(Business Lounge Journal – Entrepreneurship)
Saya banyak mengisi waktu saya dengan menulis dan berbincang dengan para entrepreneur untuk mencoba mencerna pemikiran para pebisnis. Sejauh ini dapat diakui bahwa tidak ada rumus yang ‘pakem’ yang dapat berlaku untuk semua pebisnis. Apa yang menjadi strategi pebisnis yang satu, belum tentu berlaku secara ‘absolute’ bagi pemilik usaha lainnya. Apalagi jika dibandingkan dengan mereka yang adalah para pekerja jam 9 ke 5.
Hal ini dapat saya katakan karena saya pun pernah bekerja ‘kantoran’ atau istilahnya pekerja jam 9 ke 5. Namun ketika saya mulai berkecimpung dalam dunia entrepreneurship, maka dapat saya katakan bahwa pengusaha, pemilik usaha kecil, para startup, sering kali memiliki perspektif yang berbeda dari para pekerja kantoran.
Dalam hal apa saja mereka berbeda?
Sangat unik untuk memperhatikan perbedaan-perbedaan prinsip di antara pengusaha dan pekerja. Namun beberapa hal berikut sangat menarik untuk kita pelajari dari para pebisnis besar ini.
Quora melemparkan sebuah pertanyaan: apakah yang hanya diketahui oleh para pebisnis yang mungkin orang lain tidak ketahui. Ada banyak respons yang muncul dari para pebisnis yang menarik untuk kita simak.
Rahasia Pebisnis
Kerepotan di belakang panggung
“Pengusaha tahu betapa ‘messy‘ menjalankan bisnis — tetapi Anda tidak mendengarnya karena kebanyakan dari kita berpura-pura semuanya terkendali.” Asim Qureshi (CEO Jibble)
Hmmm…saya hampir dapat berkata bahwa saya sedikit banyak setuju dengan hal ini. Dalam berbagai conference, rapat, gathering, antar pengusaha maka rata-rata mereka akan tampil dengan begitu keren. Belum lagi cara berbicara yang diatur, tertata, gaya bahasa yang dipilih, semuanya menunjukkan bahwa mereka orang yang smart, berpendidikan, dan mereka adalah pengusaha.
Sangat jarang menemukan mereka tampil lesu, tidak semangat, lalu dengan terus terang bahwa saat itu pikiran mereka sedang kusut, masalah hampir bangkrut, masalah perijinan, sedang panik, dan sejenisnya.
Biasanya kita akan mendengar bagaimana sebuah bisnis diterpa masalah ketika hal itu mulai berdampak bagi banyak orang yang kemudian permasalahannya mulai dipublikasikan lewat media. Kita tidak akan mendengarnya pertama langsung dari si pengusaha.
Sebagai contoh: seberapa banyak orang tahu pengalaman Tony Fernandes, ketika memulai maskapai penerbangan murah pertama, AirAsia. Tepat sebelum penerbangan pertamanya, dia menyadari bahwa mereka benar-benar lupa bahwa mereka harus menyiapkan makanan dalam penerbangan mereka. Dia pun bergegas ke supermarket dan membeli kebutuhannya tepat sebelum waktu penerbangan.
Teori sering kali bertentangan dengan fakta
Eric Griffin adalah Co-Founder pada Mobile Outfitters. Ia memiliki beberapa statement yang bisa kita simak.
“Keberhasilan dalam semalam membutuhkan waktu 10 tahun.”
Hampir setiap perusahaan besar yang sering kali menjadi acuan membutuhkan waktu berpuluh tahun sebelum menjadi topik pemberitaan media. Sebut saja Apple, Microsoft, Amazon, dan banyak nama besar lainnya. Mereka memulai bisnis mereka dari garasi, kamar asrama, dan lokasi lain yang kurang respresentatif sebenanrnya selama bertahun-tahun sebelum bisnis mereka mencapai kesuksesan besar.
Sebagian besar kesuksesan bisnis tidak terjadi dalam semalam. Dibutuhkan bertahun-tahun disertai, cucuran keringat, air mata, bahkan tetesan darah.
“Ide (saja) tidak berharga.”
Bukan berarti tidak perlu untuk beride. Semua bisnis yang berjalan tentu saja dimulai dari sebuah ide. Namun hanya berhenti pada sebuah ide, tidak akan menghasilkan apapun. Ide harus disertai dengan endurance, eksekusi, keberuntungan, ketepatan waktu, dan board yang tidak pernah berhenti belajar. Ada banyak orang memiliki ide yang jenius. Tetapi mereka yang dapat mengeksekusinya pada waktu yang tepat, tempat yang tepat, dengan orang yang tepat, dia yang akan memenangkannya.
“There’s no silver bullet.“
Sering kali sebuah film tentang membangun sebuah bisnis hanya berupa film semata. Seperti melesatkan sebuah peluru dan terjadi sukses. Tidak demikian! Gambar berikut akan menjadi gambarannya.
“Ketika Anda memiliki bisnis Anda sendiri, Anda adalah bos bagi diri Anda sendiri. Salah!”
Jika Anda ingin menjadi seorang boss, maka Anda tidak cocok untuk menjadi seorang pengusaha. Ketika Anda memiliki bisnis Anda sendiri, maka semua orang adalah bos Anda. Pelanggan Anda, investor Anda, karyawan Anda, media, wartawan, dan semua orang yang terkait dengan Anda.
Saya sangat tidak tertarik dengan mereka yang mengaku seorang pebisnis namun berjalan dan berbicara dengan pongah. Namun saya angkat topi dengan seorang pemilik perusahaan besar yang dengan sangat rendah hati mau “diatur” dalam sebuah interview yang pernah saya lakukan.
Sebuah Gaya Hidup
“Kewirausahaan bukanlah pekerjaan—ini adalah gaya hidup.”—Shirsha Dutta via Quora
Para pekerja jam 9 ke 5 akan bergegas pulang ke rumah ketika jam kerja usai. Bahkan pada akhir minggu adalah sah-sah saja jika mereka menonaktiofkan ponsel mereka.
Namun tidak demikian dengan para pemilik bisnis. Bagi mereka, semua jam adalah jam kerja. Itu tidak pernah berhenti. Mereka dapat tetap bekerja pada malam hari. Mereka juga dapat menjadi sangat sibuk bahkan pada hari Minggu.
Bahkan, sangking takut kehilangan kesempatan, mereka bisa saja tidak pernah jauh dari ponsel dan email mereka selalu aktif. Di mana pun mereka berada, pikiran mereka akan selalu tidak lepas dari bisnis dan segala ide kreatif mereka.
Bahkan meskipun mengganggu keseimbangan kehidupan kerjanya, mereka tidak pernah mengeluh. Bekerja tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka.
Tidak ada kata cukup baik
“That good enough is never enough.” Mariette Woestemeyer (Co-Founder & Director, PROS)
Merasa sudah mencapai yang baik sering kali menjadi sebuah pemicu adanya rasa cepat puas. Akibatnya cenderung untuk berhenti berkreasi sehingga cenderung tidak berkembang.
Merasa “cepat puas” adalah musuh bagi para pebisnis. Karena itu, ketika para pebisnis tiba pada suatu titik maksimal yang dapat dicapainya melalui skill maksimal yang dia miliki, maka ini berarti waktunya untuk merekrut mereka yang lebih pintar atau lebih berpengalaman.
Karena itu penting untuk menanggalkan kebanggaan, kesombongan, superioritas, dan rasa dominan. Namun dengan tetap memegang kendali selama 24 jam selama 7 hari dalam seminggu atas bisnis yang dimiliki.
Bermain Multi Peran
“Ketika Anda memulai sebuah perusahaan, Anda mengenakan banyak topi. Seorang pengusaha belajar apa yang perlu dilakukan dengan cepat.”—Nathan Resnick
Dalam sebuah bisnis yang sedang dirintis, si founder bisa saja berperan ganda. Mulai dari menjadi CEO, akuntan, penjual, sales, penasihat hukum, dan banyak lagi.
Adakalanya si founder tidak dapat mendelegasikan kepada karyawan lain. Ia perlu untuk mencari tahu apa yang harus dilakukan. Bahkan pada banyak startup dengan tim yang sedang berkembang, pendiri atau timnya harus siap untuk mempelajari keterampilan baru dengan cepat.
Memiliki co-founder dapat membantu mengimbangi kelemahan yang mungkin Anda miliki. Sering kali hal ini memaksa Anda untuk terus belajar sambil berjalan.
Pengusaha itu unik
Pelajaran berbisnis sesungguhnya datang dalam berbagai bentuk. Para pengusaha sering mendapatkan pembelajaran mulai dari tempat kerja mereka.
Ketika mereka mulai membuka bisnis mereka sendiri, maka mereka akan menerapkan apa yang telah mereka pelajari tersebut. Meresapkannya di dalam hidup mereka dan menjadi satu dengan keseharian mereka.
Jika Anda mewujudkan semangat kewirausahaan, maka pelajaran bisnis ini pun akan mulai beresonansi dengan Anda. Jika saat ini Anda sedang berjuang dalam bisnis Anda, ingatlah bahwa banyak yang telah mendahului Anda juga, dan Anda tidak sendirian.
Tetapi jika Anda dapat bertahan maka Anda dan bisnis Anda akan memiliki masa depan yang cemerlang.