Levi Strauss

Levi Strauss Naikkan Proyeksi Keuangan Berkat Strategi Pemulihan

(Business Lounge – Global News) Levi Strauss & Co. kembali menunjukkan tanda-tanda pemulihan kuat setelah beberapa tahun menghadapi tekanan penjualan dan perubahan perilaku konsumen. Produsen denim legendaris asal San Francisco itu menaikkan proyeksi pendapatan tahun fiskalnya, mencerminkan kepercayaan diri atas strategi baru yang menekankan bisnis direct-to-consumer (DTC) dan penguatan merek secara global.

Dalam laporan terbarunya, Levi’s memperkirakan pendapatan tahun fiskal akan naik sekitar 3%, lebih tinggi dari panduan sebelumnya yang cenderung konservatif. Kenaikan outlook ini didorong oleh peningkatan penjualan di toko milik sendiri, platform daring resmi, dan hasil positif dari reposisi merek yang berfokus pada gaya hidup modern dan pelanggan muda.

CEO Michelle Gass, yang resmi menjabat awal tahun ini, menyebut perubahan strategi sebagai “awal dari babak baru” bagi perusahaan. “Kami memperkuat hubungan langsung dengan konsumen dan menghadirkan pengalaman yang lebih personal, baik di toko fisik maupun digital,” kata Gass seperti dikutip Reuters. Ia menambahkan bahwa strategi ini memungkinkan Levi’s “mengontrol narasi merek” sekaligus meningkatkan margin keuntungan.

Pendekatan direct-to-consumer kini menjadi inti dari model bisnis Levi’s. Perusahaan terus mengalihkan fokus dari penjualan grosir ke kanal yang memberikan margin lebih tinggi, seperti toko resmi Levi’s dan situs e-commerce. Menurut laporan Bloomberg, kanal DTC kini menyumbang lebih dari 45% total pendapatan Levi’s — meningkat signifikan dibandingkan sebelum pandemi.

Strategi ini beriringan dengan upaya Levi’s memperbarui identitas produknya agar tetap relevan di kalangan konsumen muda. Koleksi terbaru, termasuk lini baggy jeans dan high-rise fits, dirancang untuk menyesuaikan diri dengan tren fesyen yang bergeser dari gaya ketat ke potongan longgar. Kampanye pemasaran global bertajuk “The Floor Is Yours” menonjolkan keberagaman gaya dan ekspresi diri, sejalan dengan nilai-nilai inklusif yang kini menjadi inti komunikasi merek.

Analis dari Morgan Stanley mencatat bahwa fokus Levi’s pada merek dan kanal DTC telah mulai memberikan hasil nyata. “Perusahaan menunjukkan kemampuan mengonversi kekuatan historisnya menjadi relevansi modern,” tulis laporan tersebut. “Transformasi digital mereka, terutama dalam pengalaman pelanggan daring, memperkuat loyalitas merek dan memperluas jangkauan global.”

Pertumbuhan Levi’s juga ditopang oleh kinerja positif di pasar internasional, terutama Asia dan Eropa. Penjualan di wilayah Asia melonjak dua digit, didorong oleh peningkatan permintaan di India dan China setelah pelonggaran pembatasan mobilitas. Di Eropa, Levi’s berhasil mempertahankan performa stabil meskipun kondisi ekonomi masih penuh ketidakpastian.

Sementara itu, di Amerika Utara — pasar terbesar Levi’s — penjualan ritel meningkat berkat peluncuran kembali toko andalan di New York dan Los Angeles. Perusahaan juga memperkenalkan konsep Levi’s NextGen Store, yang menggabungkan desain butik dengan pengalaman digital interaktif, termasuk fitur customization bar bagi pelanggan yang ingin mempersonalisasi produk mereka.

Dari sisi keuangan, Levi’s mencatat margin laba kotor yang lebih baik dari perkiraan analis, berkat penurunan biaya logistik dan efisiensi rantai pasokan. Meskipun inflasi bahan baku masih menjadi tantangan, perusahaan berhasil menekan beban operasional melalui otomatisasi gudang dan optimalisasi inventori. “Kami jauh lebih disiplin dalam mengelola stok dan harga promosi,” ujar CFO Harmit Singh dalam wawancaranya dengan The Wall Street Journal.

Kinerja solid ini menandai titik balik bagi Levi’s setelah dua tahun menghadapi penurunan margin dan ketergantungan pada mitra grosir besar. Analis memperkirakan strategi baru ini dapat menumbuhkan laba operasi hingga dua digit pada 2025 jika momentum penjualan langsung tetap terjaga. CNBC menyoroti bahwa keberhasilan Levi’s mengikuti jejak merek-merek global seperti Nike dan Lululemon, yang lebih dulu membuktikan efektivitas strategi direct-to-consumer dalam meningkatkan profitabilitas dan loyalitas pelanggan.

Selain memperkuat penjualan dan branding, Levi’s juga menempatkan keberlanjutan sebagai bagian integral dari strategi pertumbuhannya. Perusahaan meluncurkan inisiatif “Buy Better, Wear Longer” untuk mendorong penggunaan bahan daur ulang dan mengurangi emisi karbon dalam proses produksi. Fabrikasi denim baru mereka diklaim menggunakan 70% lebih sedikit air dibandingkan metode tradisional, sementara beberapa lini produk kini bersertifikasi Sustainable Cotton Initiative.

Meski prospeknya membaik, Levi’s masih menghadapi beberapa tantangan. Persaingan ketat dari merek fast fashion seperti Zara dan H&M, serta pemain denim premium seperti Wrangler dan Diesel, menuntut perusahaan terus berinovasi tanpa kehilangan ciri khasnya. Analis juga memperingatkan bahwa ketergantungan pada pasar Amerika Utara bisa menjadi risiko jika permintaan domestik melambat akibat tekanan ekonomi.

Namun, optimisme tetap tinggi. Saham Levi Strauss naik lebih dari 6% setelah pengumuman revisi proyeksi keuangan, mencerminkan keyakinan investor terhadap arah baru perusahaan. “Levi’s kini bukan hanya merek jeans klasik,” tulis Financial Times, “tetapi simbol bagaimana warisan lama bisa bertahan dan berkembang di era digital.”

Dengan transformasi yang sedang berlangsung, Levi’s tampaknya berhasil menemukan kembali jati dirinya di tengah lanskap mode global yang terus berubah. Fokus pada hubungan langsung dengan konsumen, inovasi desain, dan komitmen keberlanjutan menempatkan perusahaan pada jalur yang lebih kuat menuju pertumbuhan jangka panjang. Setelah lebih dari 170 tahun sejarah, Levi’s kembali membuktikan bahwa denim bukan sekadar kain — melainkan warisan yang terus berevolusi mengikuti zaman.