Millenials Opinions on 2016: Business Culture Outlook

outlook2016edit 1

(Business Lounge Journal – Special Report)

Seperti apakah tahun 2016 bagi para entrepreneur dan businessmen di Indonesia ? Tantangan macam apakah yang akan dihadapi di tahun ini ? Redaksi kami mewawancarai entrepreneur dan creativepreneur muda, pelajar S2, dan second-generation businessmen yang berasal dari generasi Millenial (Gen Y) yang sudah fasih berbisnis dan ahli dalam bidangnya, namun juga sarat ilmu dan berpengalaman dalam menjalani berbagai jenis business model lainnya, tipikal entrepreneur generasi millenial.

 Here it is :Andreas Antoni (6)Andreas Antoni, last semester Finance Master Degree student and second generation at wholesale garment business

Positive : Bisnis apapun, mending hold on dulu ekspansinya buat sekarang, kalo ada duit lebih, invest it in something else. Misalnya you know how to read financial statement, find a good company to invest in. Kalau gak suka saham, bisa cari instrumen lain, deposito gitu. Research gue kebetulan di saham buat thesis gue, ini portofolionya ya, dalam waktu dua tahun, bisa dapet untung 300%. Ini research beneran, gue masukin angkanya sendiri

Bisnis yang masih oke…eksport. Masih “cium tanah” juga sih, tapi better. Young Entrepreneur harus mulai pikir buat jual di luar. Dompet (buatan lokal) 500 ribu buat gue mahal, but it’s only $30 for the Americans. And it’s handmade.

Kalau marketing di luar keluar uang kan ya, dan facebook juga pake uang, tapi cobalah dulu jual di eBay. Jual satu-satu dulu.

Negative : Tiga tahun yang lalu gue kebetulan pernah prediksi…2015 bakal krisis. Gak ada yang percaya, because we are in the height of optimism. Semua nganggep gila. We’re going downhill, and it’s happening right now. Next two or three years, it’s not gonna be good.

Sekarang bisnis semuanya lagi bantai-bantaian. Dan customer sekarang lagi gak ada spending power-nya. Semua cari yang murah-murah. Dan kalau lu mau menjaring customer ya ujung-ujungnya lu potong harga kan ? Dan kalau perusahaan A potong harga, perusahaan B bakal potong harga juga, dan begitu lu masuk, lu kena crossfire dari big brands.

Barry Hetharia (2) Barry Hetharia, last semester Finance Master Degree student and entrepreneur

Positive : This next couple of years, kalo lu beneran jago bisnis, lu baru bisa survive. Sebenernya buat entrepreneur ya, ini sekarang itu kesempatan buat beli bisnis yang gak ancur di waktu krisis.

Misalnya, ada 5 brand sepatu. Yang empat tewas, yang satu idup tapi megap-megap. Ya lu beli lah itu, karena itu brand survive krisis! Tinggal lu pikirin abis itu ini brand kurangnya apa. Mendingan uangnya lu pake buat invest di survivor. Tungguin aja mana yang survive abis krisis. Abis itu bisa lu jual lagi. Ya tunggu aja ampe Amerika Serikat dicabut stimulusnya. Berantakan semua kan ? Ya disitulah saatnya elu.

That’s why; don’t spend too much on marketing. Kalau punya duit banyak, mendingan beli semua brand-brand yang survive ini dan ujung2nya lu malah bisa bikin konglomerasi.

Negative : For the next couple of years, it’s gonna be a year of survival. Kalau dalam konteks young entrepreneur, tahun 2016 gua rasa gak bakal banyak yang nyari produk tersier ya. Alesannya, tahun 2015 itu perusahaan-perusahaan yang mengusung big fashion brands lagi gak bagus. Bisa liat sendiri laporan keuangannya, karena perusahaan-perusahaan ini IPO. Sekarang lu liat dimana-mana diskon sebelum waktunya. Dan kalau young entrepreneurs matok harga yang terlalu tinggi, mereka bisa kalah bersaing sama big brands yang ngasih diskon.

Young entrepreneur sekarang bikin produk yang barrier to entry nya terlalu kecil. Produk kayak restoran, dompet, yang begituan…sesuatu yang kebanyakan hari ini muncul, besok udah bisa dicontek.

Jangan juga kegedean ego. Kadang young entrepreneurs suka bilang bahwa, misalnya mereka harus banget pake Italian leather, karena produknya ada nama Italinya or something. Sementara competitor udah pake kulit sintetik dengan margin yang sama, ya rugi lah. Terus gimana mau survive?

Isman (2) Isman, Instructor at ABCD School of Coffee

Positive : Coffee as a culture. Pengennya sih begitu ya, soalnya di 2015, kita hampir begitu. Hampir. Di Indonesia yang culture-nya udah jalan sih Bali. Pagi ngopi, siang ngopi, sore ngopi, jam 4, 5 ke atas tuh tutup coffee shop daerah Bali itu. Jam 6 biasanya udah ngumpul semua owner-nya di tempat bir.

Buat gue, dengan makin banyaknya (specialty) coffee shop (sekarang), gak jadi competitor, tapi akan jadi culture. Makin banyak specialty makin happy. Gue berharap juga jangan gontok-gontokan antar specialty coffee shop. Bagusnya saling support-lah.

Negative : Di Jakarta masih belum terlalu ngerti kopi kayak Bali. Kita kan dikenalin sama robusta sama yang menengah ke bawah. Masih agak susah nerima yang Arabica.


Matthew Aldo Susabda (2)
Matthew Aldo Susabda, Saysomething Coffee Shop owner and second generation in retail apparel industry

Positive : F&B masih oke. Karena bagaimana pun juga orang kan cari ya makanan. Asal lu punya SDM sama finance yang tepat, gue rasa F&B bisa.

Buat middle sih. Middle-low.

Buat metropolitan gue rasa middle-low bagus. Tapi biasanya anak muda suka males sih buka yang buat middle-low gitu kan. Sebenernya pecel lele atau warung tuh good business, kalo menurut gue, tapi anak muda mana mau buka pecel lele. Gak prestige.

Bazaar-bazaar gitu sekarang kan juga rame. Asal lu buka in the right rime, right place, dan SDM yang bener, gue rasa F&B masih oke.

Negative : Kalo bisa jangan suka ngikutin tren ya. Be as creative as possible. Kadang suka yang suka ngikutin tren, dan ngikutinnya maksa lagi. Ya let’s say deh karena gue di coffee business. Mungkin coffee sekarang lagi “trend”, kalo gue pengennya sih supaya jadi culture. Tapi beberapa orang di luar itu ada yang ngeliat kayaknya ini good money, jadinya dia bukanya maksa. Nyari tempat yang mahal, tapi barista-nya pas-pasan ya begitu, ya hasilnya ya begitulah…cuma mau ikutan tren.

Fitria Sadonia (2) Fitria Sadonia, Florist, business owner of Bloem&Bloem, director at a local fashion brand, and Master Degree graduate on luxurious brand manager at Instituto Marangoni, Milan.

Positive : Bisnis yang bagus ? Wedding. It’s recession-proof. Sekarang fotografer fashion-aja udah bikin buat wedding. Yang tadinya florist udah bikin buat wedding juga. Semua tempat jadi tempat wedding.

Sekarang ada juga photographer yang bergerak di wedding tapi aim-nya middle class. Sekitar 15 sampe 17 jutaan. Biasanya kan 20 ke atas. Dalem setahun udah bisa beli rumah, beli mobil. Modalnya Cuma buka stand 7 juta, terus udah dibooking setahun.

Sama sekarang ada banyak bisnis yang jual service yang app-based. Uber, Gojek, Airbnb. Kita enak gak megang asset, tapi kita jadi middlemen gitu (antara customer dan service provider).


Marvin Giovanni (2)
Marvin Giovanni, co-founder of Havehad Footwear and owner of Chicken Brothers Joint.

Positive : Mungkin bisnis yang IT-based sih. Gak harus apps. Tapi bisnis yang bisa utilized IT sih bisa berkembang. Bisnis yang dari IT bisa reach more. Bisnis yang dari IT itu bisa tepat banget dan gak menjual gimmick. Contohlah kayak Uber ya. Ya sebenernya bisnis ojek-ojek yang luxurious udah dimulai dari dulu. Tapi begitu bisnisnya udah manfaatin IT, orang jadi lebih gampang tau, lebih gampang diakses. Semua yang manfaatin IT dapet itu, contoh lain ya Airbnb.

Gue pernah baca juga ada yang skill-share, jadi lu bisa ngajar tapi lewat online gitu. Dan lagi berkembang di luar.

Negative : Tahun 2016. Bisnis ya dari dulu timbul tenggelam sih, tapi orang-orang ada yang bisa nemu solusi justru ditengah-tengah kondisi seperti itu (krisis).Chandra Adietya (3)Chandra Adietya, Customer and Retail Relation of Havehad Footwear

Positive : Tahun 2016 kayaknya customer bakal makin pinter, ini bawaan dari tahun lalu. Kalau mereka mau beli brand local, mereka bakal pastiin kalo bener-bener worth it. Layak. Apalagi kalau brand local yang premium. Bakal bener-bener tanya detail. Liat langsung.

Online Business masih oke, tapi customer bakal tetep memastikan lagi apa yang mereka liat sebelum bener-bener beli.

Negative : Persaingan sama brand luar bakal makin gila. Brand lokal bakal dipacu buat menghasilkan barang yang sesuai dengan kebutuhan pasar sini, dengan tuntutan kualitas oke, dan gak overpriced. Baru customer bakal tetep ngelirik barang local.

 

Kesimpulan

Dari ketujuh pendapat di atas, tahun 2016 diprediksi akan jadi tahun yang lebih menantang dan persoalan akan lebih memaksa entrepreneur, terutama yang masih muda, ataupun businessmen untuk lebih memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :

  • Prediksi krisis ekonomi yang masih berkelanjutan
  • Persaingan dengan brand luar yang menggila
  • Perusahaan-perusahaan besar yang sejak 2015 telah mengalami penurunan
  • Perubahan culture dari orang Indonesia dalam hal kopi
  • Tuntutan kualitas bagus dengan harga terjangkau yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti persaingan brand maupun kondisi ekonomi
  • Selera customer yang semakin kritis, dipengaruhi oleh product knowledge yang semakin bertambah dan kondisi ekonomi
  • Untuk new young entrepreneurs, bukan saat untuk mengejar bisnis yang “keren”. Tapi bisnis yang bisa survive

Berbagai solusi yang ditawarkan adalah :

  • Tahan ekspansi jika sepertinya tidak memungkinkan
  • Invest di hal yang lebih menguntungkan dari segi finansial
  • IT- based business yang dapat mempermudah hidup banyak orang masih menjanjikan
  • Masuk ke pasar alternative yang menawarkan kualitas baik namun dengan harga yang masuk akal
  • Pasar middle-low yang memberikan peluang yang jarang dilirik oleh new young entrepreneur

Michael Judah Sumbayak adalah pengajar di Vibiz LearningCenter (VbLC) untuk entrepreneurship dan branding. Seorang penggemar jas dan kopi hitam. Follow instagram nya di @michaeljudahsumbek