Optimistic Millennial

Airwheel 1

(Business Lounge Journal – Interview Session)

The person you will be in five years is based on the books you read and the people you surround yourself with today.

Siang itu, bukan tanpa alasan saya berangkat menembus kemacetan untuk menyambangi Priscilla Novani di tempat kerjanya, yang terletak di sebuah apartment di bilangan Kelapa Gading. Berita tentang kegigihannya untuk membangun sebuah bisnis memang menjadi sebuah berita yang menarik untuk disimak.

Tertawa renyahnya serta tim kerjanya yang bersahabat menjadi sebuah gambaran suasana kerja yang penuh rasa kekeluargaan pada PT. A&P Tech. Sepanjang pertemuan siang itu, berkali-kali Priscil, demikian biasanya dia dipanggil, tertawa lepas sambil menceritakan pengalaman-pengalaman pribadinya, walaupun tidak semua pengalaman yang dimilikinya menyenangkan untuk diceritakan.

“Tahun 2011 kami collapse, kami bangkrut, semuanya habis, totally gone. Di tahun yang sama itu juga, aku harus bedrest selama 5 bulan. Terkena penyakit vasculitis, bagaimana daya tahan tubuhku menyerang diriku sendiri. Di saat yang bersamaan juga karena tidak punya daya tahan tubuh, aku terkena TBC,” demikian Priscil mengenang kembali perjalanan bisnis yang pernah diarunginya.

Priscil adalah putri seorang pengusaha sebuah merek kopi terkenal. Namun demikian, sang ayah mengajari dan memberikan kepercayaan padanya serta sang kakak laki-laki untuk merintis sebuah bisnis garment pada tahun 2001 dengan upaya mereka sendiri. Saat itu ia masih duduk di bangku kuliah dan benar-benar tidak memiliki pengalaman.

Tujuh tahun berselang, ia diberikan kepercayaan untuk langsung memegang kendali bisnis garmennya yang berada di Jakarta, sedangkan sang kakak menangani cabang yang berada di luar kota Jakarta. Tetapi pada tahun 2011, seperti penuturannya, usahanya mengalami kebangkrutan hingga tidak bersisa.

Namun hal ini tidak sedikit pun membuatnya menjadi kecil hati, walaupun semua hasil kerja kerasnya seolah tidak berbekas. Priscil benar-benar bangkrut. “I don’t have anything, tidak punya ‘duit’, semua tidak ada,” demikian digambarkannya.

Namun setelah lima bulan ia melewati masa bedrest, Priscil bangkit kembali. Secara tidak sengaja ia bertemu dengan seorang teman yang sedang mencari seorang guru BP (Budi Pekerti) untuk sebuah sekolah yang barus saja dibelinya. Tanpa berpikir panjang, Priscil pun menawarkan dirinya dengan tidak perduli berapa bayaran yang kemudian akan diterimanya, “I don’t care! Aku mau mulai start dari apa pun itu. Buat aku tidak masalah mulai dari zero,” demikian ketetapan hatinya pada waktu itu. Namun ternyata menjadi seorang guru pada sekolah ini, mengantarkannya untuk kembali memasuki dunia bisnis. Pada akhirnya, Priscil pun dipercaya untuk menjalankan dua perusahaan milik temannya.

Air Wheel 6

Tidak kapok

Namun, bukan Priscil namanya, jika ia kapok untuk masuk kembali ke dunia entrepreneur. Pada pertengahan tahun 2014, Priscil mengunjungi Audrey, sang adik yang saat itu tinggal di Tiongkok. Ketika itu, airwheel, sebuah kendaraan ramah lingkungan dengan roda satu menjadi sebuah fenomena baru di Hangzhou. Banyak orang hilir mudik dengan menggunakan transportasi ini atau menjadikannya kendaraan sebelum dan sesudah menumpangi bis atau kereta. Hal ini kemudian menggugah sense of business yang telah mendarah daging pada Priscil.

“Saya melihat sesuatu yang belum pernah ada di Indonesia. Kendaraan airwheel yang dapat digunakan sebagai transportasi sehari-hari,” demikian diungkapkannya. Maka bersama dengan Audrey, mereka pun bekerja sama untuk mendatangkan kendaraan mungil ini di Indonesia lewat PT. Allen Paulus Tech, perusahaan yang didirikannya.

Ya, Priscil terbilang cukup nekat, sebab kondisi kota Jakarta tidak dapat disamakan. Kota Jakarta belum siap untuk menerima airwheel sebagai transportasi alternatif. Namun demikianlah keberanian yang dimilikinya. Kerap kali ia mencemplungkan diri untuk melakukan sesuatu yang baru dan kemudian baru berpikir, “what next?” atau “apa yang harus saya lakukan? Ternyata hal inilah yang membawanya dapat memasuki sebuah dunia bisnis yang baru. Priscil dan Audrey pun mulai berkolaborasi begitu juga setelah Audrey memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Kalau Priscil lebih memilih melakukan tugas marketing serta mencari kesempatan kerja sama dengan berbagai pihak, maka Audrey pun bertugas mengurusi administrasi dan keuangan.

Priscil terbilang cukup nekat, sebab kondisi kota Jakarta tidak dapat disamakan. Kota Jakarta belum siap untuk menerima airwheel sebagai transportasi alternatif.

Jakarta belum siap?

Jujur saja, saya memiliki keraguan apakah airwheel ini kelak akan menjadi pilihan transportasi bagi para warga Jakarta untuk dapat bepergian mengingat betapa padatnya lalu lintas kita, serta trotoar dan jalanan yang belum memadai.

Saya sempat berargumen bahwa budaya warga Jakarta mungkin akan lebih memilih mengendarai motor dibandingkan airwheel walaupun untuk jarak tempuh hingga 15 km masih dapat dijangkau menggunakan airwheel. Apalagi sekarang sudah sangat mudah memesan kendaraan lewat aplikasi pada gadget. Tetapi tidak demikian dengan rasa optimis Priscil. Airwheel merupakan salah satu kendaraan yang ramah lingkungan, sehingga ia yakin akan mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah. Walaupun untuk saat ini, airwheel masih dikenal sebagai suatu hobi.

Priscil dan teman-temannya pun telah menjadi pelopor mengendarai airwheel.

“Sekarang pada kenyataannya, saya bisa melihat teman-teman menggunakan ini sebagai transportasi. Mereka menggunakannya naik turun busway, kereta, pergi ke kantor, terutama mereka yang kantornya ‘kelewat gede’, yang di pabrik, mereka menggunakan ini sebagai kendaraan sehari-hari mereka dan saya senang banget melihatnya.”

“Saya pribadi sangat percaya dan yakin. Kalau boleh dilihat, proyek pemerintahan dengan gubernur Jakarta yang sedang membuat proyek ‘gede-gedean’ membangun trotoar di mana-mana, infrastruktur akan semakin bagus, ditambah lagi public transportation. Coba dilihat, semua pembangunan gila-gilaan, semuanya dibangun, apa lagi?

No ‘Hit and Run’

“Dari awal saya ingin menjadi startup yang long lasting, tidak mau jadi perusahaan yang hit and run. Cuma mengikuti trend then selesai.” Prisil tahu bahwa ia harus segera berinovasi untuk tetap survive. Ia tidak dapat mengandalkan modal yang diberikan oleh orang tuanya, sebab tidak akan mungkin dapat membiayai perjalanan bisnisnya ini, berapa banyak uang yang harus dikeluarkannya jika ia hendak mempromosikan ‘benda’ ini.

“Konsep awal harus yang low cost, sehingga kita masuk lewat reseller, online shop, build community di mana-mana, itu akan me-reduce segala sesuatu biaya yang tidak diperlukan.”

Setelah sejak tahun 2014 ia bergerilya dari satu komunitas ke komunitas lainnya untuk memperkenalkan airwheel, maka timbullah ide untuk berinovasi dengan menciptakan inovasi baru bermain basketball on airwheel.

Pada awal tahun 2016, Priscil melempar ide ini pada ABSI (Asosiasi Bolabasket Seni Indonesia) dengan menemui Richard Insane, sebagai orang pertama yang memperkenalkan Freestyle Basket di Indonesia. Tanpa membutuhkan banyak waktu, ide ini pun ditangkap oleh ABSI yang kemudian didukung oleh DBL (Developmental Basketball League) mensponsori Priscil untuk melakukan roadshow dari kota ke kota untuk memperkenalkan Basketball on airwheel.

Saat ini turnamen Basketball on airwheel yang pertama pun akan segera diselenggarakan bekerja dengan salah satu perguruan tinggi di Jakarta.

Tetap pada visi awal

Namun demikian, Priscil tidak pernah melupakan visi awalnya untuk menjadikan airwheel sebagai salah satu pilhan transportasi ramah lingkungan.

“Saya pribadi sangat percaya dan yakin. Kalau boleh dilihat, proyek pemerintahan dengan gubernur Jakarta yang sedang membuat proyek ‘gede-gedean’ membangun trotoar di mana-mana, infrastruktur akan semakin bagus, ditambah lagi public transportation. Coba dilihat, semua pembangunan gila-gilaan, semuanya dibangun, apa lagi? Ini sebagai bukti peluang airwheel sebagai kendaraan ramah lingkungan akan diterima masyarakat serta akan didukung oleh pemerintah,” demikian optimisme Priscil.

“Arah pemerintahan Indonesia akan semakin baik, negara ini semakin baik, ekonominya semakin bertumbuh, dan yang terlebih penting lagi masyarakat akan semakin peduli dengan lingkungan,” lanjut Priscil.

Jangka panjang Priscil mencanangkan untuk bekerja sama dengan pemerintah untuk mensukseskan program-program ramah lingkungan termasuk pada tempat-tempat pariwisata.

“Aku selalu percaya dengan ‘apa yang ditanganmu sekarang, sekecil atau sebesar apa pun itu, kalau kamu lakukan dengan tekun, dengan setia, itu akan menjadi hal yang besar.’ Semua hal yang besar itu kalau mau di-zoom, asal mulanya dari hal yang kecil. Jadi jangan pernah meremehkan seberapa kecil yang ada di tangan kita sekarang.”

Di bawah bayang-bayang sang Ayah

Tidak dapat dipungkiri oleh Priscil bahwa dirinya memang putri dari seorang pengusaha Indonesia, tetapi dengan tegas ia katakan bahwa ia bukanlah pribadi yang hanya mengekor kesuksesan sang ayah. Apalagi sang ayah, benar-benar memberikan kebebasan baginya untuk menentukan bagaimana ia akan berbisnis sehingga pantang baginya untuk membandingkan dirinya dengan orang lain.

“Kita semua bergerak maju dengan race-nya masing masing, jalurnya masing-masing. Kalau kamu membandingkan diri sendiri dengan orang lain, dengan generasi di atasmu, itu yang akan membunuh banyak orang.”

Namun demikian, Priscil mengakui bahwa adalah sebuah privilege baginya memiliki banyak mentor dari generasi di atasnya, yang banyak menolongnya sehingga tidak harus sampai jatuh dulu baru mendapatkan arahan.

Ada 2 hal yang selalu mewarnai kesehariannya dalam berbisnis.

“Pernah dengar kan ‘dengan siapa kita bergaul, buku apa yang kita baca, itu akan menentukan seperti apa kita 5 tahun ke depan’?”

“Aku selalu percaya dengan ‘apa yang ditanganmu sekarang, sekecil atau sebesar apa pun itu, kalau kamu lakukan dengan tekun, dengan setia, itu akan menjadi hal yang besar.’ Semua hal yang besar itu kalau mau di-zoom, asal mulanya dari hal yang kecil. Jadi jangan pernah meremehkan seberapa kecil yang ada di tangan kita sekarang.”

Saya jadi teringat peribahasa yang saya pelajari di bangku Sekolah Dasar, “Harapkan burung terbang tinggi, punai di tangan dilepaskan”, mengharapkan keuntungan yang belum pasti, yang sudah ada di tangan disia-siakan, akhirnya yang mana pun tidak dapat.

Sekarang apa yang ada di tangan Anda? Mungkin prinsip Priscil ini dapat juga untuk Anda terapkan.

Ruth Berliana/VMN/BLJ-Editor

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x