(Business Lounge Journal – Human Resources) SDM didemo sudah biasa, bahkan kadang kala menerima ancaman. Sebuah pengalaman yang dapat saya bagikan bagaimana seorang karyawan SDM di sebuah mall di kota besar, sebut saja Budi, pada kenyataannya bukan saja menghadapi karyawan tetapi juga menghadapi lingkungan sekitar baik pemerintahan setempat mulai dari RT/RW sampai tingkat propinsi ataupun masyarakat sekitarnya. Tidak hanya sampai di situ, bahkan para sopir angkot yang biasa ngetem di depan pintu masuk mall tersebut menjadi bagian tugas Budi. Ia harus melakukan pendekatan dengan bos para sopir tersebut sehingga dapat membantu mengatur anak buahnya. Belum lagi harus menghadapi organisasi pemuda di sekitar mall yang ngotot ingin dipekerjakan. Saya hanya geleng-geleng kepada. SDM itu memang harus memiliki karakter melayani, mulai dari melayani rekan sekerja, karyawan, atasan, para direktur, pemerintahan setempat, komunitas, dan masyarakat sekeliling tempat kerja.
Seorang karyawan SDM bukan hanya bertugas sebagai polisi perusahaan yang hanya menjatuhkan punishment bagi yang bersalah atau dikatakan sebagai “penindas” karena aturan kedisiplinan yang dibuat, tetapi harus juga seorang yang membantu memberikan reward kepada yang berprestasi dan melakukan coaching dan counselling bagi yang dianggap sedang bermasalah. Karyawan SDM harus tahu menghargai setiap individu yang ada di perusahaan termasuk yang berada pada level non staf seperti messeger, OB, driver. Bahkan pimpinan SDM kadang juga harus berperan sebagai “orang tua” yang baik dan sensitif, yang memperlakukan setiap karyawan seperti anak yang memiliki kesempatan untuk maju. Diperlukan kreativitas dan kejelian untuk melihat kebutuhan karyawan. Posisi SDM harus netral dan tetap memihak pada kebenaran dan keadilan.
Kadang kala seorang karyawan SDM hanya memiliki sikap tegas dan tidak kompromi sehingga menjadi figur yang ditakuti, sikap itu harus diimbangi dengan sikap yang juga mau membaur dan mau berkomunikasi dengan setiap level. Menjadi sosok karyawan SDM yang ditakuti itu akan merugikan karena kalau karyawan yang sedang ada masalah tidak akan berani mendekat dan terbuka, malah akan ditutupi. Sehingga perlu adanya peranan tarik-ulur.
Tantangan dalam pekerjaan pasti ada, namun sepanjang ada sosialisasi dan komunikasi pasti dapat diatasi sebab pada dasarnya secara naluri orang yang sudah enak dan nyaman tidak mau diutak-atik dengan situasi atau kondisi yang baru. Misalnya, menciptakan kedisiplinan bagi yang terlambat, maka dibuatkan cara yang tegas tetapi berdampak menyenangkan, atau akan dikenakan denda bagi yang terlambat dan hasil dari denda tersebut setiap 3 bulan sekali akan dipakai untuk acara kebersamaan, selain meningkatkan kedisiplinan tetapi juga meningkatkan kebersamaan. Dibuat juga forum pertemuan rutin untuk sharing, berdiskusi mengenai kejadian yang terjadi di lapangan. Setiap tahun dapat dibuat the best employee dan the winning team.
Jadi tugas seorang karyawan SDM bukan sebagai polisi atau kepala sekolah di perusahaan tetapi diharapkan memiliki hati yang melayani semua pihak.
Sonya/VMN/BL/Contributor
Editor: Ruth Berliana