Apple

Apple Pamerkan Fitur Baru, Tapi AI Masih Tertinggal

(Business Lounge – Global News) Dalam ajang Worldwide Developers Conference (WWDC) 2025 yang digelar di Cupertino, Apple resmi memperkenalkan sederet pembaruan perangkat lunak besar untuk seluruh lini produknya—mulai dari iOS dan macOS hingga visionOS. Namun di tengah gebrakan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang mendominasi sektor teknologi global selama setahun terakhir, Apple justru tampil lebih hati-hati. Sejumlah fitur AI memang diperkenalkan, seperti penerjemahan langsung dan pembaruan Siri, tetapi harapan pasar terhadap gebrakan AI yang mampu menyaingi pesaing seperti OpenAI, Google, atau Microsoft tampaknya masih harus menunggu.

Seperti dilaporkan oleh The Wall Street Journal, Apple merilis fitur live translation yang memungkinkan pengguna iPhone dan iPad melakukan percakapan dua arah secara real time dalam berbagai bahasa. Fitur ini ditenagai oleh prosesor Apple Silicon dan integrasi mendalam dengan perangkat keras, memberikan pengalaman nyaris tanpa latensi. Namun, fitur ini bukan hal baru dalam ekosistem AI konsumen. Google Translate dan aplikasi pihak ketiga lainnya telah menawarkan teknologi serupa sejak beberapa tahun lalu.

Selain itu, Apple memperkenalkan pembaruan desain untuk iOS 18, termasuk layar beranda yang lebih fleksibel, pusat kontrol yang dapat disesuaikan, serta peningkatan privasi berbasis perangkat. Aplikasi Pesan juga kini mendukung efek teks yang lebih dinamis dan koneksi satelit untuk pesan darurat. Meski fitur-fitur ini mendapat sambutan positif dari para pengembang dan pengguna setia Apple, banyak analis menganggapnya sebagai iterasi yang aman dan tidak cukup untuk menempatkan Apple kembali di garis depan inovasi AI.

Menurut laporan Bloomberg, Apple memang tengah mempersiapkan strategi AI yang lebih menyeluruh, namun belum siap diluncurkan secara publik. Salah satu rencana jangka menengahnya adalah meluncurkan “Apple Intelligence,” sebuah platform internal AI yang dirancang untuk bekerja secara privat di perangkat tanpa harus mengirim data ke cloud—sejalan dengan filosofi privasi yang selama ini menjadi landasan Apple. Namun sumber dalam menyebut bahwa platform tersebut belum cukup matang untuk diluncurkan tahun ini.

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar dari para investor dan pengamat pasar. Di tengah kompetisi yang sangat ketat, di mana Microsoft mengintegrasikan GPT-4o ke Copilot dan Google memperluas kemampuan Gemini AI ke seluruh ekosistem Android, langkah Apple dinilai tertinggal satu langkah. Bahkan, dalam laporan dari Reuters, sejumlah investor mempertanyakan apakah Apple kehilangan momentum untuk tetap relevan dalam persaingan AI generatif yang diprediksi menjadi fondasi teknologi konsumen masa depan.

Kekecewaan juga terlihat dalam pergerakan saham Apple yang sempat melemah 1,8% usai keynote utama WWDC. Para analis dari Morgan Stanley dan Goldman Sachs menyebut bahwa pasar menantikan bukan hanya fitur-fitur baru yang fungsional, tetapi sebuah pernyataan strategis tentang bagaimana Apple akan berkompetisi dalam era AI berbasis bahasa dan multimodal.

Apple sendiri sebenarnya telah merekrut sejumlah talenta top di bidang AI dalam dua tahun terakhir dan melakukan akuisisi perusahaan startup AI kecil, termasuk DarwinAI dan WaveOne. Namun, hasil integrasi dari akuisisi tersebut belum terlihat secara nyata dalam produk konsumen. Sementara itu, para pesaing telah meluncurkan fitur-fitur yang menarik perhatian publik, seperti notebook AI interaktif, asisten pengembang berbasis kode, serta kemampuan multimodal yang menggabungkan teks, gambar, dan suara dalam satu antarmuka.

Namun bukan berarti Apple benar-benar tertinggal. Dalam wawancara dengan Nikkei Asia, salah satu eksekutif Apple menyatakan bahwa pihaknya sedang membangun sistem AI yang “bukan hanya pintar, tetapi juga dapat dipercaya, efisien, dan hemat energi.” Hal ini merujuk pada kekuatan Apple dalam membangun pengalaman perangkat dan perangkat lunak yang terintegrasi dengan aman, yang menjadi daya tarik utama bagi pengguna profesional dan bisnis.

Selain itu, Apple juga menyempurnakan Siri, asisten digital mereka yang telah lama dianggap tertinggal dibanding Alexa atau Google Assistant. Siri versi terbaru akan mampu memahami konteks secara lebih dalam, menjawab pertanyaan lanjutan, dan berinteraksi dengan aplikasi pihak ketiga secara lebih luas. Meski tidak dijuluki sebagai AI generatif penuh, pembaruan ini menunjukkan bahwa Apple sedang menanam fondasi untuk transformasi AI yang lebih besar dalam ekosistemnya.

Di sektor wearable, Apple juga memperkenalkan watchOS 11 dengan fitur “Training Load” yang mirip dengan teknologi yang digunakan oleh atlet profesional untuk mengukur dan mengelola intensitas olahraga harian. Sementara di platform Vision Pro, Apple meluncurkan visionOS 2 yang membawa fitur-fitur baru seperti navigasi berbasis tangan dua sisi dan pengembangan aplikasi yang lebih fleksibel untuk mixed reality.

Namun semua pembaruan ini, sebagaimana disorot oleh TechCrunch, lebih mencerminkan strategi bertahan ketimbang ekspansi besar. Apple tampaknya sedang mengambil pendekatan hati-hati dan jangka panjang—memastikan bahwa lompatan ke AI generatif tidak mengorbankan prinsip privasi, keamanan, dan efisiensi baterai yang telah menjadi ciri khas ekosistemnya.

Strategi ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Di satu sisi, Apple dapat membangun AI dengan pendekatan privat dan terintegrasi penuh di perangkat kerasnya, tanpa mengandalkan cloud seperti pesaingnya. Di sisi lain, tanpa terobosan besar yang dapat menarik perhatian pengguna baru dan komunitas pengembang, Apple bisa kehilangan daya saing di pasar yang semakin cepat berubah.

Menariknya, sejumlah laporan dari The Information menyebutkan bahwa Apple sebenarnya sedang menjajaki kerja sama dengan OpenAI maupun Google untuk mengintegrasikan model bahasa besar pihak ketiga ke dalam sistem operasi mereka. Namun belum ada pengumuman resmi tentang hal ini dalam WWDC 2025. Jika kolaborasi ini terwujud, maka Apple bisa menggabungkan keunggulan integrasi perangkat dengan kecanggihan model AI generatif terkemuka saat ini.

Untuk saat ini, publik dan investor hanya bisa menunggu. Apple telah menunjukkan bahwa mereka tidak ingin terburu-buru dalam mengejar tren AI, dan lebih memilih membangun fondasi jangka panjang. Namun dengan cepatnya evolusi di sektor ini, pertanyaan besar tetap menggantung: apakah strategi lambat dan pasti masih cukup di tengah dunia yang bergerak sangat cepat?

WWDC 2025 mungkin bukan panggung kejutan besar dalam AI, tetapi bisa menjadi langkah awal bagi Apple untuk membangun ekosistem AI yang lebih aman dan terintegrasi. Namun, hingga lompatan besar berikutnya benar-benar dirilis, posisi Apple dalam perlombaan AI global tetap berada di jalur yang tertunda.