teknologi

Sinyal Tarif Teknologi Berubah

(Business Lounge – Technology) Pasar keuangan Amerika Serikat kembali terguncang setelah sejumlah komentar yang saling bertentangan dari jajaran pemerintahan Trump selama akhir pekan memperlihatkan ketidakpastian arah kebijakan tarif terhadap produk teknologi konsumen. Investor dan pelaku bisnis kini kembali bersiap menghadapi pekan yang kacau, baik di Wall Street maupun di Washington, menyusul keraguan atas apakah perangkat elektronik seperti laptop, ponsel pintar, dan komponen komputer akan terkena tarif impor baru.

Sejumlah media internasional seperti The Wall Street Journal, Bloomberg, dan CNBC melaporkan bahwa dalam waktu kurang dari 48 jam, pejabat Gedung Putih memberikan pandangan yang berbeda-beda soal rencana pengenaan tarif atas barang teknologi asal Tiongkok. Pada hari Sabtu, seorang penasihat senior perdagangan menyatakan bahwa semua produk teknologi strategis akan dikenai tarif tambahan, sebagai bentuk perlindungan terhadap “keamanan ekonomi nasional”. Namun, pada Minggu pagi, pernyataan lain dari juru bicara Gedung Putih menekankan bahwa belum ada keputusan final, dan pemerintah masih membuka opsi untuk mengecualikan beberapa kategori produk, termasuk smartphone dan semikonduktor.

Kontradiksi ini langsung menimbulkan gejolak di pasar berjangka dan memicu aksi jual pada saham-saham teknologi saat pra-perdagangan Senin pagi. Saham perusahaan seperti Apple, Nvidia, dan Dell Technologies langsung melemah karena kekhawatiran bahwa rantai pasok mereka akan terdampak oleh kenaikan biaya impor, atau bahkan terganggu akibat ketidakpastian peraturan.

Menurut analisis dari Financial Times, investor kini menghadapi dilema ganda: mereka tidak hanya harus mengantisipasi dampak ekonomi dari tarif yang mungkin dikenakan, tetapi juga menghadapi risiko yang lebih sistemik dari ketidakpastian kebijakan yang terus berubah. “Ketika sinyal berubah setiap 12 jam, perusahaan dan pasar tidak bisa menyusun rencana yang masuk akal,” ujar seorang analis perdagangan dari lembaga riset Eurasia Group.

Kebingungan ini juga menciptakan tekanan tambahan pada para pembuat kebijakan di Departemen Keuangan dan Kantor Perwakilan Dagang AS. Laporan Bloomberg menyebutkan bahwa diskusi internal antara tim ekonomi dan tim keamanan nasional Gedung Putih semakin memanas, dengan masing-masing kubu mendorong pendekatan berbeda. Satu pihak ingin mengenakan tarif untuk memperkuat posisi tawar dalam negosiasi ulang dengan Beijing, sementara pihak lainnya khawatir bahwa langkah tersebut justru akan memperburuk inflasi domestik dan menurunkan daya beli masyarakat.

Ketidakpastian ini pun berdampak langsung ke perusahaan ritel dan logistik. Reuters melaporkan bahwa sejumlah perusahaan besar seperti Best Buy dan Walmart kini tengah meninjau ulang kontrak pembelian mereka untuk produk teknologi konsumen, dan mempercepat pengiriman barang sebelum kemungkinan tarif baru diberlakukan. Beberapa distributor bahkan dikabarkan menimbun stok perangkat elektronik karena takut terhadap lonjakan harga yang akan terjadi jika tarif diterapkan.

Sementara itu, reaksi dari sektor teknologi sangat hati-hati. CEO Apple, dalam sebuah wawancara singkat dengan CNBC, menyatakan bahwa pihaknya “selalu mendukung kebijakan perdagangan yang terbuka dan dapat diprediksi.” Meskipun Apple memiliki kapasitas untuk memindahkan sebagian produksi ke luar Tiongkok, proses tersebut memerlukan waktu dan biaya besar, serta dapat mengganggu jadwal peluncuran produk baru.

Di kalangan analis pasar, volatilitas ini menimbulkan kekhawatiran yang lebih luas. Salah satu manajer portofolio dari BlackRock mengatakan kepada WSJ bahwa ketidakpastian tarif bisa mempercepat perpindahan aset dari saham teknologi ke instrumen lindung nilai seperti emas dan obligasi pemerintah. “Investor tidak alergi terhadap risiko, tetapi mereka sangat alergi terhadap ketidakpastian yang tidak dapat dimodelkan,” katanya.

Bahkan investor institusional mulai melakukan rebalancing portofolio dengan mengurangi eksposur terhadap sektor yang sangat tergantung pada impor teknologi, dan beralih ke sektor energi dan keuangan yang dianggap lebih kebal terhadap perubahan kebijakan tarif.

Yang menarik, ketidakpastian ini muncul bersamaan dengan upaya Trump memperkuat dukungan politik menjelang tahun pemilu. Sejumlah pengamat mencurigai bahwa pengumuman-pengumuman tarif yang kontradiktif merupakan bagian dari strategi negosiasi “maximum pressure” untuk memaksa Tiongkok membuat konsesi dagang lebih cepat. Namun, pendekatan semacam ini juga menciptakan kekacauan di dalam negeri dan dapat merusak sentimen pasar secara luas.

Saat ini, semua mata tertuju pada pertemuan mendatang antara pejabat tinggi AS dan perwakilan dagang Tiongkok yang dijadwalkan akhir pekan ini. Harapan investor terletak pada kemungkinan tercapainya semacam konsensus atau setidaknya kejelasan dalam kebijakan tarif yang akan diberlakukan. Namun, bila pola komunikasi yang tidak konsisten ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin pasar akan semakin volatil dan kepercayaan terhadap stabilitas kebijakan ekonomi akan terus tergerus.