(Business Lounge Journal – Global News) Suatu kali WSJ merilis sebuah kisah seorang pengusaha yang berkebangsaan India memiliki pabrik pembuatan mainan di Tiongkok selama satu dekade. Namun kemudian ia memutuskan untuk membuat industri yang sama di negara asalnya dengan mempekerjakan belasan wanita berbaju sari yang memotong kain dan membuat boneka Elmo. Hal ini dikarenakan meningkatnya upah pekerja di Tiongkok sehingga mendorong pengusaha-pengusaha pakaian, sepatu, dan boneka keluar dari Tiongkok dan memilih negara-negara lain yang menyediakan tenaga kerja yang dapat dibayar lebih murah seperti Vietnam, Kamboja, dan tentu saja India sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak kedua. Dengan demikian India memiliki kesiapan SDM yang lebih dari negara-negara lainnya, ditambah lagi mereka bersedia untuk dibayar dengan kompensasi yang lebih rendah. Hal ini tentu saja membuka lapangan pekerjaan yang baru di India dan juga menyebabkan beberapa dari mereka yang semula bertani beralih profesi menjadi buruh pabrik.
Lalu berapakah harga upah seorang buruh di India? Menurut data Boston Consulting Group, upah buruh pabrik di India kurang dari setengah upah buruh di Tiongkok, setelah disesuaikan dengan produktivitas: USD 5,36 (atau hampir 75ribu rupiah) per jam dibandingkan dengan USD 14,60 (sekitar 202ribu rupiah) per jam. Ditambah lagi India memiliki tenaga kerja yang berlimpah dan pertumbuhan upah yang stabil, beberapa pemilik pabrik rasa, selama lebih dari satu dekade.
Sebenarnya Tiongkok telah menjadi tempat bagi banyak industri yang mencari SDM murah sejak 30 tahun yang lalu. Namun sekitar 8 tahun yang lalu, para pemilik bisnis mulai melirik Vietnam sebagai tempat mereka berbisnis. Kini upah buruh di Vietnam mencapai sekitar USD 215 per bulan atau sekitar 2,9 juta rupiah per bulan. Tetap lebih kecil bila dibandingkan dengan standard upah di Tiongkok yang dapat mencapai lebih dari 4 juta rupiah. Namun belum dapat dipastikan apakah 10 tahun ke depan Vietnam akan tetap menjadi tempat yang baik untuk mendirikan industri, demikian seperti dilansir oleh WSJ.
Untuk saat ini India memang memiliki masa depan yang cerah untuk menjadi tempat para pengusaha membangun parib-pabriknya di sana, namun bukan berarti tanpa kendala. Masalah infrastruktur tetaplah menjadi kendala sebab keberaan India saat ini dinilai belum memadai untuk mendukung pengiriman bahan baku dan produk jadi. Sebab hujan lebat yang turun saja dapat menghambat jalannya kereta yang membawa bahan baku. (Walaupun saat ini infrastruktur India sudah jauh lebih baik pada 20 tahun etrakhir.) Belum lagi biaya pajak dan prosedur yang dinilai belum mendukung.
Beberapa negara lain yang juga sering kali menjadi pertimbangan namun hingga sekarang belum dianggap memadai adalah Sri Lanka yang kondisinya masih belum pulih dari perang saudara, Bangladesh yang belum stabil situasi politik dan alamnya, atau Kamboja dengan tingkat korupsi yang juga mengkuatirkan.
nancy/VMN/BL/Journalist
Editor: Ruth Berliana
Image : Business Lounge Journal