(Business Lounge – Empower People) Penelitian menunjukan hampir 40 pesen dari Chief Human Resources Officer (CHRO) yang baru di dunia sekarang datang dari bisnis bukan dari SDM. Pengalaman saya beberapa kali di perusahaan, CHRO yang tidak berasal dari SDM sering lebih cepat beradaptasi dengan bisnis dan memiliki kesamaan pikiran dengan pebisnis. Hal ini menjadi tanda bahwa di dunia bisnis sekarang, perusahaan mengharapkan peran SDM yang berbeda dari yang sebelumnya.
Di era perubahan bisnis yang cepat, CHRO memiliki peran yang berbeda secara radikal dan banyak dituntut untuk memenuhi kebutuhan bisnis. Mereka dituntut lebih inovatif dan memiliki kecerdasan bisnis dan bersedia untuk berdiri dari ujung kaki ke ujung kaki dengan CEO. Pada saat yang sama, seorang CHRO harus mengerti tentang bagaimana membawa tim SDM bersama dan membantu fungsi bisnis lebih terintegrasi. CHRO harus tahu juga penggunaan teknologi dan analisa, yang menjadi enabler untuk masa depan SDM yang sukses.
Dalam survei yang dilakukan Deloitte, salah satu respondennya adalah Halliburton. Seperti banyak perusahaan global lainnya, Halliburton telah berjuang untuk menyesuaikan ke lingkungan abad 21 bagi para karyawan yang meminta kemampuan yang baru untuk belajar dan berkembang, bagaimana untuk menggunakan data untuk menggerakan pilihan dan lebih baik memahami prioritas strategi bisnis. Tidak seperti banyaknya organisasi yang lain, tim SDM Halliburton mengenali tantangan ini sebagai menjadi kesempatan untuk mengubah SDM dari sekedar melakukan pekerjaan administrasi di organisasi bergeser ke bisnis dan dipercaya untuk menyediakan solusi.
Langkah-langkah yang dilakukan mereka untuk terlibat di bisnis bagus untuk dipelajari. Halliburton memulainya dengan mengadakan survei kepada para pemimpin bisnis unit tentang apa yang dibutuhkan SDM. Dari penemuan riset Halliburton membangun organisasi SDM dengan kekuatan bisnis. Dengan perubahan ini, fungsi SDM dapat dilihat dari generalist SDM menjadi specialist HR business partner. Perubahan ini membawa SDM yang fokus dalam mengerti kebutuhan bisnis dan membawa nilai tambah pada solusi.
Untuk melaksanakan versi baru ini, Halliburton meneliti best practise dari SDM dan melibatkan serangkaian desain kebutuhan bisnis untuk menetapkan dengan benar kemampuan atau kompetensi yang di perlukan untuk SDM .
Transformasi sebesar ini tidak bisa terjadi tanpa investasi yang signifikan, Halliburton melakukan banyak studi dan lokakarya tentang keterampilan dan konsultasi interaktif pada model penyediaan layanan SDM yang baru. Menawarkan juga kegiatan pembelajaran yang merupakan paduan pada empat bidang, pertama SDM sebagai dasar ketajaman sebuah bisnis, kemampuan konsultasi, kemampuan organisasi dan upaya branding yang inovatif. Untuk menjalankan semuanya ini, Halliburton meminta SDM bekerja dengan para pemimpin bisnis yang sudah senior untuk memastikan bahwa kebutuhan bisnis terpenuhi. Proses transformasi yang dialami Halliburton ini menjadi contoh bagi banyak perusahaan untuk mengembangkan SDM yang berwawasan bisnis.
Fadjar Ari Dewanto/VMN/BD/Regional Head-Vibiz Research Center