(Business Lounge – Global News) Alaska Airlines terpaksa menghentikan sementara seluruh operasional penerbangannya setelah mengalami gangguan sistem informasi pada Minggu malam waktu setempat. Maskapai yang berbasis di Seattle ini mengatakan bahwa gangguan tersebut berdampak pada kemampuan mereka untuk memproses penerbangan secara normal, memaksa armada untuk tetap di darat hingga pemberitahuan lebih lanjut.
Insiden ini menyoroti kerentanan industri penerbangan terhadap masalah teknologi, khususnya ketika sistem operasional bergantung penuh pada perangkat lunak terintegrasi. Alaska Airlines menyatakan bahwa tim teknis mereka sedang bekerja keras untuk memulihkan sistem secepat mungkin, namun tidak memberikan estimasi waktu pasti kapan gangguan akan teratasi. Hingga Senin pagi, sejumlah penerbangan masih mengalami keterlambatan dan pembatalan di berbagai bandara utama seperti Seattle-Tacoma International Airport dan Portland International Airport.
Menurut laporan The Wall Street Journal, gangguan ini berdampak pada lebih dari 100 penerbangan, dengan ribuan penumpang terkena dampaknya. Beberapa penumpang mengeluhkan kurangnya komunikasi dari pihak maskapai mengenai penjadwalan ulang dan proses pengembalian dana. Sementara itu, pihak Alaska Airlines hanya memberikan keterangan terbatas melalui saluran media sosial dan situs resmi mereka.
Peristiwa ini menambah daftar panjang gangguan teknologi yang memengaruhi maskapai penerbangan global dalam beberapa tahun terakhir. Kasus serupa juga pernah terjadi pada Southwest Airlines dan British Airways, di mana kerusakan sistem menyebabkan pembatalan massal dan kekacauan operasional selama berhari-hari. Dalam konteks ini, peran infrastruktur digital dan investasi dalam keamanan serta keandalan TI menjadi semakin krusial bagi kelangsungan bisnis penerbangan modern.
Alaska Airlines, yang selama ini dikenal dengan operasional yang efisien dan tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi, kini menghadapi tekanan untuk memulihkan reputasinya. Pengamat industri mencatat bahwa maskapai seperti Alaska, yang beroperasi dengan margin keuntungan ketat, bisa sangat terpukul oleh gangguan teknologi, terutama jika insiden ini memperpanjang periode gangguan dan mengurangi kepercayaan pelanggan.
Dalam pernyataannya, perusahaan menyatakan permohonan maaf kepada pelanggan dan menjanjikan kompensasi bagi mereka yang terkena dampak. Namun, banyak pelanggan di media sosial menyatakan frustrasi karena kurangnya dukungan langsung dari staf lapangan maupun layanan pelanggan daring. Beberapa bahkan menyebut pengalaman ini sebagai yang terburuk sepanjang mereka menggunakan jasa maskapai tersebut.
Otoritas penerbangan federal di Amerika Serikat juga telah diberitahu mengenai insiden ini, meskipun mereka menyatakan bahwa tidak ada indikasi bahwa gangguan tersebut disebabkan oleh serangan siber. Kendati demikian, investigasi internal dan audit sistem akan dilakukan untuk menelusuri akar penyebabnya. Para analis juga memperkirakan bahwa insiden ini akan menjadi pelajaran mahal bagi Alaska Airlines, tidak hanya dari segi biaya finansial langsung, tetapi juga potensi kehilangan loyalitas pelanggan.
Dengan meningkatnya ketergantungan pada sistem digital dalam mengelola jadwal, rute, keamanan, dan data penumpang, maskapai di seluruh dunia kini berada di bawah tekanan untuk memperbarui sistem mereka dan memastikan ketahanan terhadap gangguan semacam ini. Alaska Airlines, dalam waktu dekat, harus membuktikan bahwa mereka mampu mengatasi krisis ini dengan cepat, transparan, dan profesional—karena di industri penerbangan, kepercayaan adalah mata uang yang paling berharga.