5 Tantangan Tak Terduga yang Dihadapi Pemilik Mobil Listrik

(Business Lounge Journal – Global News)

Berdasarkan laporan analisis industri dari FuelArc News, survei konsumen di Amerika Serikat, dan temuan berbagai media otomotif seperti CNBC dan Car and Driver, muncul sejumlah tantangan tak terduga yang dihadapi pemilik mobil listrik (EV). Meski adopsi EV terus meningkat, realitas penggunaan sehari-hari mengungkap sisi lain dari kendaraan ramah lingkungan ini.

Di Indonesia, transisi menuju kendaraan listrik masih dalam tahap awal. Kementerian Perhubungan mencatat lebih dari 120.000 kendaraan listrik terdaftar hingga awal 2025, dan jumlahnya terus meningkat seiring dengan berbagai insentif pajak dan dukungan dari pemerintah pusat. Namun, seperti disampaikan oleh Ketua Umum PERIKLINDO, Moeldoko, pada beberapa kesempatan, adopsi EV bukan hanya soal subsidi atau teknologi—tetapi juga kesiapan infrastruktur, edukasi pengguna, dan penyesuaian kebiasaan masyarakat.

Berikut lima tantangan yang tidak banyak disadari oleh pengguna baru EV—baik secara global, maupun yang mulai dirasakan juga di Indonesia.

1. Phantom Braking – Rem mendadak tanpa sebab jelas

Dalam pengujian Consumer Reports dan laporan Car and Driver, banyak EV—termasuk yang dijual di Indonesia seperti Hyundai IONIQ dan Tesla Model 3—mengalami pengereman mendadak karena sistem Advanced Driver Assistance Systems (ADAS) salah mengenali kondisi jalan.

Meskipun fitur ini dirancang untuk meningkatkan keselamatan, pengalaman pengereman tiba-tiba tanpa sebab membuat sebagian pengguna kehilangan rasa percaya pada teknologi tersebut, terutama di kondisi jalan yang tidak standar atau penuh bayangan—situasi yang sering ditemukan di Indonesia.

2. Senyap yang Membahayakan – Bahaya dari kendaraan yang terlalu hening

Mengutip National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA), kendaraan listrik yang nyaris tak bersuara menjadi risiko tersendiri bagi pejalan kaki, khususnya penyandang disabilitas netra. Oleh karena itu, sejak 2020, NHTSA mewajibkan semua kendaraan listrik dan hibrida di AS untuk mengeluarkan suara buatan (artificial sound) saat melaju dengan kecepatan rendah.

Contohnya, Mercedes-Benz EQS hanya mencatat kebisingan sebesar 65,3 dB pada kecepatan 74,6 mph—hampir setara volume percakapan normal.

Di Indonesia, regulasi suara EV belum diwajibkan secara menyeluruh. Namun PERIKLINDO mengingatkan bahwa kendaraan yang terlalu hening bisa berbahaya di kawasan padat atau perumahan, terutama bagi anak-anak dan penyandang disabilitas. Beberapa produsen telah menambahkan pedestrian warning sound sebagai fitur opsional.

3. Serangan Hama – Kabel charger sebagai incaran tikus dan serangga

Menurut laporan pengguna yang dikompilasi oleh forum otomotif EV seperti InsideEVs dan Electrek, unit pengisian daya di rumah menjadi tempat bersarangnya laba-laba, kumbang karpet, bahkan tikus. Hewan-hewan ini tertarik pada suhu hangat dan kabel keras—media ideal untuk berkembang biak atau digerogoti.

Beberapa pengguna EV di Jakarta dan Bandung, sebagaimana dilaporkan dalam forum otomotif lokal, juga mulai mengalami kerusakan kabel karena digigit tikus. Ini menjadi tantangan baru dalam perawatan EV yang belum banyak diketahui konsumen Indonesia.

4. Etika Pengisian Daya yang Belum Mapan – Aturan tak tertulis yang belum semua orang pahami

Menurut survei pengguna di komunitas PlugShare dan data dari JD Power EV Public Charging Experience Study 2023, banyak ketegangan muncul di stasiun pengisian daya akibat perilaku pengguna yang kurang etis—misalnya mencabut charger milik orang lain, atau meninggalkan mobil terlalu lama setelah terisi penuh.

Stasiun pengisian daya umum (SPKLU) di Indonesia terus berkembang. Namun, sebagaimana diungkapkan oleh perwakilan PT PLN (Persero) dalam Indonesia Electric Motor Show (IEMS), banyak pengguna EV masih belum paham soal etika dasar—misalnya memindahkan mobil setelah penuh, atau tidak menggunakan charging bay hanya untuk parkir.

Ketiadaan aturan resmi membuat beberapa pengendara merasa frustrasi saat stasiun penuh tapi tak bisa digunakan karena EV lain tidak segera dipindahkan.

5. Risiko Kebakaran Baterai – EV bisa terbakar bahkan saat tidak digunakan

FuelArc News melaporkan bahwa Tesla Cybertruck mencatat tingkat kematian akibat kebakaran sebesar 14,52 per 100.000 unit dalam tahun pertamanya—angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan Ford Pinto (0,85 per 100.000 unit), yang dikenal sebagai mobil kontroversial di era 1970-an.

Fenomena yang disebut thermal runaway—yakni lonjakan suhu pada satu sel baterai yang memicu reaksi berantai—menjadi perhatian khusus. Meski kasus ini jarang terjadi, namun dampaknya bisa sangat serius.

Meski kasus di Indonesia masih jarang, PERIKLINDO menekankan pentingnya instalasi charger rumahan oleh teknisi bersertifikat dan penggunaan komponen bersertifikasi resmi untuk mencegah risiko kebakaran akibat korsleting atau overheat.

Data dan laporan di atas menunjukkan bahwa meskipun EV membawa harapan besar untuk masa depan mobilitas berkelanjutan, ada sejumlah faktor yang tidak boleh diabaikan. Dengan memahami potensi tantangan sejak awal, konsumen dapat mempersiapkan diri lebih baik, baik dari sisi teknis maupun praktis.

Karena inovasi bukan hanya soal teknologi canggih, tetapi juga soal kesiapan menghadapi realitas baru.