(Business Lounge Journal – Human Resources)
Generasi Z, yang dikenal sebagai digital native dan lahir di era internet, telah membawa perubahan signifikan dalam dunia kerja. Dengan karakteristik unik dan ekspektasi yang berbeda dari generasi sebelumnya, mereka menuntut pendekatan baru dalam rekrutmen dan pengelolaan sumber daya manusia.
Di Indonesia, Gen Z yang lahir antara 1997 hingga 2012 (usia 12 hingga 27 tahun saat ini) diperkirakan berjumlah sekitar 74,93 juta orang. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023, Gen Z mencakup sekitar 27,94% dari total populasi Indonesia, yang diperkirakan mencapai 268 juta jiwa. Oleh karena itu, generasi ini memiliki peran penting dalam demografi Indonesia, dengan pengaruh besar dalam perkembangan sosial, budaya, dan ekonomi, terutama karena tingginya adopsi teknologi dan karakter digital mereka. Dengan populasi besar ini, setiap perusahaan perlu menyesuaikan diri dalam merekrut talenta dari Gen Z.
Karakteristik Unik Generasi Z yang Perlu Dipahami
Generasi Z, sering disebut juga sebagai iGen atau Centennials, memiliki karakteristik yang sangat berbeda dari generasi sebelumnya. Pemilik usaha mulai menyadari pentingnya memahami dan beradaptasi dengan karakteristik ini. Bahkan ada banyak seminar diadakan untuk membantu pemilik usaha mengenal lebih dalam para Gen Z.
Penelitian khusus untuk mengidentifikasi Gen Z pun dilakukan oleh McKinsey. Penelitian ini mengungkap bahwa, meskipun terdapat variasi dalam kelompok ini, tetapi ada beberapa kesamaan di antara mereka. Gen Z sebagai digital native pertama sangat “online.” Mereka mengandalkan internet untuk bekerja, berbelanja, berkencan, hingga berteman. Di Asia, Gen Z dapat menghabiskan enam jam atau lebih sehari di ponsel. Mereka juga beralih ke internet untuk mencari berbagai informasi, termasuk berita dan ulasan sebelum membeli sesuatu, dan mereka secara aktif mengelola identitas daring mereka. Dengan tumbuh bersama media sosial, Gen Z cenderung lebih selektif dalam membentuk jejak digital mereka, memilih untuk tampil anonim, memiliki feed yang lebih personal, dan jejak digital yang lebih kecil, meskipun mereka tetap konsumtif terhadap media daring.
Platform seperti TikTok mendominasi tren dan budaya Gen Z, yang menyumbang 60% dari pengguna aplikasi tersebut. Mereka berkumpul di komunitas daring di mana mereka bisa mendiskusikan minat seperti gaming dan K-pop, terhubung baik dengan teman nyata maupun yang hanya dikenal secara daring.
Selain itu, Gen Z dikenal sebagai generasi idealis, bagian dari “konsumen inklusif” yang progresif secara sosial. Mereka aktif dalam isu lingkungan dan keadilan sosial.
Tantangan dan Kesehatan Mental Gen Z
Sayangnya, Gen Z juga menghadapi krisis kesehatan mental yang belum pernah terjadi sebelumnya. Survei McKinsey menunjukkan bahwa Gen Z di Amerika Serikat memiliki pandangan hidup yang paling negatif dan prevalensi masalah kesehatan mental tertinggi dibandingkan generasi lainnya. Sedangkan para responden di Eropa melaporkan bahwa mereka berjuang melawan stigma terhadap diri sendiri. Perasaan “kecemasan iklim” juga marak, dengan banyak Gen Z yang merasa cemas akan nasib planet ini.
Gen Z juga menghadapi tantangan ekonomi yang lebih berat. Mereka cenderung skeptis terhadap adanya jaminan sosial di masa depan, terutama dengan meningkatnya populasi lansia dan semakin sulitnya menabung untuk masa pensiun. Dalam survei McKinsey terbaru, 58% dari Gen Z melaporkan memiliki kebutuhan sosial dasar yang belum terpenuhi—persentase terbesar dari generasi mana pun.
Hubungan Media Sosial dengan Kesehatan Mental Gen Z
Banyak hubungan sosial dari mereka yang berusia 18 hingga 24 tahun yang dinilai cukup rumit – termasuk hubungan mereka di media sosial. Memang benar bahwa media sosial dapat menyebabkan FOMO (Fear of Missing Out) dan citra yang buruk, Gen Z juga menganggap keberadaan daring sebagai sarana ekspresi diri dan koneksi sosial.
Survei Global Gen Z McKinsey Health Institute (MHI) 2022, yang melibatkan lebih dari 42.000 responden (termasuk lebih dari 16.000 responden Gen Z) di 26 negara, memberikan wawasan tentang hubungan Gen Z dengan media sosial. Misalnya, Gen Z lebih mungkin dari generasi lainnya menyebut perasaan negatif tentang media sosial. Namun, secara mengejutkan bahwa pada kenyataannya mereka bukanlah yang paling sering menggunakan media sosial dibandingkan generasi yang lebih tua.
Lebih dari 75 persen responden di semua kelompok umur melaporkan menggunakan media sosial setidaknya sepuluh menit per hari. Baby boomer pada 8 negara (dari 26 negara yang disurvei) melaporkan menghabiskan waktu yang sama di media sosial seperti Gen Z, dengan milenial menjadi kelompok yang paling sering memposting daring. Meskipun dampak negatif media sosial dilaporkan di berbagai kelompok, efek positif justru lebih umum: lebih dari 50 persen semua kelompok melaporkan hasil positif dari waktu yang mereka habiskan di media sosial.
Jumlah waktu yang dihabiskan seseorang di media sosial dapat memengaruhi apakah pengalaman mereka cenderung positif atau negatif. Dampak negatif media sosial tampak lebih besar pada generasi muda, terutama Gen Z yang menghabiskan lebih dari dua jam per hari di media sosial.
Menghadapi Dunia Kerja: Realitas dan Tantangan Gen Z
Gen Z memasuki dunia kerja di tengah tantangan global seperti pandemi, inflasi, perubahan iklim, dan konflik geopolitik. Survei American Opportunity McKinsey mengungkap bahwa Gen Z lebih mungkin memiliki pekerjaan independen atau beberapa pekerjaan sekaligus dibandingkan pekerja yang lebih tua, namun mereka merasa pesimis mengenai peluang memiliki rumah atau pensiun di masa depan. Hanya 37% dari Gen Z di AS yang percaya bahwa kebanyakan orang di negara tersebut memiliki peluang ekonomi, menunjukkan ketidakpuasan mendalam akan prospek mereka.
Jadi para pemilik bisnis harus semakin menyadari, bahwa mereka sedang berhadapan dengan para talent yang berasal dari Gen Z. Sehingga penting bagi Anda untuk merumuskan strategi rekrutmen yang tepat. Dengan demikian, Anda pun akan memperoleh yang terbaik yang dapat Anda peroleh.
Strategi Rekrutmen untuk Gen Z
Untuk menarik dan mempertahankan talenta Gen Z, perusahaan perlu menerapkan strategi rekrutmen yang inovatif dan sesuai dengan nilai-nilai mereka. Beberapa strategi efektif yang dapat Anda pertimbangkan:
- Manfaatkan Platform Digital:
Jangan lupa bahwa seperti yang sudah kita bahas di atas bahwa Gen Z adalah generasi digital native. Maka penting bagi Anda untuk memanfaatkan semua unsur digital di mana Anda akan menemukan mereka di sana. Anda dapat membagikan budaya dan nilai perusahaan Anda melalui media sosial. Apakah itu melalui platform seperti TikTok, Instagram, atau LinkedIn. Jangan lupa untuk membuat konten yang menarik. Buatlah konten visual interaktif, seperti video pendek dan infografis. Selain itu sertakan elemen gamifikasi dalam proses rekrutmen untuk menarik minat Gen Z.
Bagi beberapa perusahaan, bahkan menggunakan influencer untuk dapat membuat konten yang mengena pada sasaran. - Bangun brand Perusahaan yang Kuat:
Beberapa hal yang perlu Anda perhatikan adalah jujur dan transparan tentang budaya dan misi perusahaan. Selain itu sebagai bagian dari tanggung jawab sosial, maka Anda dapat menampilkan komitmen perusahaan terhadap isu sosial dan lingkungan. - Buatlah Proses Rekrutmen yang Menyenangkan
Dalam hal ini, Anda dapat menyertakan gamifikasi (memasukkan elemen permainan ke dalam proses rekrutmen untuk membuatnya lebih menarik), wawancara yang interaktif (wawancara yang lebih santai dan interaktif untuk membuat calon karyawan merasa nyaman), umpan balik yang cepat setelah proses wawancara. - Tawarkan Fleksibilitas Kerja:
Nah, Gen Z ini memang selalu suka hal-hal yang fleksibel. Mereka tidak hanya melulu memperhatikan masalah materi, tetapi apa yang dapat mendukung kualitas hidup mereka. Karena itu sebagai bagian dari kompensasi dan benefit, Anda dapat menawarkan sister kerja jarak jauh (Anda dapat memberikan opsi bekerja jarak jauh atau hybrid), jam kerja yang fleksibel (karyawan dapat memilih jam kerja mereka), jumlah cuti yang significant (walaupun Anda harus memperhitungkan kompesasi atas biaya yang harus Anda tanggung). - Investasikan dalam Pengembangan Karyawan:
Berikanlah peluang bagi karyawan untuk mengembangkan karier dan keterampilan mereka melalui Program Mentorship dan Pembelajaran Berkelanjutan. Tunjukkanlah kepada karyawan potensi pertumbuhan mereka di perusahaan dengan membuat jalur karir yang jelas. - Ciptakan Budaya Perusahaan yang Positif:
Ciptakanlah lingkungan kerja inklusif dan tawarkan berbagai program worklife balance. - Manfaatkan AI dan Otomatisasi:
Anda dapat menggunakan chatbot untuk memberikan respons cepat serta pertimbangkan untuk mengembangkan alat rekrutmen berbasis AI untuk menyederhanakan proses perekrutan. - Sorot Nilai-Nilai Perusahaan:
– Inovasi dan Dampak Sosial: Tunjukkan komitmen pada inovasi dan isu sosial.
Segera Beradaptasi
Dunia kerja terus berubah, dan Generasi Z membawa angin segar dengan ekspektasi dan nilai-nilai yang unik. Untuk tetap kompetitif, perusahaan harus proaktif dalam beradaptasi. Dengan mengimplementasikan strategi rekrutmen yang tepat, perusahaan tidak hanya akan mendapatkan talenta terbaik, tetapi juga membangun fondasi yang kuat untuk masa depan.