(Business Lounge Journal – Global News)
Di tengah persaingan panas antara Amazon, Microsoft, dan Google dalam teknologi kecerdasan buatan (AI), Amazon mengambil pendekatan yang berbeda untuk menghindari pengawasan antimonopoli. Raksasa e-commerce ini tidak langsung mengakuisisi perusahaan startup AI yang sedang naik daun, melainkan memilih berinvestasi, merekrut talenta terbaik, atau melisensikan teknologi mereka.
Pada Agustus lalu, Amazon mengumumkan bahwa mereka telah merekrut tiga pendiri dan sekitar seperempat staf Covariant AI, sebuah startup berbasis di Emeryville, California, yang mengembangkan perangkat lunak jaringan saraf untuk robot gudang. Selain itu, Amazon membeli lisensi non-eksklusif untuk teknologi inti Covariant, sementara perusahaan itu sendiri tetap beroperasi dan dapat membuat kesepakatan lain. Amazon menyatakan, “Model Covariant akan membantu kami menemukan cara baru untuk meningkatkan sistem robotik dan menciptakan peluang otomatisasi yang lebih aman dan efisien dalam operasi kami.”
Namun, langkah ini menuai kritik dari whistleblower yang mengajukan keluhan ke Komisi Perdagangan Federal (FTC), Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC), serta Departemen Kehakiman. Whistleblower tersebut menuduh bahwa kesepakatan senilai $380 juta ini dirancang untuk menghindari undang-undang antimonopoli, karena nilainya jauh di atas ambang batas $119,5 juta yang mengharuskan pelaporan terlebih dahulu ke otoritas terkait. Dokumen kesepakatan juga mencakup ketentuan yang membatasi Covariant dalam menjual jenis lisensi tertentu ke pembeli lain tanpa membayar denda kepada Amazon, menjadikan Covariant seperti “zombie,” menurut pengajuan whistleblower tersebut.
Strategi dan Dampak di Balik Kesepakatan
Dalam transkrip percakapan yang disertakan dalam pengaduan whistleblower, CEO Covariant setelah kesepakatan menyatakan harapan hanya menjual satu atau dua lisensi dengan nilai kurang dari $10 juta per unit. Whistleblower tersebut juga mengungkapkan bahwa Covariant diperkirakan hanya akan bertahan setahun setelah kesepakatan, sebelum investor membagi pembayaran akhir sebesar $20 juta dari Amazon. Namun, juru bicara Amazon, Angie Quennell, membantah bahwa pelaporan pra-merger diperlukan karena Amazon hanya memperoleh lisensi non-eksklusif, bukan mengakuisisi penuh perusahaan.
Whistleblower yang juga merupakan mantan karyawan Covariant mengatakan bahwa langkah Amazon ini berpotensi memperkuat monopoli di sektor AI. “Saya tidak ingin hidup di dunia di mana AI digunakan untuk memperkuat monopoli,” ujarnya.
Kesepakatan ini juga menyoroti tren baru dalam industri teknologi, yaitu “reverse acquisition” atau “akuisisi terbalik,” di mana perusahaan target tetap hidup tetapi dengan ruang gerak yang sangat terbatas. FTC sebelumnya telah menyelidiki kesepakatan serupa yang melibatkan Microsoft dan startup Inflection AI senilai $650 juta, serta perjanjian Amazon dengan Adept AI yang juga mengadopsi model lisensi non-eksklusif.
Kontroversi Regulasi dan Masa Depan AI
Kesepakatan Amazon dengan Covariant dirancang untuk menghindari perhatian regulator antimonopoli. Dalam dokumen pengaduan sepanjang 201 halaman, disebutkan bahwa Amazon ingin menghindari pembatalan transaksi oleh otoritas antimonopoli. Ketua FTC yang akan lengser, Lina Khan, telah lama menyuarakan kekhawatiran tentang pengaruh besar raksasa teknologi dalam membatasi inovasi AI. Meski begitu, sikap pemerintahan baru terhadap akuisisi seperti ini masih belum jelas.
Di sisi lain, AI buatan Covariant yang dirancang untuk membantu robot mengenali, menganalisis, dan bergerak diharapkan dapat meningkatkan kemampuan robot Amazon dalam menangani berbagai material di gudang. Tetapi kritik menilai bahwa langkah ini bisa menghambat startup lain untuk tumbuh mandiri dan berinovasi di bidang robotika canggih.
Quennell menegaskan bahwa Covariant bebas menjual teknologi mereka tanpa batasan. Namun, dokumen pengajuan whistleblower menyebutkan bahwa kesepakatan dengan Amazon membatasi jenis lisensi yang dapat dijual Covariant tanpa penalti finansial. Hal ini, menurut CEO Covariant, membuat prospek penjualan teknologi mereka sangat terbatas.
Risiko bagi Inovasi AI
Para pakar hukum menyebut elemen dalam kesepakatan Covariant berpotensi melanggar undang-undang antimonopoli, terutama karena adanya pembatasan lisensi. Whistleblower percaya bahwa tindakan ini adalah langkah strategis Amazon untuk memperkuat dominasinya di pasar AI tanpa harus mengakuisisi secara penuh.
Jika terbukti melanggar, Amazon mungkin menghadapi denda, tuntutan pembatalan kesepakatan, atau pengawasan yang lebih ketat terhadap model “akuisisi terbalik” di masa depan. Para pengamat setuju bahwa langkah-langkah seperti ini dapat merugikan persaingan dan menghambat perkembangan teknologi AI yang lebih inklusif.
Seiring dengan meningkatnya pengawasan terhadap Big Tech, FTC dan regulator lainnya mungkin akan mengadopsi pendekatan lebih tegas terhadap strategi licik seperti ini. Namun, apakah pengungkapan kasus Covariant akan menghasilkan tindakan nyata masih menjadi pertanyaan besar di tengah dinamika industri teknologi yang terus berkembang.