kata-kata yang juga akan menjadi ungkapan seni bagi Anda.
Business Lounge Journal/VMN/BLJ
Galeri Nasional (2 – 17 Juni 2017)