Masa Depan Perusahaan Energi Besar Dunia Ditengah Jatuhnya Harga Minyak

(Business Lounge – Business Insight)-Pada awal pekan ini, harga minyak kembali terpantau turun. Secara mengejutkan berada di level terendahnya selama lima tahun terakhir ini. Kondisi ini tentu saja membuat pusing perusahaan-perusahaan energi besar dunia. Bagaimana mereka tidak gemetar dan kuatir akan bisnis mereka. Investasi untuk proyek minyak mereka bernilai miliaran dolarnya.

Bukan hanya investasi miliaran dolar tapi juga investasi untuk mesin canggih dalam operasional harian dalam kegiatan eksplorasi minyak dan sumber daya alam lainnya. Nilai investasi proyek mereka juga termasuk kelanjutan proyek di masa depan nantinya. Sebab untuk jangka panjangnya diharapkan dapat terus memproduksi minyak atau gas alam selama puluhan tahun ke depan.

Mari kita lihat perusahaan-perusahaan apa saja yang tergoncang. ConocoPhillips telah umumkan bahwa belanja modalnya akan merosot menjadi $13,5 miliar pada tahun 2015 nanti atau alami penurunan sebesar 20% dibandingkan pengeluaran tahun ini. Sementara untuk alokasi pengeluaran tahun depan akan terkonsentrasi pada proyek minyak dan gas di Laut Utara, Australia, dan Kanada. Proyek ini sebesar $4,8 miliar atau 36% dari total anggaran belanja kapitalnya.

Selain ConocoPhillips maka ada beberapa perusahaan lainnya juga yang terkena dampak langsung seperti Exxon Mobil Corp, Royal Dutch Shell PLC, dan Chevron Corp. Ketiga perusahaan ini kita ketahui memusatkan investasi dan tenaga kerja pada proyek-proyek bernilai miliaran dollar. Ini mencakup eksplorasi laut dalam di Teluk Meksiko, Amerika Serikat, ladang minyak Alberta, Kanada, dan Laut Kaspia.

Hukum ekonominya secara keuntungan maka proyek raksasa seperti ini sudah pasti memberi banyak keuntungan untuk perusahaan besar. Kekuatan mereka memang tak diragukan lagi baik dari segi modal ataupun segi peralatan yang mereka miliki. Di lapangan mereka juga sangat unggul dari segi teknis untuk mengembangkan ladang-ladang minyak yang sulit dijangkau oleh perusahaan milik negara atau perusahaan kecil.

Dalam jangka panjang perusahaan besar juga tentu saja harus menambah sumber minyaknya guna mensiasati kurangnya produksi di ladang minyak tua. Di satu sisi, ladang minyak besar yang telah lama beroperasinal merupakan ujung tombak untuk meraih keuntungan. Hal ini terbukti efektif terutama di saat harga minyak mencapai $100 per barel Brent.

Tapi situasi ideal diatas tidak siap jika harus menghadapi kenyataan di lapangan bahwa harga minyak bisa menyentuh $66,19 per barel. Seperti yang dikutip oleh The Wall Street Journal, untuk menjalankan proyek baru, “perusahaan harus break even pada $70” per barel, kata juru bicara Shell. Seorang humas BP PLC mengatakan perusahaan “memakai perencanaan harga jangka panjang sekitar $80” per barel saat menimbang investasi baru. Sedangkan CEO Exxon Mobil Rex Tillerson dalam wawancara TV baru-baru ini mengatakan proyek uji coba perusahaan “dijalankan dengan kisaran paling rendah $40” per barel. Tak ketinggalan, humas Chevron mengatakan perusahaan telah memakai “harga Brent sebesar $110 untuk proyeksi produksi 2017” dan kini menjalankan “tes tekanan” bagi proyek dengan level harga lebih rendah.

Terakhir, CEO Shell Ben van Beurden awal tahun ini mengatakan proyek besarnya yang mahal “memperumit” upaya perusahaan untuk mengumumkan rencana produksi atau cash flow. Van Beurden dan petinggi korporasi minyak lainnya berpendapat bahwa perusahaan prlu lakukan pengetatan anggaran dan terutama kurangi belanja perusahaan.

Jauh sebelum harga minyak merosot tajam awal tahun ini maka banyak perusahaan minyak tidak jadi tanda tangan kontrak atau membatalkan proyek karena kurangnya modal. Dikabarkan saat ini, Chevron dan BP sedang lakukan peninjauan ulang terhadap proyek lepas pantainya di Inggris dan Amerika Serikat.

Wakil komisaris di konsultan Deloitte LLP, John England, memperkirakan bahwa perusahaan besar pasti tetap dapat bertahan sehingga tetap dapat melanjutkan proyek-proyek nya. mewujudkan banyak proyeknya. Bagaimanapun permintaan energi terus alami kenaikan sekalipun berbarengan dengan menurunnya produksi minyak.

 

Febe/Journalist/VMN/BL

Editor: Tania Tobing

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x