Kawasan Gunung Gede dan Pangrango merupakan kawasan yang terbasah di pulau Jawa, and sebagai konsekwensinya hutan di kawasan ini sangat kaya dengan beranekaragam jenis flora. Bulan Desember – Maret merupakan bulan terbasah, dimana hujan turun hampir setiap hari.
Tetapi antara Bulan Maret sampai September merupakan musim kering/kemarau, daun-daun kering banyak berjatuhan dan potensial untuk menyebabkan kebakaran, namun kelembaban lingkungan mikro hutan dan tanah mampu untuk menjaga agar vegetasi tetap hijau dan bertumbuh. Pada bagian pegunungan, temperatur udara semakin turun dan hutan sekitarnya sering ditutupi kabut, dan kelembaban udara yang rendah di daerah ini merupakan habitat ideal bagi tumbuhan pemanjat dan lumut.
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu dari lima taman nasional yang pertama kalinya diumumkan di Indonesia pada tahun 1980. Keadaan alamnya yang khas dan unik, menjadikan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango sebagai salah satu laboratorium alam yang menarik minat para peneliti sejak lama.
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki keanekaragaman ekosistem yang terdiri dari ekosistem sub-montana, montana, sub-alpin, danau, rawa, dan savana. Ekosistem sub-montana dicirikan oleh banyaknya pohon-pohon yang besar dan tinggi seperti jamuju (Dacrycarpus imbricatus), dan puspa (Schima walliichii). Sedangkan ekosistem sub-alphin dicirikan oleh adanya dataran yang ditumbuhi rumput Isachne pangerangensis, bunga eidelweis (Anaphalis javanica), violet (Viola pilosa), dan cantigi (Vaccinium varingiaefolium).
Selain kaya akan berbagai flora, TNGP juga kaya akan berbagai fauna. Jika beruntung, pandaki akan melihat sekawanan owa Jawa, kijang, serta aneka burung, seperti burung elang dan burung hantu. Hutan TNGP juga merupakan habitat asli bagi kawanan monyet dan bermacam serangga yang bahkan mungkin belum dinamakan secara ilmiah.
Foto dan artikel : Sonang Elyas/VM/BL
Editor : Fanya Jodie