Manajemen Risiko Pada Perbankan Syariah – Bagian 2

(Business Lounge – Risk Management) Perkembangan perbankan syariah mengalami pertumbuhan yang pesat khususnya sepanjang tiga dekade terakhir ini, baik di dunia internasional maupun di Indonesia. Pada era modern ini, perbankan syariah telah menjadi fenomena global, termasuk di negara-negara yang tidak berpenduduk mayoritas muslim. Berikut kami sampaikan bagian kedua dari tulisan bersambung mengenai manajemen resiko untuk perbankan Syariah.

Risiko Pada Produk Perbankan Syariah Secara umum, terdapat delapan jenis risiko yang dikandung oleh produk-produk perbankan syariah. Risiko-risiko tersebut antara lain:
1. Risiko Pembiayaan, yaitu risiko yang timbul akibat debitur gagal memenuhi kewajibannya.
2. Risiko Pasar, yaitu risiko yang timbul akibat adanya pergerakan variabel pasar dari portofolio yang dimiliki bank yang dapat merugikan bank.
3. Risiko Likuiditas, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo. 4. Risiko Operasional, yaitu risiko yang terjadi karena tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank;
5. Risiko Hukum, yaitu risiko yang timbul yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Hal ini terjadi karena adanya tuntutan hukum, lemahnya regulasi, ataupun kelemahan dalam pengikatan.
6. Risiko Reputasi, yaitu risiko yang disebabkan karena adanya publikasi negatif atau persepsi negatif terhadap bank; 7. Risiko Strategik, yakni risiko yang timbul karena pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat, atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal;
8. Risiko Kepatuhan, yakni risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Apabila dipetakan terhadap produk-produk perbankan syariah maka risiko-risiko yang mungkin timbul adalah sebagai berikut :
1. Tabungan: Risiko Likuiditas dan Risiko Operasional
2. Deposito: Risiko Likuiditas dan Risiko Operasional
3. Giro: Risiko Likuiditas dan Risiko Operasional
4. Pembiayaan Murabahah: Risiko Pembiayaan dan Risiko Hukum
5. Salam: Risiko Pembiayaan dan Risiko Operasional
6. Rahn: Risiko Operasional dan Risiko Pasar
7. Ishtisna: Risiko Pembiayaan dan Risiko Operasional
8. Pembiayaan Mudharabah: Risiko Pembiayaan dan Risiko Hukum
9. Pembiayaan Musyarakah: Risiko Pembiayaan dan Risiko Hukum Adanya risiko-risiko bagi bank tersebut bukan berarti bahwa produk tersebut tidak aman (unsecured).

Bank Syariah sudah pasti telah memperhitungkan risiko-risiko ini sebelum produk tersebut disampaikan kepada masyarakat. Masyarakat tidak perlu khawatir pula, karena dalam pelaksanaan operasionalnya, seluruh bank syariah diawasi. Lembaga-lembaga pengawasan yang memastikan setiap bank syariah dapat mengendalikan risiko dengan baik antara lain Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan.

Manajemen Risiko Pembiayaan Bank Syariah Pembiayaan yang memberikan hasil tetap didapatkan dari pembiayaan yang berakad jual beli (tijarah) dan sewa menyewa (ijarah). Sementara pembiayaan yang memberikan hasil tidak tetap didapatkan dari pembiayaan yang berakad bagi hasil (syirkah). Berdasarkan dua hal tersebut, maka produk pembiayaan di bank syariah akan memberikan risiko yang berbeda antara akad yang satu dengan akad yang lainnya, sehingga dengan demikian manajemen resiko pembiayaan dibank syariah sangat berkaitan dengan risiko karakter nasabah dan risiko proyek.

Risiko karakter berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan karakter nasabah. Sementara risiko proyek berkaitan dengan karakter proyek yang dibiayai. Risiko karakter nasabah dapat dilihat dari aspek : skill, reputasi, dan origin. Sementara resiko proyek yang dibiayai dapat dilihat dari ciri-ciri atau atribut proyek. Ciri-ciri atau atribut proyek yang harus diperhatikan untuk meminimalkan resiko adalah : sistem informasi akuntansi, tingkat return proyek, tingkat resiko proyek, biaya pengawasan, kepastian hasil dari proyek, klausul kesepakatan proyek, jangka waktu kontrak, arus kas perusahaan jaminan yang disediakan, tingkat kesehatan proyek dan prospek proyek.

Peran Dewan Pengawas Syariah Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) memiliki peran penting dan strategis dalam penerapan prinsip syariah di perbankan syariah. DPS bertanggung jawab untuk memastikan semua produk dan prosedur bank syariah sesuai dengan prinsip syariah. Karena pentingnya peran DPS tersebut, maka dua Undang-Undang di Indonesia mencantumkan keharusan adanya DPS tersebut di perusahaan syariah dan lembaga perbankan syariah, yaitu Undang-Undang UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dengan demikian secara yuridis, DPS di lembaga perbankan menduduki posisi yang kuat, karena keberadaannya sangat penting dan strategis. Berdasarkan kedua Undang-Undang tersebut kedudukan DPS sudah jelas dan mantap serta sangat menentukan pengembangan bank syariah dan perusahaan syariah di masa kini dan masa mendatang.

Fungsi dan peran DPS di bank syariah, memiliki relevansi yang kuat dengan manajemen risiko perbankan syariah, yakni risiko reputasi, yang selanjutnya berdampak pada risiko lainnya seperti risiko likuiditas. Pelanggaran syariah complience yang dibiarkan atau luput dari pengawasan DPS, akan merusak citra dan kredibilitas bank syariah di mata masyarakat, sehingga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada bank syariah bersangkutan. Untuk itulah peran DPS di bank syariah harus benar-benar dioptimalkan, kualifikasi menjadi DPS harus diperketat, dan formalisasi perannya harus diwujudkan di bank syariah tersebut.

(Nova S/ET/bl-vbm)

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x