“Keseimbangan yang Dinamis”
Apa yang bisa kita pelajari dari pandangan pak Dorodjatun yang sarat dengan pengalaman panjang dan pemikiran tajam seorang ekonom, kita memahami bahwa sistem perekonomian di dunia ini telah berkembang menjadi sangat kompleks. Apa yang yang dianggap ideal pada satu generasi yang lalu, sekarang banyak dipertanyakan. Negara-negara maju dengan sederet ekonom kawakannya toh jatuh juga dalam krisis ekonomi.
Siklus Krisis Ekonomi
Bicara tentang krisis ekonomi, itu datang secara siklus. Krisis demi krisis ekonomi yang bergerak dalam jarak siklus yang semakin cepat telah menjadi ujian tajam terhadap sistem perekonomian yang dianut suatu negara. Nyaris tidak ada negara yang dapat luput. Sampai saat ini ekonomi Amerika masih belum sembuh oleh dampak resesi akibat “subprime mortgage” enam tahun yang lalu, merupakan resesi terburuk sejak depresi besar pada sebelum perang dunia kedua dahulu. Zona Eropa sampai kini masih menguatirkan kondisi perekonomiannya dimana sewaktu-waktu bisa saja macet lagi sistem keuangan perbankannya. Tiongkok yang selalu memegang rekor pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia, dari masa pertumbuhan double digit terakhir pertumbuhannya tinggal 7,5% saja, walau masih dikategorikan yang tertinggi di dunia.
Kisah keterpurukan akibat krisis ekonomi yang melanda global masih dapat dilanjutkan. India saat ini tertekan dengan tingkat inflasi yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggal sekitar 4,4% saja, padahal negeri ini pernah biasa mengekor Tiongkok sebagai peraih pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua di dunia. Posisi itu belakangan diganti oleh Indonesia. Tentang Jepang, ekonomi negeri ini telah bertahun-tahun lamanya melandai saja, seperti sulit untuk bangkit.
Lalu mengapa sampai ada krisis? Tidak idealkah sistem ekonomi dari negara-negara yang biasa disebut maju itu sehingga gagal mencegah krisis? Bagaimana pula dengan pertahanan ekonominya menghadapi tekanan luar (external pressure) ? Ini menjadi rangkaian pertanyaan yang menguji sistem ekonomi yang selama ini dipakai di berbagai negara.
Sistem Ideal ?
Sementara itu, kita lihat bahwa sejumlah negara yang menganut ekonomi perencanaan terpusat (centrally planned economy) dalam sistem ekonominya sekarang tidak sepenuhnya lagi demikian karena ekonominya banyak dilepas kepada ekonomi pasar. Di tempat lain, kelompok negara maju yang selama ini menjunjung sistem ekonomi pasar (market economy), yang seharusnya minim peranan negaranya, sekarang ekonominya malah banyak ditopang oleh keuangan negara melalui program stimulus berskala besar. Dominasi keuangan negara menjadi jauh lebih besar dari pada peranan swasta akibat, itu tadi, krisis ekonomi.
Jika demikian, mana yang bisa disebut ideal ? Sistem ekonomi pasarkah dengan invisible hand yang mengarahkan dan menggerakkan pasar ? Atau model ekonomi perencanaan yang didominasi dengan peranan pemerintah untuk memastikan –katanya- alokasi sumber daya yang paling efisien ? Agaknya sekarang ini cenderung terjadi konvergensi (convergence) dari dua kutub ekstrim sistem ekonomi tersebut pada banyak negara. Kelihatannya demikian. Lalu, apakah sistem ekonomi di Indonesia yang telah menggabungkan keduanya sudah ideal ? Jawabannya pun jelas tidak, atau mungkin belum. Negeri kita tidak bisa luput dari gelombang krisis, bahkan di sejumlah sektor dapat dikategorikan rentan. Lihat saja gejolak pada mata uang rupiah kita, pasar uang dan pasar modalnya, serta di sektor riil kinerja ekspor kita.
Pilihan antara peranan negara dan pemilik modal swasta, atau juga modal pemerintah yang dikelola seperti swasta (dalam perusahaan BUMN), adalah seperti suatu ‘puzzle’ yang harus dicari dari waktu ke waktu titik equilibrium atau keseimbangannya. Bagi para pengambil kebijakan ekonomi arah ke mana pendulum sistem ekonomi merupakan suatu tantangan besar. Jawabannya akan bervariasi, tergantung dari situasi ekonomi yang sedang terjadi versus aneka opini yang bergulir di negeri tersebut.
Dinamis dalam Alam Demokrasi
Masalahnya, umumnya pemerintah sekarang di negara-negara demokrasi seperti Indonesia atau negara lainnya, sering berumur pendek saja. Hingar bingar Pemilu, terpilih untuk waktu lima tahun, sesudah itu, belum tentu terpilih lagi. Akibatnya sukar ada kestabilan di dalam keseimbangan. Equilibrium menjadi suatu kondisi yang dinamis, terus bergerak, dan bersifat jangka pendek. Kebijakan ekonomi akan selalu ditantang dari waktu ke waktu lewat parlemen, pers, oposisi, dan opini masyarakat. Manakala krisis ekonomi datang, suara-suara penentangan akan lebih keras lagi dan tidak jarang kejam.
Bagaimanapun peranan pemerintah itu sangat crucial. Setidaknya, demikian arah perkembangan pandangan yang terjadi belakangan ini. Bahaya kalau perekonomian dilepas sepenuhnya kepada sistem pasar saja. Kapitalisme ternyata akan kerap kali menguntungkan si minoritas kapitalis dan merugikan mayoritas rakyatnya. Tetapi pemerintah juga diharapkan tidak boleh menjadi terlalu dominan karena akan menimbulkan distorsi terhadap pilihan pasar yang mewakili keinginan masyarakat di alam demokrasi ini.
Pemerintah harus hadir secara strategis, baik secara sektoral, perencanaan ekonomi, maupun secara situasi waktu. Misalnya saja, di saat siklus krisis datang, peranan negara harus kelihatan dan dirasakan pengaruhnya secara berarti. Di negeri kita kadang muncul ungkapan auto pilot economy, yang bisa jadi tidak harus berarti negatif karena mengindikasikan ruang gerak yang cukup luas terhadap mekanisme pasar. Jelasnya sejauh mana peranan pemerintah harus diatur proporsinya, tetapi dominasi pemerintah juga harus rela mengendur manakala perekonomian masyarakat terlihat bangkit dan maju, siap untuk menggerakkan ekonomi nasional. Barangkali inilah gambaran dari dynamic equilibrium (keseimbangan dinamis) yang harus dicari dan dipastikan oleh pengambil kebijakan dari waktu ke waktu. Mengapa? Karena itu nanti akan bergeser lagi.
Mencari ideal equilibrium, menawarkan solusi jangka pendek yang langsung terlihat hasilnya, juga di sisi lain memberikan semangat usaha yang memberikan harapan baru ekonomi masa depan itulah tantangan bagi para pengambil kebijakan ekonomi kita dewasa ini. Mungkin, kedengarannya seperti topik tim sukses pemilu. Tetapi demikianlah tentang sistem ekonomi masa depan: harus memberikan harapan yang lebih baik. Bukankah demikian?
Back to Prof. Dr. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti – Mencari Bentuk Ekonomi Indonesia