Generation Gaps: Kirimkan Saya ke Panti Jompo!

Selfie Garden 3

 

(Business Lounge Journal – Culture) Kali ini, saya ingin berandai-andai. Coba bayangkan keadaan Anda pada 40 atau 50 tahun mendatang? Ups, terlalu jauh? Coba saja. Saat kekuatan dan daya ingat Anda sudah jauh berkurang, saat tidak mudah bagi Anda untuk bangkit berdiri dari posisi duduk Anda, atau saat Anda masih ingin bercerita kisah-kisah menarik yang mungkin tidak lagi menjadi menarik bagi kebanyakan orang.

Kira-kira, apa ya yang Anda inginkan saat itu?

Sebenarnya hal ini merupakan sebuah realita hidup yang saat ini telah ada di sekitar Anda. Tetapi karena Anda tidak ada pada situasi demikian, maka kemungkinan besar hal ini tidak menyita perhatian Anda. Tetapi tahukah Anda bahwa hal ini telah dipikirkan oleh banyak entrepreneur juga para investor?

Stigma Negatif si Panti Jompo

Di Indonesia, hingga kini menempatkan orang tua yang mulai memasuki masa senja ke panti jompo sering kali masih menjadi suatu hal yang tabu. Saya tahu benar bagaimana stigma negatif akan diberikan pada mereka yang mengirimkan orang tua mereka untuk tinggal di panti jompo tanpa berupaya mencerna alasannya. Hal ini juga yang beberapa kali dilontarkan keluarga besar saya sejak saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar, untuk kelak tidak mengirimkan orang tua ke rumah para lansia. Di Indonesia, nilai-nilai kekeluargaan memang masih begitu kental, sehingga berada dekat dengan keluarga dianggap menjadi tempat yang terbaik untuk menghabiskan masa tua.

Tetapi zaman dan generasi kini telah berganti. Bukan karena keluarga yang merasa tidak ingin dibebani si lansia melainkan si lansia yang meminta untuk tinggal di Panti jompo. Wah, bagaimana bisa?

Bisnis Senior Living

Sebelum revolusi industri, perawatan para lansia selalu ditangani oleh pihak keluarga yang kemudian terus berkembang hingga setelah Perang Dunia pertama berbagai lembaga mulai dari pemerintah, lembaga keagamaan, dan lembaga sosial mulai ikut ambil bagian. Pada tahun 1950-an, pemerintah Inggris terus meningkatkan kualitas perawatan lansia dengan mewajibkan setiap rumah lansia memiliki pemanas sentral, ruang tidur perorangan, dan toilet yang memadai. Barulah pada tahun 1980-an, pihak swasta di Inggris mulai mengelola rumah-rumah tempat tinggal bagi para senior ini, walaupun Amerika sudah memulainya terlebih dahulu.

Namun kini panti jompo telah berubah layaknya bagaikan sebuah hotel berbintang atau apartment modern yang tidak jarang mengundang decak kagum. Dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang dapat memudahkan penghuninya untuk beraktifitas dan bersosialisasi. Begitu juga yang dapat Anda temui di kota besar seperti Jakarta atau Bandung. Untuk fasilitas kesehatan, juga tidak perlu dikuatirkan, rumah-rumah bagi para lansia ini mulai dibangun dengan fasilitas kesehatan yang dapat dikatakan lengkap, seperti klinik, ruang gawat darurat, bahkan memiliki akses langsung ke rumah sakit. Canggih ya?

Belum lagi bagi para lansia yang ingin tetap tampil keren, mendatangkan hair stylist kini tidak lagi menjadi sebuah kesulitan.

Lalu apa lagi pertimbangannya?

Di sini, para senior memiliki komunitasnya sendiri, sehingga tidak lagi merasa kesepian. Berkumpul dengan orang-orang seusianya tentu saja membuat mereka akan selalu ‘nyambung’ saat saling berbincang. Jadi pantas saja daripada berada seorang diri sepanjang hari oleh karena seluruh anggota keluarga memiliki kesibukan tingkat tinggi, lebih baik memilih untuk tinggal di panti jompo. Selain itu mereka pun tidak perlu kuatir berpisah dengan keluarga mereka sebab beberapa panti jompo memiliki perjanjian bahwa keluarga akan datang pada waktu-waktu yang telah ditetapkan untuk berkunjung.

Kirimkan Saya ke Panti Jompo!

Perkembangan zaman dan dunia bisnis memang telah mengubah nilai-nilai yang berkembang pada masyarakat. Bukan saja di Indonesia, tetapi juga di Jepang, Jerman, dan banyak negara-negara di Eropa lainnya.

Setiap tahunnya ada ratusan ribu lansia yang mengantri untuk masuk ke panti jompo di Jepang. Padahal jika Anda pergi ke sana, Anda akan dapat dengan mudah menemukan panti jompo. Jepang memang sedang berupaya keras menanggulangi masalah kependudukan dengan komposisi lansia yang semakin banyak dibandingkan angka kelahiran yang terus menurun hingga mencapai titik terendah selama 35 tahun terakhir ini. Di Negeri Sakura ini, panti jompo mulai dipersiapkan untuk mengoperasikan robot-robot untuk memudahkan aktivitas para penghuninya. Sehingga wajar saja kalau pada zaman “Oshin” merupakan hal yang aneh untuk mengirimkan para senior ke panti jompo, maka sekarang tidak demikian.

Berbeda lagi dengan di Jerman yang sudah kewalahan menampung para lansia, bukan hanya karena jumlahnya yang banyak tetapi juga karena biaya yang dibutuhkan tidak sedikit. Namun demikian kondisi ini malah memaksa terbukanya ladang bisnis di Polandia, si negara tetangga. Karena biaya panti jompo yang jauh lebih murah di Polandia, maka sejak beberapa tahun yang lalu para lansia Jerman banyak yang menghuni panti jompo di Polandia hingga istilah ‘Oma-export’ sempat menjadi tren.

Di Korea, pemerintah telah bersiap sejak tahun 2008 dengan memberikan sistem asuransi perawatan jangka panjang yang menyebabkan pesatnya pertambahan jumlah rumah jompo.

Di Indonesia sendiri kini pemerintah telah membaca bahwa ini dapat menjadi ladang bisnis yang baru yang bahasa kerennya disebut sebagai bisnis senior living dan kemungkinannya akan terbuka kesempatan bagi pihak asing untuk menanamkan investasinya.

Tidak hanya day care bagi para balita, kost-kostan, dan rumah kontrakan bagi para perantau, tetapi kini panti jompo telah menjadi ladang bisnis yang menarik. Bagaikan dua buah sisi mata uang, bukan hanya para pebisnis yang memang sedang mencari lahan baru, para lansia pun kini lebih memilih untuk tinggal di tengah-tengah komunitas mereka. Sehingga dapat dimaklumi bila kini mereka akan berkata, “Kirimkan kami ke panti jompo!”

Ruth Berliana/VMN/BL/MP Human Capital Development Division, Vibiz Consulting, Vibiz Consulting Group

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x